Belajar Dari Alumni Gontor Ponorogo - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

15 April 2018

Belajar Dari Alumni Gontor Ponorogo

Alumni SIKAGO 1981
Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang menjadi tuan rumah silaturahmi keluarga SIKAGO (siswa Akhir Alumni Gontor) tahun 1981 yang terdiri dari berbagai macam daerah, Aceh, Sulawesi, jakarta, bahkan ada yang dari Brunei Darussalam, Filipina dan lain-lain. Ini merupakan momen yang sangat mengharukan. Bagaimana tidak, perpisahan yang sudah hampir 37 tahun terlewati baru kali ini mereka dipertemukan kembali oleh Allah.

Peserta yang dihadiri kurang lebih 90 peserta, banyak diantara mereka yang merasa terharu campur kaget melihat wajah-wajah teman lamanya yang dulunya masih polos dan lugu dengan kesantriannya. Yang dulunya kurusan, kerempeng dan tidak bergizi, sekarang sudah gemuk dan besar. Terasa suasana ruangan penginapan dipenuhi rasa haru dan gembira yang tiada tara, tak sedikitpun ada suara hening yang dapat dirasakan selama awal pertemuan itu.

Tak bisa saya bayangkan, tiga puluh tujuh tahun lamanya, di tempat yang berbeda-beda dan jauh pula daerahnya, masih begitu besar rasa solidaritasnya dan kekompakannya yang
tentunya sudah tertanam sejak belajar bersama di pondok pesantren Darussalam Gontor Ponorogo. Bagitu tinggi rasa pertemanannya, sehingga dengan tanpa mengurangi rasa hormat sedikitpun mereka sangat antusias sekali menghadiri silaturrahmi tersebut. Umur yang sudah sebagian melebihi 60 an masih begitu semangat mengikuti acara silaturahmi ini. Padahal jika mengacu pada kerentanan badan justru sudah cukup signifikan, ditambah atmosfer malang yang begitu dingin.

Didalam acara ini, dikemas dengan tahlil bersama mendoakan keluarga para alumni yang meninggal maupun yang tidak, juga kebaikan untuk masa depan para alumni, dilanjutkan acara seremonial dengan berbagi cerita masa lalu ketika masih di Ma'had dan outbond training di p-wec malang. Tentu ritual semacam ini tidak asing lagi bagi kalangan Nahdhatul ulama begitu juga dengan Muhammadiyah. Dengan adanya acara ritual tersebut, berharap ada sentuhan hati yang tetap mengikat diantara para alumni, terutama dengan para pendiri dan penerus Gontor Ponorogo. Acara silaturahmi keluarga SIKAGO, siswa Akhir Alumni Gontor, mendapatkan respons baik dari segenap para alumni khususnya alumni tahun 1981 itu. Alumni yang hadir di tempat itu dari berbagai profesi, ada yang menjadi guru, kiai, ustadz, politisi, dan pengusaha. Yang tidak kalah menarik adalah banyak diantara mereka yang sudah bergelar profesor, Doctor. Alumni yang menekuni dibidangnya masing-masing akan lebih efektif dalam memajukan peradaban dunia. Begitulah kira-kira yang patut kita apresiasi dan patut kita contoh dari alumni Gontor Ponorogo ini.

Didalam acara seremonial yang dilanjut dengan cerita bersama dalam mengenang masa lalu waktu di ma'had, banyak cerita unik dan menarik dari para alumni dengan berbagai macam logat dan bahasa yang mereka peragakan. Dengan bahasa Jakarta loe, gua, bagitu banyak mendapatkan perhatian dengan logat ceplas-ceplosnya yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Sehingga suasana ruangan begitu antusias dengan gelak tawa.

Giliran salah seorang alumni, entah dari mana saya kurang tau asal dan nama beliau. Ia menuturkan bahwa banyak hal yang dapat ia rasakan sekarang berkat belajar di ma'had Gontor Ponorogo, tidak hanya soal ilmu pengetahuan tapi soal pengalaman dalam mengabdi yang ia lakukan di Ma'had. Satu hal yang sangat menarik ia telah berkeliling dunia berkat Ma'had, dari sekian banyak negara sudah ditapaki. Ia mengakui bahwa Ma'had benar-benar memberikan warna tersendiri dalam hidupnya. Tidak hanya itu ia sudah menulis buku pentingnya bahasa dalam perspektif ilmu pengetahuan yang masih dalam proses penerbitan.

Diantara para alumni lain, juga berpesan bahwa kita ini masih santri dan masih seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman yang sudah diperoleh dari Ma'had, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, mempererat tali persaudaraan. Jangan sampai hubungan baik ini putus dengan hanya alasan berbagai macam kegiatan yang bersifat duniawi. Di era digital ini, sangatlah mudah untuk tetap menjaga ukhuwah dengan selalu berkomunikasi dan berselancar di dunia maya, namun tetaplah hal paling utama, dan mampu mengikat hati secara konkret dengan tetap duduk bersama dalam satu majelis dan bertatap muka.

Alimni yang satu ini, cukup menarik kalau menurut saya. Beliau dari Aceh, saya sempat berbincang-bincang mengenai pondok pesantren Gontor tempo dulu, bahwa sistem belajar tahun 80 an sudah jauh berbeda dengan zaman sekarang, bagaimana suasana pondok sering diliputi bacaan, membaca Qur'an, buku, dan apapun bacaan yang sekiranya dirasakan dapat membangun karangka berpikir. Zaman dulu tidak terlalu banyak gangguan yang cukup besar, mungkin hanya soal asmara. Tatapi untuk zaman sekarang, segala tantangan dan rintangan sudah mulai masuk berseliweran tanpa mengenal tempat dan waktu. Memasuki dunia global, informasi yang masuk cukup pesat melalui gadget tablet or android smartphone. Sehingga kecenderungan untuk selalu mengikutinya membuat ia lupa akan tujuan hidupnya. Kegiatan belajar zaman dulu sungguh sangat diperhatikan oleh para pengurus, ustadz dan kiai-kiai. Dulu jika ada pelanggaran dan ketahuan tidak ngaji tanpa alasan yang benar maka rotan lah yang menjadi senjata ampuhnya. Sehingga hasil yang didapat dari pendidikan seperti itu tidak lah mengecewakan, dan hasil yang memang sungguh sangat luar biasa.

Tatkala saya berpikir, jika tempo dulu sistem pendidikannya seperti itu, apa ia zaman sekarang harus seperti itu. Bukankah zaman ini sudah serba undang-undang sehingga perlakuan yang melanggar akan dikenakan pasal meskipun itu benar menurut aturan tertentu dan demi mendidik anak-anak. Zaman sekarang sudah beda fase dengan zaman dulu, tentu juga memiliki banyak cara yang lebih elegan dan efektif dalam memajukan pendidikan ini. Karena metode tidak akan habis selama dunia ini masih tegak.

Mari bersama-sama mencari dan menggali potensi pendidikan melalui metode modern tanpa harus mengeliminasi pengajaran tempo dulu. Seperti halnya perkataan, mempertahankan tradisi lama dan mengikuti tradisi modern.

Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang