Kenapa Perlu Merayakan Maulid Nabi Dan Haul Kyai - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Sabtu, Maret 30, 2019

Kenapa Perlu Merayakan Maulid Nabi Dan Haul Kyai

indogres

Penulis: Shuniyya Ruhama
(Pengajar PPTQ Al Istiqomah Weleri-Kendal dan Murid Mbah Wali Gus Dur)


(Haul Syaikhona Mbah Yai Ahmad Musthofa Bisri)

Atorcator.Com - Haul dilakukan dengan memperingati hari wafat seorang Kyai, bukan karena dzurriyahnya tidak tahu hari kelahiran Kyai tersebut. Priyayi yang diperingati hari lahirnya hanya 3, yakni Kanjeng Nabi Isa AS, Kanjeng Nabi Muhammad SAW, dan Ibu Kartini. Itu karena kelahiran mereka adalah penanda zaman.

Ketika bangsa Yahudi dalam kondisi krisis dalam berbagai hal, kelahiran Nabi Isa membawa pencerahan. Kelahiran Ibu Kartini juga sebagai penanda zaman, bahwa beliau adalah perempuan diketahui pertama mendirikan sekolah bagi perempuan (yang tercatat).

Kanjeng Nabi Muhammad SAW menandai zaman gelap menjadi jaman terang benderang. Minadh dhulumati illan nur. Mulai tidak ada tatanan menjadi ada tatanan.

Kalau Kyai penerus perjuangan Kanjeng Nabi dan sifatnya tidak makshum (terjaga dari dosa). Selama Kyai masih hidup, maka tugasnya belum selesai. Tidak ada jaminan bagaimana akhir kehidupannya. Baru setelah beliau tutup usia, jika disaksikan khidmahnya untuk umat maka baru dihauli.


Kyai itu alladzina yandzuruna ilal ummah bi’aynir rohmah (melihat orang lain dengan kacamata kasih sayang). Jadi entah ilmunya banyak atau tidak kalau penuh kasih sayang itu Kyai. Jadi tidak heran jika Kyai itu bisa jadi Puskesmas, Biro Jodoh, Guru Ngaji, Cari Hutangan, Pertanian, dll.. Itu bisa dilakukan karena kasih sayang.

Ulama-Ulama sholih terdahulu sudah mulai langka. Jaman dulu, Kyai Besar sekalipun tidak pernah gengsi / malu menyatakan tidak tahu. Sebagai misal Kyai Basyir Kudus jika ditanya tafsir ayat tertentu, beliau akan meminta supaya bertanya kepada Kyai Sya’roni.

Begitu juga Kyai Sya’roni apabila diminta ijazahan amalan tertentu akan mengatakan tidak tahu dan meminta supaya ijazahan kepada Kyai Basyir sebagai ahlinya.

Berbeda dengan sekarang ini, banyak Ustadz yang ditanya apapun bisa menjawab pertanyaan tersebut. Karena mereka belum faham, bahwa mengatakan “tidak tahu” itu bagian dari ilmu. Sehingga banyak jawaban dari pertanyaan itu asal-asalan, tidak berdasarkan ilmu.

Sebab, belajarnya melalui internet yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sanadnya hingga Kanjeng Nabi. Sanadnya terputus dari Google. Tahu syariat dari Google, tahu ilmu agama dari Google. Apa kata Google itulah yang disampaikan kemana-mana. Mengutip dari ayat Al Quran dan Hadits secara sembarangan, karena memang tidak tahu ilmunya.