Antara Pribadi dan Agama Nabi Saw - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

21 Mei 2019

Antara Pribadi dan Agama Nabi Saw

Ilustrasi foto (Prabowo, Usttaz Yusuf Martak, Dahnil)
 Penulis: Moh Musa

Atorcator.Com- Para ustad dan ulama abal-abal kubu 02 pernah atau bahkan mungkin sering ngotot dan berapi-api berteriak di mimbar bahwa Nabi saw tak pernah marah jika pribadinya dihujat dan dihina, dan bahwa beliau baru akan naik pitam serta mencabut dan menghunus pedang jika agamanya dihina.

Para jemaahnya jelas takjub lalu menggemakan takbir sembari mengacungkan tinjunya mendengar ucapan dan "pencerahan" itu. Mereka pasti menganggapnya sebagai kalimat suci yg memancar dari langit ke tujuh.

Padahal, anggapan demikian jelas ngaco. Nabi saw tak pernah dihina kepribadiannya. Pribadi beliau dipuja dan disanjung oleh semua orang yg mengenalnya sehingga semua menjulukinya al-Amin (Sang Terpercaya).

Beliau baru dihina dan bahkan diludahi dan dilempar kotoran unta setelah mendeklarasikan agamanya. Beliau diperlakukan sbg sampah brengsek oleh kaum musyrik semata-mata karena agamanya,  karena ajarah tauhidnya, karena ajaran pembebasannya.

Dan untuk semua itu beliau tetap sabar. Beliau baru angkat senjata ketika komunitasnya sudah atau akan diserang atau terancam secara fisik, itupun setelah beliau punya kekuatan.

Kemudian, setelah semakin kuat, beliau dan atau para sahabatnya melancarkan serangan ke pihak-pihak lain bukan dalam rangka ekspansi militer lalu memaksa umat lain agar memeluk Islam, melainkan sebagai "PBB" yg membela kaum demi kaum yg beliau pandang tertindas. Beliau dan para sabahatnya membawa misi pembebasan, bukan pemaksaan. Karena itu, tak ada catatan sejarah pasukan Islam memaksa umat lain memeluk Islam. Pasukan Islam hanya menaklukkan para penguasa di negeri-negeri lain semata-mata agar masyarakat di sana bisa menikmati kebebasan dan menentukan pilihan, termasuk memilih agama Islam.

Pada zaman itu, banyak agama dan kepercayaan dijadikan alat politik untuk melestarikan dominasi penguasa, termasuk para bangsawan musyrik Mekkah. Mereka menjadikan kesyirikan sebagai alat politik belaka.

Karena itu, di masa sekarangpun, siapapun yang menjadikan Islam sebagai alat kekuasaan, bukan sbg alat pembebasan maka dia sama persis dengan ulah kaum musyrik, meskipun dia gemar berjubah, berserban, dan meneriakkan takbir dan kalimat tauhid.


(coretan menjelang Subuh)