Ngopi Bareng Mbah Maimoen - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

13 Maret 2019

Ngopi Bareng Mbah Maimoen

NU.or.id

Oleh: Sunardian Wirodono

Tidak mudah menemui Kyai Haji Maimoen Zubair, alias Mbah Maimoen (91). Untuk bisa bertemu dengan beliau, kami yang bukan apa-apa ini harus menunggu berhari-hari, bahkan dua kali kedatangan ke pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang dalam bulan yang berbeda.

Waktu itu, dua tahun lalu kami mengerjakan proyek program dokumenter dari Falcon, untuk profil kyai-kyai pemilik pondok pesanstren di Jawa-Madura. Bukan pekerjaan ringan, karena tak mudah menemui para kyai sepuh dan kharismatik, yang tak butuh publisitas. Sementara sebagai kerja proyek, kami dibatasi waktu.

Ke Rembang kedua kalinya, setelah kunjungan pertama beberapa bulan sebelumnya nihil, ada harapan diterima Mbah Maimoen. Dua hari kami tunggu. Mas Hakim, temen saya yang anak pesantren dan ngerti bahasa Arab, sudah seharian saya minta nongkrongin ndalem Mbah Maimoen. Sampai akhirnya lampu hijau untuk kami ketemu. Tetamu Mbah Maimoen yang ngaudubillah ngantri.

Baca juga: KH. Maimun Zubair dan KH. Thoifur Ali Wafa dengan Pilihan Politik yang Berbeda

Beberapa santri, yang selalu berada di kanan-kiri, depan-belakang Mbah Maimoen banyak banget. Kamera di tangan selalu diawasi mereka. Kesempatan untuk coverage suasana beberapa kali ditegur.

Sampai akhirnya giliran kami pun tiba. Bermuka-muka dengan Mbah Mainum. Kopi panas sudah tersedia di meja. Dan ketika saya hendak membuka dengan pertanyaan, Mbah Maimoen menyergahnya, menyilakan kami, "Monggo, diunjuk dulu kopinya,..."

Dimanggakke mbah kyai sepuh itu, dan duduk sejajar, sementara para santrinya belum tentu dapat keistimewaan itu, membuat kami tergetar. Haru. Karena siapa sih kami ini? Rasanya kayak nonton video Raffi Ahmad Fauzi berteriak manggil 'Bapak" pada Jokowi, terus kemudian menggelendot pada Sang Presiden.

Setelah mencecap kopi yang nikmat luar biasa, kami hanya spik-spik kecil. Belum sampai interview, dan tak lebih tujuh menit, kami harus keluar dari ruangan itu. Karena ada penggede mau datang. Saya dan Mas Hakim kembali jadi penonton di pinggiran.

Yang terdahsyat mengesankan saya, wajah Mbah Maimoen yang adem. Menenangkan. Alis Mbah Maimoen, bagian yang paling menggetarkan. Kyai Sepuh itu sangat berwibawa, dan sakti. Kharismatik. Tuhan memberkatimu, Mbah Maimoen.