Mensyukuri Kebebasan Berekspresi - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

17 April 2019

Mensyukuri Kebebasan Berekspresi

pxhere

Penulis: Marlis Afridah

Atorcator.Com - Hari ini aku bahagia sekali untuk siapapun sesama warga negara Indonesia yang bisa merayakan kebebasan berekspresi sehari-hari sebagaimana dijamin oleh undang-undang. Kebebasan berekspresi itu di antaranya adalah kebebasan untuk mendeklarasikan pilihan capres-cawapresnya ke publik, bahkan mengkampanyekan pilihannya secara terbuka dalam beberapa bulan terakhir. Percayalah, itu nikmat yang sangat besar!

Buatku tidak terlalu penting siapa yang mereka pilih dan kampanyekan. Yang lebih penting adalah, fakta bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia sudah amat sangat jauh lebih baik sejak era reformasi. Ini berkah demokratisasi, dimana pandangan dan pendapat setiap individu -suka atau tidak suka- dianggap penting. Terutama bagi orang-orang terpinggirkan, termarginalkan, tertinggal dalam politik negeri, apalagi yang mereka punya kalo bukan ‘suara’. Buatku, itu nilai kemanusiaan yang begitu tinggi.

Melihat kebebasan berekspresi sedemikian rupa diopresi di beberapa negara secara struktural dan sistematis, aku hanya bisa mensyukuri sebesar-besarnya realitas Indonesia kita hari ini. Rasa syukur itu ku-ekspresikan dengan membela hak setiap warga negara untuk jadi diri sendiri yang otentik, untuk bebas berekspresi tanpa takut dihakimi, bahkan sekalipun jika pandangan dan pendapat mereka berbeda denganku. Mudah-mudahan bisa konsisten sehari-hari.

Kebebasan berekspresi yang dijamin undang-undang adalah karunia besar bagi kita semua. Meskipun dalam implementasinya di Indonesia masih banyak kekurangan disana sini. Aku tidak menutup mata dari sekian banyak pembubaran diskusi, pembubaran nobar, kriminalisasi para aktivis lingkungan, kriminalisasi lawan politik, dll. Tapi mari kita jujur, minimal kita tidak seperti Iran, Saudi Arabia, Vietnam, dan beberapa negara lain yang tidak malu-malu memilih jadi ‘otoriter’.

Dengan kebebasan berekspresi di alam Indonesia yang dijamin oleh undang-undang, aku paham betul ada orang-orang, mungkin juga banyak orang, yang tidak bisa mengekspresikan pikiran dan pendapatnya dalam banyak hal -seringkali hal2 yang sebenarnya sangat krusial bagi mereka- secara terbuka. Bukan karena diopresi oleh negara, tapi karena tuntutan menjaga perasaan kanan kiri, keluarga, guru, tetangga, pimpinan di tempat kerja, dll.

Hatiku bersama mereka semua yang berjuang menahan diri, menekan ego pribadi, demi menjaga keseimbangan hubungan baik di antara sesamanya. Sungguh perjuangan yang berat dan tidak mudah, disaat kebebasan berekspresi bahkan secara struktural dijamin oleh undang-undang. Ternyata ada saja, bahkan mungkin banyak, orang-orang yang ‘mati kutu’ oleh sebab ‘power relations’ yang tidak imbang di antara sesama warga negara.

Mungkin memang begitulah kehidupan dengan segala kompleksitasnya. Pada titik inilah tepatnya aku ingin mensyukuri dan merayakan sikap politik (sekali lagi sikap politik, bukan pilihan capres-cawapres) seorang ulama sepuh yang rasanya makin hari makin kucintai, KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), yang sependek pengetahuanku, memutuskan untuk tidak mendeklarasikan pilihan politiknya ke publik di Pemilu 2019.

Sikap beliau telah menjadi payung bagi individu-individu yang gelisah, bahwa ternyata valid loh untuk tidak mendeklarasikan pilihan capres-cawapres ke publik di tengah masifnya arus deklarasi oleh warga negara di media sosial, sehingga yang tidak deklarasi malah jadi seperti ‘tidak normal’ dan aneh - minimal di lingkup pergaulannya.

Sikap politik Gus Mus menghibur siapapun yang berada di posisi sulit dalam Pemilu 2019 ini, karena tekanan power relations yang tidak imbang dari kanan kiri. Sikap beliau, mengakomodir orang-orang yang ‘marginal’, memberi legitimasi bahwa “sah-sah saja loh tidak menyuarakan pilihanmu (jika ada), ini ada Ulama yang bisa kamu rujuk juga (jika kamu Muslim dan mempertimbangkan sikap politik guru-gurumu sebagai rujukan sikap politikmu)”.

Semoga kebebasan berekspresi tetap dan akan semakin subur di negeri ini. Agar Chebbie dan Pretty tetap bebas mengekspresikan preferensi politiknya. Agar kita semua merayakan kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa rasa takut. Agar ketimpangan power relations, minimal hanya terjadi di unit-unit kecil saja, jangan di level negara, karena jika terjadi di level negara, sungguh berat bagi semua, kita sudah pernah mengalami masa kelam itu dalam sejarah republik.

Ya Allah, terimakasih atas rahmat dan karuniamu untuk negeri ini. Maafkan segala kesalahan kami dan maklumi kami. “Jangan Engkau kuasakan atas kami -karena dosa-dosa kami- pemimpin yang tidak takut kepada-Mu dan tidak mempunyai belas kasihan kepada kami.”

Selamat merayakan pesta demokrasi untuk Indonesia, bagi yang memilih, bagi yang tidak memilih, my heart is with all of you no matter what 🙏🏻😘

#PemiluDamai

#IndonesiaDamai

Sumber: Status Facebook Marlis Afridah