Sekolah Kita yang Kejam - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Jumat, April 12, 2019

Sekolah Kita yang Kejam

wowkeren

Penulis: Arif Maftuhin


Atorcator.Com - Saya sebenarnya mau menulis ini sebelum kasus Audrey itu. Sebab saya menulis karena apa yang saya dengar dari dua anak saya. Perempuan, satu di SD dan satu di SMP.

Awalnya si kecil cerita soal "persahabatannya" dengan dua temannya, sebut saja A dan B. Mereka bertiga, menjadi semacam trio "sahabat". Tetapi dia merasa salah satu temannya itu, si B, hanya - dalam bahasa anakku - "memanfaatkan otakku dan A". Nah, saat si B tidak masuk, anakku dan A membahas soal itu dan mereka berniat "putus" saja. Ya, itu kata yang dia gunakan, putus. Seperti orang pacaran itu.

Saya bilang ke anak saya, nggak perlu putus... Tetapi juga jangan eksklusif begitu. Semua teman adalah "sahabat". Dia bilang tidak bisa. Hampir semua anak di kelasnya itu punya "sahabat" begitu. Yang lebih bermakna "geng", sebenarnya. Anakku bilang, "aku tu nggak mau jomblo." Duh, ini lagi. Istilah jomblo untuk mereka yang tidak punya geng.

Perlu diketahui, anak saya sekolah di sekolah Islam yang memisahkan laki-laki dan perempuan. Jadi, ini murni urusan persahabatan dan pemakaiannya yang menurut saya lebih rumit daripada yang saya bisa pahami.

Percakapan kami didengar kakaknya yang SMP. Saya tanya ke dia, apa yang begitu juga terjadi di sekolahnya. Kecenderungan anak untuk bikin geng berbungkus "sahabat" itu. Si kakak mengiyakan. Bahkan lebih parah karena terkadang menjurus ke solidaritas yang memicu kekerasan antar teman, baik yang verbal maupun mental. Si kakak bahkan bercerita sambil terisak. Nangis tetapi ia tetap berusaha menjelaskan dengan rinci dunia pergaulan anak sekarang. Anak saya memegang teguh pesan kami agar berteman dengan semua orang. Tak perlu teman khusus atau ngegeng. Ia tegar tetapi ia juga sedih karena sikap begitu tidak populer. Ia, dalam bahasa si adik, menjadi jomblo. Tak punya sahabat dan rentan menjadi korban fitnah yang disebarkan geng geng yang tidak menyukainya.

Dari diskusi saya dengan dua anak saya itu, saya koq ngeri sekali melihat sekolah sekarang. Geng (sahabat) itu sudah seperti tribalism Arab pra Islam. Orang yang dikeluarkan dari suku sama dengan dihukum mati. Dia tidak punya "wali" yang melindungi civil rightnya.

Jadi, kembali ke kasus Audrey, itu hanya secuil buah dari kejamnya struktur sosial di sekolah kita. Istri saya guru SMA, belum lama ini juga harus berurusan dengan kasus "tribalism" di sekolahnya. Geng yang lebih mengerikan lagi dari apa yang diceritakan dua anak saya di level SD dan SMP.

Saya jadi ingin ketemu dan ngobrol dengan Bu Novi Candra yang punya Gerakan Sekolah Menyenangkan. Solusi masalah ini, salah satunya, ada di gerakan beliau. Dan kita semua harus turun tangan. Jangan hanya meratapi Audrey dan berhenti di status facebook. Kita mulai?


Sumber: Status Facebook Arif Maftuhin