Mahasiswa Bukan Hambanya Tugas - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

07 Januari 2019

Mahasiswa Bukan Hambanya Tugas



Sejak Sekolah Menengah Atas saya telah membaca tentang beberapa biografi tokoh-tokoh besar baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Tokoh luar negeri saya membaca biografinya Karl Marx, sedangkan dalam negeri saya membaca biografi dua tokoh besar; Gus Dur dan Bung Karno.

Saya melihat ada beberapa kemiripan yang menarik dari tokoh-tokoh di atas, bahwa mereka-mereka itu memiliki minat yang sangat tinggi terhadap membaca buku dan memiliki kecakapan yang sangat mumpuni dalam berdiskusi. Bukan hanya itu, mereka juga memiliki kemampuan yang tidak perlu di ragukan lagi dalam hal tulis-menulis.

Yang lebih menarik lagi adalah Gus Dur. Dua buku yang menceritakan gaya hidup beliau, Otobiografi Gusdur karya Gerg Barton dan Peci Miring karya Aguk Irawan. Diungkapan bahwa ketika beliau menjalani karir pendidikannya selalu dengan biasa-biasa saja. Tidak pernah diceritakan bahwa beliau amat sangat intens belajar atau mengerjakan tugas. Yang beliau lakukan hanya membaca, membaca, dan nonton film. Apalagi ketika masa beliau menjalani studi Strata Satunya di Mesir.

Bung Karno juga demikian, beliau pernah dipenjara di Suka Miskin selama dua tahun. Dengan kondisi kamar lapas yang sempit serta pengap beliau menghabiskan waktunya untuk membaca. Berbeda dari kedua tokoh tersebut adalah kondisi mahasiswa saat ini. Kondisi mahasiswa saat ini sangat memprihatinkan sekali, kisanak!.




Ini menjadi sebuah hal yang sangat miris sekali bagi penulis, sebab awalnya, ketika penulis masih berada di Sekolah Menengah Atas, penulis mengira bahwa dunia perkuliahan itu sangat mengasikkan. Bagaimana tidak! Di sana kebebasan berpendapat tebuka lebar, para mahasiswa tidak terikat oleh buku-buku, mata pelajaran yang cukup menyebalkan itu. Tapi kenyataan yang ada tidak sesuai dengan perkiraan penulis.

Iya betul! Sungguh memprihatinkan. Ketika penulis memasuki dunia perkuliahan, ternyata dugaan itu hanya menjadi semacam hal utopis untuk bisa diwujudkan. Nampaknya teman-teman penulis lebih menggandrungi warung-warung kopi dengan koneksi WI-FI lancar sehingga ketika memutar video atau menyerang musuh tidak tersendat daripada saling berdiskusi tentang suatu topik atau buku.  

Ketika ditanya mengapa tidak membaca buku untuk bahan makalah, mereka malah menjawab “tenang, selama control c dan control v masih bisa digunakan, aman kok” atau ketika mereka aku ajak untuk berdiskusi mereka akan memberikan tanggapan “pendapat orang itu berbeda-beda kamu nggak usah memaksa orang lain untuk sepakat atas pendapatmu”.

Baca juga: Antara Mahasiswa Kupu-kupu dan Mahasiswa Kura-kura
Tampaknya mereka-mereka ini hanya menjadi hamba-hamba tugas yang hanya ingin mendapatkan nilai IPK yang memuaskan yang tanpa mereka sadari jika dengan cara yang semacam itu saja yang mereka lakukan akan berdampak negatif pada diri mereka sendiri dan orang lain. Sebab mereka hanya akan menjadi semacam yang digambarkan oleh Alquran sebagai keledai yang membawa buku di punggungnya. Artinya sia-sia dan rugi.

Bukankah para mahasiswa  ini kelak yang akan menjadi pengganti orang-orang tua saat ini?


Sumber Foto: Geotimes


Baca juga: Halah Ngomong Aja Kok Nggaya......

Baca juga: Benih Heroik mahasiswa PAI 2A 2017