Khubab Al-Mundzir: Pemilik Strategi Brilian Kemenangan Perang Badar - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

24 Mei 2019

Khubab Al-Mundzir: Pemilik Strategi Brilian Kemenangan Perang Badar

Ilustrasi foto (Liputan6)
Penulis: KH. DR. Miftah el-Banjary, MA 

Atorcator.Com - Sama sekali tak ada ketakutan pada raut wajah mereka. Menjadi syahid dalam peperangan Badr adalah hal yang sangat diidamkan oleh setiap Muslim. Pasukan itu dipimpin langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama para sahabat tercintanya.

Jumlah kaum muslimin memang masih belum banyak. Mereka hanya berjumlah 313 orang dengan peralatan persenjataan yang seadanya. Bahkan, ada satu ekor unta atau kuda yang ditunggangi dua hingga tiga orang. Namun demikian, semangat juang mereka menegakkan kalimat Allah kian berkobar-kobar.

Pepeperangan Badr merupakan perang terbuka terbesar pasca hijrah di tahun ke-2 Hijrah. Meski sebelumnya, sudah pernah berlangsung penyerangan kecil-kecilan yang hanya melibatkan puluhan orang pada tahun ke-1 Hijriyyah, baik yang dipimpin oleh Rasulullah secara langsung atau hanya sahabat saja.

Pemicu peperangan Badr disebabkan fitnah yang dihembuskan oleh Abu Sufyan terhadap warga Musyrikin Makkah yang menyatakan bahwa dia dan kafilah dagangnya dirampok oleh kaum muslimin sewaktu melewati jalur Madinah.

Laporan Abu Sufyan memicu kebangkitan gelora kemarahan besar dari elite kafir  Quraisy, semisal Abu Jahal dan Abu Lahab serta tokoh pemuka Quraisy lainnya hingga mereka mempersiapkan kekuatan 1.000 pasukan untuk menyerang Madinah. Kekuatan itu juga ditambah dengan kekuatan pasukan dan persenjataan yang lebih lengkap dari belbagai koalisi dari suku-suku Arab Yahudi.

Rasulullah dan para sahabat yang mendengar info penyerangan itu segera bergegas mempersiapkan pasukan untuk mempertahankan kota. Dengan jumlah kecil dan peralatan perang seadanya terhimpunlah kekuatan sebanyak 313 orang pasukan.

Bertepatan pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-2 hijrah, perang Badar terjadi dalam sejarah peradaban Islam sebagai perang pertama terbesar dan perang yang dimenangkan kaum muslimin dengan jumlah pasukan paling sedikit jumlah personilnya.

Rasulullah pun mengarahkan pasukannya menuju bukit Badar. Sebuah bukit yang berada di dekat kota Madinah. Namun sayangnya, masih ada beberapa pasukan yang lebih menyarankan Rasul untuk menunggu kafilah dagang Abu Sufyan saja. Hingga muncullah teguran dari Allah:

وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللَّهُ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ أَنَّهَا لَكُمْ وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ اللَّهُ أَن يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكَافِرِينَ

"Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir." (QS al-Anfal: 7)

Setelah turunnya ayat teguran itu, semakin menggelorakan semangat jihad kaum muslimin hingga mereka pun bersepakat untuk tetap berangkat menuju mata air Badar dan mengabaikan kafilah dagang Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan.

Setibanya di mata air Badar, Rasulullah pun memerintahkan pasukannya untuk mencari posisi yang tepat sebagai pos pertahanan mereka. Rasulullah kemudian menjadikan lembah badar sebagai pos pertahanan mereka. Yakni tepatnya di sumur pertama yang dilalui mereka.

Namun, datanglah seorang pria pejuang pemberani kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tampaknya pria ini telah memiliki rencana lain selain rencana yang telah diputuskan oleh Rasulullah.

Pria itu bernama al-Khubab bin al-Mundzir. Disebutkan oleh Syamsuddin al-Dzahabi dalam Târikh al-Islâm wa Wafâyât Masyâhir al-Aḥlâm, bahwa dialah yang mengusulkan sebuah taktik perang yang jitu pada saat perang Badar terjadi.

Ia dengan hati-hati bertanya kepada Rasul. Ia tidak ingin menajadi sahabat yang membantah titah dan perintah Rasulullah.

“Wahai Rasulullah, ampunilah aku jika terlalu lancang bertanya kepadamu. Wahai Rasul, apakah tempat ini adalah tempat yang diwahyukan oleh Allah kepadamu sehingga engkau tidak bisa menolaknya atau tempat ini hanyalah pendapat pribadimu atau bagian dan siasat perang?”

Nabi kemudian menjawab, “Bukan wahai Khubab, ini hanyalah pendapatku semata. Ini bukan wahyu dari Allah subhanahu wata'ala.”

“Jika benar begitu, bolehkah aku berpendapat wahai Rasul?”

Pria ini kemudian melanjutkan pertanyaannya dengan tenang dan hati-hati. Ia takut jika pendapatnya ini menyakiti perasaan Rasul atau mungkin tidak diterimanya.

“Wahai Rasul, menurut pendapatku, tempat ini bukan merupakan tempat yang baik. Kita seharusnya berada di tempat yang lebih dekat dengan sumber air. Mari kita bawa pasukan menuju sumber air. Setelah sumber air kita kuasai, kita tutup sumber air itu.

Setelah itu kita harus membuat kolam yang kita isi dengan air dari sumber itu. Posisi ini akan sangat menguntungkan pasukan kita, karena persediaan air kita bisa terjamin sedangkan mereka tidak. Sehingga mereka akan kehausan karena kehabisan persediaan air.”

Usulan Khubab ini sangat diapresiasi oleh Rasulullah. Tanpa pikir panjang, Rasululah kemudian memerintahkan pasukannya sesuai dengan arahan dan pendapat Khubab. Sikap beliau ini menunjukkan bahwa Nabi adalah pribadi yang gemar musyawarah dan terbuka atas pendapat orang lain.

Dan akhirnya taktik Khubab pun berhasil. Pasukan Muslim mendapatkan persediaan air yang cukup selama berperang. Sedangkan kafir Quraisy kehausan dan kelaparan karena sumber air itu telah ditutup.

Khubbah meninggal pada saat Umar bin Khattab menjadi khalifah. Taktik perang Khubbab yang menjadikan kaum Muslimin menang dalam perang Badar akan dikenang oleh seluruh umat Islam sepanjang masa.

Hikmah yang bisa dipetik kaum muslimin yang tengah menghadapi peperangan ideologi atau pertarungan menghadapi kezhaliman penguasa, maka hal yang perlu diperhatikan adalah bukan seberapa besar kekuatan itu, namun seberapa cerdas taktik dan strategi perang yang digunakan.

Atas saran Khubab al-Mundzir, Rasulullah menduduki mata air perang Badr, sehingga kekuatan musuh yang besar menjadi lumpuh, sebab mereka menjadi haus dan kekurangan pasokan air.

Dalam strategi politik "Poeple Power" kita bisa mengambil contoh beberapa kasus revolusi yang terjadi di beberapa negara Timur Tengah, seperti Mesir misalnya.

Apa yang pernah dilakukan oleh rakyat Mesir ketika menggulingkan kekuasaan pemerintahan otoriter Husni Mubarak pada peristiwa menomental Revolusi Mesir tahun 2011 yang lalu bisa menjadi bukti adanya kekuatan "People Power" ketika rakyat sudah tidak mempercayai pemimpinnya.

Sejak awal Januari 2011, Rakyat Mesir menduduki gedung Mogamma yang menjadi pusat Kementerian Dalam Negeri Mesir di Tahrir Square hampir selama setahun, sehingga jalan pemerintahan menjadi terhambat hingga akhirnya lumpuh.

Presiden Husni Mubarak pun akhirnya menyatakan pengunduran dirinya sebagai Presiden Mesir pada 02 Februari 2011 setelah berkuasa lebih dari 30 tahun lamanya sejak 14 Desember 1981. Kekuatan People Power yang berhasil meruntuhkan tirani kekuasaan otoriter Mubarak disebabkan strategi yang tepat.


Maka dalam konteks peperangan politik perang Badr bisa dijadikan sebagai model dalam memenangkan strategi perlawanan atas kekuatan yang minimal dengan hasil yang maksimal.

Wallahu 'alam.

  • KH. DR. Miftah el-Banjary, MA Penulis National Bestseller | Dosen | Pakar Linguistik Arab & Sejarah Peradaban Islam | Lulusan Institute of Arab Studies Cairo Mesir.