Boleh Kok Pilih PSI atau PKS, Karena Keduanya Punya Beberapa Ide Segar - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

11 April 2019

Boleh Kok Pilih PSI atau PKS, Karena Keduanya Punya Beberapa Ide Segar

portalislam

Penulis: Haryo Setyo Wibowo

#Catatan Mat Dogol (220)


Atorcator.Com - Hanya ada 2 partai yang hingga kini idenya mampir ke memori saya, PKS dan PSI. Mampir artinya menarik dan saya bisa bersepakat dengan beberapa catatan. Mungkin karena lebih konsentrasi ke pilpres, partai lainnya hampir tidak ada yang memberikan gagasan yang segar, baru, dan menarik untuk dicermati.

Malangnya, kita tidak pernah benar-benar memikirkan ide individu atau kelompok sebelum terang benar semangat apa yang melandasinya. Sinisme dan nyinyirisme yang kita kedepankan.

Perda syariah, misalnya. Apa yang sebenarnya ditolak PSI? semua itemnya atau hukum yang melandasinya? Hal yang harus kita pahami, bagaimanapun juga agama memang rawan jika dibawa ke dalam pertarungan politik saat menentukan atau merumuskan peraturan.

Ambil contoh saat mengatur perda tentang pelacuran. Apa yang sebenarnya kita sasar, lingkungan yang bersih dari penyakit masyarakat, perdagangan manusia, ataukah bahwa hal tersebut merupakan sebuah dosa?

Efektifitasnya atau penamannya sebagai "perda syariah" yang lebih penting? Perda tentu lain dengan produk perbankan berlabel syariah, misalnya, kita bisa bersepakat karena segmented.

Jauh sebelum PSI mengusulkan, para sarjana kita, Syafii Maarif salah satunya, pernah mengatakan bahwa kita tidak memerlukan perda syariah. Dalam pandangannya toh sudah ada KUHP, tinggal pelaksanaanya saja perlu diperiksa, sudah sesuai atau belum?

Logikanya begini, agama apa pun tentu tidak setuju atau mendukung praktik (pelacuran) tersebut. Ini bukan soal kalah menang satu agama secara kelembagaan. Tapi penyebutan perda yang obyeknya beragam latar belakang keyakinan sebagai perda syariah, kelak akan menyuburkan politisasi agama.

Berikutnya usulan PKS soal penghapusan pajak kendaraan roda dua (<150cc). Selain masuk juga brilian. Hehehe... begini, kita itu kadang naif tapi tanpa sadar. Kita sering otomatis menganggap itu cara licik, hanya karena PKS yang usul.

Coba bayangkan kalau kebijakan itu diambil pemerintah. Apakah kita akan menolak atau justru menerimanya dengan gembira seperti saat pemerintah mengumumkan jumlah pendapatan tidak kena pajak?

Motor dengan cc kecil (150cc<) saat ini tak ada beda dengan sepeda di masa lalu. Karena sudah bukan barang mewah lagi. Kebijakan tersebut sebenarnya dapat menjadi insentif.

Di satu sisi mendukung aktivitas si pemakai, di sisi lain meringankan beban pemerintah yang harus bertanggung jawab dalam menyediakan transportasi publik. Lagi pula, bebas pajak motor tidak kemudian membuat pemerintah kehilangan pendapatan dari motor kok.

Bayangkan saja saat membeli sudah terkena pajak pembelian kendaraan, saat ganti onderdil sparepartnya berpajak, isi bensin tiap hari pun kena pungutan bbm (entah besarannya berapa), dan service kendaraan pun kena pajak.

Ada hal yang lebih prinsip sebenarnya. Pajak itu kan soal mekanisme saja. Mau bayar sekarang apa nanti. Secara administrasi, bisa saja dibayarkan di awal untuk 5 tahun pertama. Keuntungannya, mengeliminir tidak atau telat bayar pajak.

Setelah 5 tahun? Pajak tambahan yang lebih mahal karena memelihara motor yang emisinya lebih mencemari dibandingkan motor baru. Lagi pula kendaraan bermotor sudah memasuki masa jenuh. Banyak orang merasa tidak perlu membeli karena ada ojol dan mulai membaiknya transportasi publik.

Dari sisi pemerintah seharusnya ada langkah maju saat membicarakan kebijakan tersebut. Sebisa mungkin mulai memasukkan jalan dan lingkungan sebagai dasar pengenaan pajak. Boleh saja kita setuju dengan penghapusan pajak motor. Tapi ingat, bagaimana pun kecilnya kendaraan, tetap membebani jalan dan lingkungan.

Idealnya, pajak kendaraan harus digunakan sepenuhnya untuk membiayai jalan. Toh dasar pengenaan pajak untuk kendaraan kelas tertentu juga menggunakan tonase, karena "daya merusaknya" lain.

Perlu disebut kemudian prinsip "pencemar harus bayar".

Intinya, pajak motor bisa saja bebas, tapi tetap harus dikenakan pajak penggunaan jalan dan pencemaran lingkungan. Risikonya memang akan lebih mahal. Filosofinya, pajak yang dibayarkan hasilnya harus untuk mengongkosi perbaikan jalan dan perbaikan lingkungan.

Prakteknya kan tidak seperti itu. Dimana kantong uang pemerintah itu sakunya banyak cuma ada di satu baju. Untuk beragam pengeluaran tetap akan "salah ambil" 😜

Mat Dogol

Jurkam Ndomie Untuk Semua

(Sumber Status Facebook Haryo Setyo Wibowo)