Otokritik Vs Penistaan - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

31 Januari 2019

Otokritik Vs Penistaan


Kebersihan bagian dari iman, kata teman saya. Bagi dia seorang Muslim itu harus bersih lahir bathin demikian juga lingkungan dan tempat tinggalnya. "Tapi kamu lihat, data statistik penduduk Jakarta bilang mayoritas kita adalah Muslim.

Saya ingin tahu, dibanding Singapore apakah Jakarta itu bisa disebut bersih?", tanyanya. Buat saya itu otokritik. Tapi karena dia bawa-bawa agama, saya menyarankan otokritik itu jangan dulu dilempar ke publik karena bisa terpleset jadi penistaan.

Apa itu penistaan? Perbuatan (perkataan dan sebagainya) untuk mencela, membuat aib dan atau menodai. Apakah teman gw dan gw yakin ini juga otokritik yang banyak dilontarkan Muslim lain-- melakukan penistaan terhadap agamanya sendiri dengan mengkritik kebiasaan penganut agamanya itu?


Baca juga: Hal-hal yang Kamu Ketahui Saat Pria Selingkuh

Agama adalah subjek benda. Agama tidak dapat merasakan panas dingin asam asin karena dia kata benda, abstrak pula. Tapi penganut agama punya jeroan dan hati yang dapat tersinggung.

Mereka yang tersinggung ini dilindungi UU negara ini lewat pasal Penistaan Agama tadi. Maka sebuah kritik atau pernyataan tendensius dapat dikenakan pasal penistaan. Jika demikian adanya, bagaimana posisi otokritik?

Dalam Islam otokritik diistilahkan sebagai I’tibar. I'tibar adalah mengambil ibrah (pelajaran/pembelajaran). Ibrah adalah  pemahaman secara kritis dengan mengamati dan tafakur, dimana seseorang akhirnya paham yang benar memang benar, yang salah memang salah. Untuk dapat I'tibar seseorang harus terbuka melihat fakta dan mengolah itu dengan akal lewat kemampuan mengambil ibrah tadi.

Jadi sejatinya Muslim itu bukan seseorang yang anti kritik. Muslim seharusnya bukan orang yang kawatir dengan penistaan dalam sebuah kritik.

Karena penistaan bagi Muslim tidak terdapat dalam kritik atau otokritik. Dalam I'tibar, tiap pernyataan dikaitkan dengan ibrah dan dari manapun datangnya sebuah kritik, Muslim sejati tidak memandang itu sebagai penistaan.

Penulis Estiana Arifin adalah Creative Writer di Author/ Writer dan Bekerja di Public Consulting

Sumber Facebook: Estiana Arifin