Masyarakat Arab Sudah Bosan dengan Konservatisme dan Militansi Agama - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

03 April 2019

Masyarakat Arab Sudah Bosan dengan Konservatisme dan Militansi Agama

liputanislam

Penulis: Sumanto Al Qurtuby


Atorcator.Com - Sejak beberapa tahun tinggal dan mengajar di Arab Saudi, saya gunakan waktu sebaiknya-baiknya untuk menggali berbagai informasi, perkembangan, dan perubahan kontemporer, khususnya di bidang keagamaan dan sosial-budaya, yang terjadi di kalangan masyarakat Arab, bukan hanya masyarakat Arab Saudi saja tetapi juga masyarakat Arab lain di Timur Tengah.

Kebetulan murid-muridku bukan hanya dari Saudi saja tetapi juga dari berbagai "negara Arab" di kawasan Arab Teluk / Jazirah Arab, Levant (Syam), Afrika Utara, dan Afrika Barat. Sehingga saya banyak belajar dari mereka. Bukan hanya dari mahasiswa, saya juga banyak belajar dan menggali informasi dari kolega dan sesama dosen Arab dari berbagai kawasan. 

Kesan dan pengamatan saya, dari sekian banyak negara / kawasan Arab (ada sekitar 22 "negara Arab" di Timur Tengah dan Afrika), Saudi yang paling konservatif, kemudian disusul Qatar. Saya sendiri tidak heran kenapa Saudi (dan kemudian Qatar) yang terkesan paling konservatif.

Hal itu tidak lain karena kedua negara ini menerapkan Mazhab Hanbali dan banyak diinspirasi dari pandangan "Wahhabiyah". Negara-negara mayoritas Muslim lain yang menerapkan mazhab di luar Hanbali rata-rata lebih fleksibel dan elastis. Misalnya, hanya di kedua negara ini saja masalah hijab dianggap puuueenting sekali. Di kawasan lain tidak, kecuali Iran. 

Dalam sejarah Islam Sunni (Syiah, Ibadiyah dan lainnya punya sejarah sendiri), Mazhab Hanbali (diambil dari nama pendirinya, Ahmad bin Hanbal yang hidup di antara abad 8-9 M) beserta turunannya ("Hanbaliyah") dikenal sebagai mazhab yang sangat saklek, kaku, dan tekstualis, cukup kontras dengan mazhab-mazhab lain dalam hukum Islam. Menurut mazhab Hanbali, semakin tekstualis dan leterlek dalam memahami ayat dan hadis, semakin baik dan mendekati kebenaran.

Kerigidan mazhab Hanbali itu lantaran mazhab ini dikenal sangat minim dalam menggunakan fungsi rasio dan akal-pikiran dalam memahami teks, ajaran, doktrin, dan wacana keislaman. Pengikut mazhab ini menggunakan "prinsip pokoknya": pokoknya begini. Titik. Nggak pakai koma.

Umat Islam masa kini yang berpandangan kaku-njeku, termasuk di Indonesia, rata-rata dari golongan Mazhab Hanbali dan "Hanbaliyah" ini. Kelompok Salafi modern atau "neo-Salafi" juga banyak dari mazhab ini. Kelompok Wahabi juga bermazhab Hanbali. Makanya jangan heran kalau pandangan mereka kaku-njeku kaya tiang listrik dikulkasin.
  
Menariknya, Saudi dan Qatar sebagai negara "penyangga utama" Mazhab Hanbali sejak beberapa tahun silam sudah berubah. Keduanya kini sudah sangat fleksibel dan elastis dalam hal beragama dan berbudaya. Sejak beberapa tahun silam, Saudi menggemakan pentingnya "Islam moderat" (wasatiyyah) dan mengucilkan kelompok konservatif ekstrim. 

Sedangkan Qatar sudah berubah cukup lama. Gerakan reformasi kultural-agama di Qatar lebih duluan ketimbang Saudi. Sejak 2008 misalnya Qatar membolehkan umat Kristen (yang berjumlah sekitar 13%) untuk mendirikan gereja di atas lahan yang dihibahkan oleh pemerintah. Berbagai umat Kristen: Katolik, Anglikan, Ortodoks Suriah, Mormon, dlsb, cukup aktif disini. Pemerintah Saudi juga konon akan membuka gereja di Jeddah. Begitu pula sikap terhadap umat agama lain, khususnya Hindu karena ada banyak imigran dari India dan Sri Lanka.

Sikap kedua negara terhadap komunitas Syiah (yang berjumlah sekitar 15-20%) juga sudah berubah cukup drastis. Di Qatar, sejumlah tokoh Syiah bahkan menduduki jabatan sebagai menteri negara. 

Saudi juga gencar melakukan reformasi kultural-agama. Misalnya, "Polisi Syariat" yang dulu suka menjadi "malaikat" di jalan-jalan nangkepi atau nyabetin orang-orang yang nggak berhijab atau nggak salat saat salat tiba, kini sudah dibekukan dan dibonsai perannya (beda dengan Aceh yang lagi ngetren).

Berbagai aktivitas yang dulu diharamkan (dengerin musik, lihat pilm di teater, dlsb) kini dibuka lebar-lebar. Pula, warisan-warisan kultural-sejarah-arkeologis yang dulu "dikapirkan", kini dibuka lebar-lebar.

Tampaknya mereka memang sudah bosan sekali dengan konservatisme, kekolotan, dan militansi agama yang justru menjauhkan mereka dari pergaulan dengan peradaban dunia. Ironisnya, konservatisme, kekolotan, kekakuan, dan militansi keislaman itu kini malah diadopsi dengan riang-gembira oleh rombongan "keledai mendem" di Endonesah.


Jabal Dhahran, Jazirah Arabia

Baca juga