Menjadi Karyawan Restoran Ternama di Daerah Istimewa Yogyakarta - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

25 Maret 2018

Menjadi Karyawan Restoran Ternama di Daerah Istimewa Yogyakarta


Foto: saya mengoperasikan komputer terkait masalah pekerjaan
Sejak lulus SMA saya sudah punya keinginan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi tidak ada niatan untuk bekerja. Tapi apa daya, keluarga belum bisa mengizinkan dan melepaskan saya sepenuhnya. Akhirnya saya memutuskan untuk tetap tinggal di pesantren.

Setelah dua tahun berakhir, saya ingin mengembalikan lagi semangat untuk melanjutkan studi perguruan tinggi ke luar kota tepatnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan meminta izin kepada keluarga akhirnya keluarga mengizinkan dan meridhoinya.

Pada waktu itu pendaftaran kampus masih belum dibuka baik perguruan tinggi negeri maupun swasta. Namun saya menekadkan diri untuk pergi terlebih dahulu untuk memastikan susana Jogja seperti apa. Biar gak kaget, , , dan bisa beradaptasi. Jogja dikenal dengan kota pendidikan yang sangat maju dan berkembang. Karena itulah saya ingin kuliah ke Jogja dan ingin menimba ilmu di sana.

Bismillah, tepat pada bulan Januari 2016 saya berangkat menuju Jogjakarta bersama kakak sepupu yang kebetulan dia sudah selesai menempuh pendidikan S2 nya di sana. Walaupun saya bersama kakak itu, saya belum punya kepastian mau tinggal dimana ketika sampai di Jogja. Belum saya pikirkan sebelumnya.

Sampai di jogjakarta siang hari, kakak saya mengajak untuk menanyakan kostnya yang kebetulan dulu pernah dia tempati. Alhamdulillah dengan senang hati kost itu masih ada yang kosong. Tanpa saya tanya tarif bulanannya saya langsung tempati kost itu. Bapak kost itu sudah tua umurnya sekitar 78 tahunan pensiunan PNS bandara Adi Sucipto.

Foto: restoran DEMIEMAX

Tepatnya di Sleman Yogyakarta, uang yang secara perhitungan hanya dapat menghidupi saya sebulan disana, rasanya perlu mencari usaha atau bekerja untuk mendapatkan uang lebih banyak lagi demi memperpanjang hidup saya disana, melihat pendaftaran kampus masih tinggal 6 bulanan lagi. Mencari lowongan pekerjaan memang susah kalau tidak punya keahlian dan pengalaman sebelumnya, seperti saya ini santri lulusan pesantren yang polos dan lugu.

Memanfaatkan teknologi informasi di media sosial untuk mencari lowongan pekerjaan nampaknya susah juga waktu itu. Menjadi takmir masjid saja syaratnya harus mahasiswa yang menempuh minimal semester 2. Sedangkan saya belum pernah menyentuh halaman kampus sama sekali. Kota seistimewa yogyakarta memang butuh pekerja yang kompeten dalam bidangnya dan berpendidikan. Sangat selektif sekali apalagi soal merawat masjid. Saya sudah tidak punya harapan lagi untuk bisa menjadi takmir melihat persyaratan yang begitu pelik dan rumit.

Memiliki ilmu saja tidak cukup untuk menjadi pekerja yang memang bisa dibilang ahli dalam bidangnya kalau tidak didukung dengan data dan bukti yang valid. Saya adalah pengalaman hidup dari semua ini, tidak bisa kita elakkan data sangat penting dalam menunjang keberhasilan sebuah tujuan, walaupun pada hakikatnya tuhan lah yang mengatur.

Hampir satu bulan, saya belum bisa mendapatkan pekerjaan dan uang pun sudah mulai terlihat transparan dan dompet mulai terasa ringan bawaannya. Pada suatu hari saya dipanggil oleh pak kost dan nanyak "apakah kamu sudah dapat pekerjaan" saya jawab "belum pak". Mari ikut saya" kata pak kost.

Pagi hari saya di ajak pak kost naik motor, entah kemana waktu itu saya juga belum tau. Ternyata saya di bawa ke salah satu toko besar di Jogja dan kebetulan disana sedang membutuhkan tenaga kerja. Dia menawarkan saya jika diterima untuk dipekerjakan ditempat itu. What happened? Setelah saya di wawancarai akhirnya saya di tolak dan tidak diterima dikarenakan tidak pernah ada pengalaman sebelumnya. Nasib.......nasib......nasib.......hanya bisa mengelus dada dan sabar.

Melanjutkan perjalanan di hari yang kedua bersama pak kost, pak Hari. Sampailah di sebuah restoran ternama di Jogja tepatnya dibelakang kampus UPN VETERAN YOGYAKARTA, nama Restorannya "DEMIEMAX". Melihat dari penampilan dan cara bicaranya waktu itu nampaknya bos itu orang agamis. Saya mah tidak mau kalah dengan menunjukkan keberanian saya bicara dengan lughat-lughat pesantren. Dia kaget setengah tidak percaya ketika saya menyatakan untuk bekerja disana, saya malah direkomendasikan untuk mengajar anak-anaknya saja.

Dengan tanpa berpikir, saya tolak tawaran itu. Lebih baik saya bekerja. Akhirnya bos itu menerima saya tanpa suatu syarat apapun (saya kaget juga, kok bisa restoran segedek ini menerima saya dengan cuma-cuma, ada apa gerangan) dengan memberikan kebebasan, terserah mau menempati dibidang apa saja disana yang penting jangan kasir. Akhirnya saya menjalani training di hari pertama dengan penuh gembira dan senang hati tapi tetap tidak percaya dengan semua yang terjadi ini. Rasa canggung dan gerogi, bayangkan seorang santri masuk restoran tidak tau harus melakukan apa disana, tidak pernah masuk restoran sebesar ini moro-moro langsung bekerja.

Foto: saya sedang rehat dari pekerjaan

Satu bulan menjalani training, sungguh bagaikan satu tahun lamanya. Tapi ada hal yang bikin suasana ini senang yaitu menerima gaji pertama, gaji pertama sungguh diluar ekspektasi saya. Saya bertanya-tanya kok bisa gaji saya sebesar ini, padahal masih training lho (gak perlu saya sebutin minimal nanti kamu pinjem dong) wkwkwkwk.

Di bulan kedua saya malah dinaikkan pangkat yang awalnya hanya jadi karyawan serabutan menjadi staf pengawas karyawan, saya gak tau istilahnya apa kalau di restoran yang jelas seingat saya jadi pengawas, heheheheh. Saya waktu itu tidak percaya dengan keputusan yang diambil bos itu bahkan saya sempat menentang, melawan dan menolak dengan semua itu. Namun saya juga mikir, kalau saya ngotot bisa jadi di pecat ne saya. Di bulan kedua ini menjadi pengawas karyawan Restoran setiap harinya, bukan berarti bebas tidak bekerja, saya tetap bekerja seperti biasa namun tidak maksimal seperti biasanya.

Semakin hari semakin tidak enak dengan keadaan ini, entah apa yang menjadi keganjalan dan kesalahan dalam diri ini. Semakin tinggi pohon itu maka semakin kencang angin menerpanya. Mungkin slogan itu pas buat saya waktu itu. Dengan hanya bertahan sekitar 3 bulanan akhirnya saya memutuskan untuk memundurkan diri dari pekerjaan itu dengan beberapa pertimbangan dan alasan yang rasional. Alhamdulillah pak bos tidak mengizinkan karena terkait dengan kontrak yang sudah di tanda tangani namun belum diatas materai. Karena tanda tangan itu tidak di atas materai. saya masih punya kuasa untuk mencabut surat kontrak itu begitulah hukum yang berlaku. Kayak anak hukum aja kamu.

Kadang hidup ini susah ditebak. Banyak hal yang kadang bertentangan dengan ekspektasi. Keanehan bisa datang kapan saja tanpa diduga-duga. Hanya Allah lah yang tau dengan skenario hidup ini.

Keep your spirit


Santri Mahasiswa Al-hikam Malang