![]() |
pxhere |
Penulis: Marlis
Afridah
Atorcator.Com -
Hari ini aku bahagia sekali untuk siapapun sesama warga negara
Indonesia yang bisa merayakan kebebasan berekspresi sehari-hari sebagaimana
dijamin oleh undang-undang. Kebebasan berekspresi itu di antaranya adalah
kebebasan untuk mendeklarasikan pilihan capres-cawapresnya ke publik, bahkan
mengkampanyekan pilihannya secara terbuka dalam beberapa bulan terakhir.
Percayalah, itu nikmat yang sangat besar!
Buatku tidak
terlalu penting siapa yang mereka pilih dan kampanyekan. Yang lebih penting
adalah, fakta bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia sudah amat sangat jauh
lebih baik sejak era reformasi. Ini berkah demokratisasi, dimana pandangan dan
pendapat setiap individu -suka atau tidak suka- dianggap penting. Terutama bagi
orang-orang terpinggirkan, termarginalkan, tertinggal dalam politik negeri,
apalagi yang mereka punya kalo bukan ‘suara’. Buatku, itu nilai kemanusiaan
yang begitu tinggi.
Melihat
kebebasan berekspresi sedemikian rupa diopresi di beberapa negara secara
struktural dan sistematis, aku hanya bisa mensyukuri sebesar-besarnya realitas
Indonesia kita hari ini. Rasa syukur itu ku-ekspresikan dengan membela hak
setiap warga negara untuk jadi diri sendiri yang otentik, untuk bebas
berekspresi tanpa takut dihakimi, bahkan sekalipun jika pandangan dan pendapat mereka
berbeda denganku. Mudah-mudahan bisa konsisten sehari-hari.
Kebebasan
berekspresi yang dijamin undang-undang adalah karunia besar bagi kita semua.
Meskipun dalam implementasinya di Indonesia masih banyak kekurangan disana
sini. Aku tidak menutup mata dari sekian banyak pembubaran diskusi, pembubaran
nobar, kriminalisasi para aktivis lingkungan, kriminalisasi lawan politik, dll.
Tapi mari kita jujur, minimal kita tidak seperti Iran, Saudi Arabia, Vietnam,
dan beberapa negara lain yang tidak malu-malu memilih jadi ‘otoriter’.
Dengan
kebebasan berekspresi di alam Indonesia yang dijamin oleh undang-undang, aku
paham betul ada orang-orang, mungkin juga banyak orang, yang tidak bisa
mengekspresikan pikiran dan pendapatnya dalam banyak hal -seringkali hal2 yang
sebenarnya sangat krusial bagi mereka- secara terbuka. Bukan karena diopresi
oleh negara, tapi karena tuntutan menjaga perasaan kanan kiri, keluarga, guru,
tetangga, pimpinan di tempat kerja, dll.
Hatiku bersama
mereka semua yang berjuang menahan diri, menekan ego pribadi, demi menjaga
keseimbangan hubungan baik di antara sesamanya. Sungguh perjuangan yang berat
dan tidak mudah, disaat kebebasan berekspresi bahkan secara struktural dijamin
oleh undang-undang. Ternyata ada saja, bahkan mungkin banyak, orang-orang yang
‘mati kutu’ oleh sebab ‘power relations’ yang tidak imbang di antara sesama
warga negara.
Mungkin memang
begitulah kehidupan dengan segala kompleksitasnya. Pada titik inilah tepatnya
aku ingin mensyukuri dan merayakan sikap politik (sekali lagi sikap politik,
bukan pilihan capres-cawapres) seorang ulama sepuh yang rasanya makin hari
makin kucintai, KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), yang sependek pengetahuanku,
memutuskan untuk tidak mendeklarasikan pilihan politiknya ke publik di Pemilu
2019.
Sikap beliau
telah menjadi payung bagi individu-individu yang gelisah, bahwa ternyata valid
loh untuk tidak mendeklarasikan pilihan capres-cawapres ke publik di tengah
masifnya arus deklarasi oleh warga negara di media sosial, sehingga yang tidak
deklarasi malah jadi seperti ‘tidak normal’ dan aneh - minimal di lingkup
pergaulannya.
Sikap politik
Gus Mus menghibur siapapun yang berada di posisi sulit dalam Pemilu 2019 ini,
karena tekanan power relations yang tidak imbang dari kanan kiri. Sikap beliau,
mengakomodir orang-orang yang ‘marginal’, memberi legitimasi bahwa “sah-sah
saja loh tidak menyuarakan pilihanmu (jika ada), ini ada Ulama yang bisa kamu
rujuk juga (jika kamu Muslim dan mempertimbangkan sikap politik guru-gurumu
sebagai rujukan sikap politikmu)”.
Semoga
kebebasan berekspresi tetap dan akan semakin subur di negeri ini. Agar Chebbie
dan Pretty tetap bebas mengekspresikan preferensi politiknya. Agar kita semua
merayakan kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa rasa takut. Agar ketimpangan
power relations, minimal hanya terjadi di unit-unit kecil saja, jangan di level
negara, karena jika terjadi di level negara, sungguh berat bagi semua, kita
sudah pernah mengalami masa kelam itu dalam sejarah republik.
Ya Allah,
terimakasih atas rahmat dan karuniamu untuk negeri ini. Maafkan segala
kesalahan kami dan maklumi kami. “Jangan Engkau kuasakan atas kami -karena
dosa-dosa kami- pemimpin yang tidak takut kepada-Mu dan tidak mempunyai belas
kasihan kepada kami.”
Selamat
merayakan pesta demokrasi untuk Indonesia, bagi yang memilih, bagi yang tidak
memilih, my heart is with all of you no matter what 🙏🏻😘
#PemiluDamai
#IndonesiaDamai
Sumber: Status Facebook Marlis Afridah