Mempelajari Islam dengan Berbagai Disiplin Keilmuan - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

05 Mei 2019

Mempelajari Islam dengan Berbagai Disiplin Keilmuan

Prof. Sumanto Al Qurtuby seorang doesen di timur tengah, Profesor Antropologi Budaya King Fahd University of Petroleum and Minerals


Penulis: Sumanto Al Qurtuby

Atorcator.Com - Islam, sebagai sebuah agama, sebagaimana agama-agama lain, bukan hanya sebuah dogma dan ajaran tapi juga merupakan "fenomena sosial". Doktrin dan ajaran Islam pun bukan turun di ruang hampa, melainkan selalu terkait dengan proses-proses sosial masyarakat Muslim sebagai "komunitas Islam". Karena itu Islam tidak bisa dipisahkan dengan Muslim. Dan karena itu pula Islam bisa dipelajari dari berbagai sudut pandang keilmuan bukan melulu "ilmu-ilmu keislaman" seperti ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu fiqih, dlsb. 

Dalam sejarahnya, kaum Muslim awal sampai abad pertengahan juga mempelajari Islam dari berbagai perspektif dan keilmuan. Tidak ada pemisahan "ilmu agama" dan "ilmu sekuler" misalnya. Karena itu, abad klasik-pertengahan Islam mampu menghasilkan para sarjana polymath, yaitu sarjana Muslim yang menguasai berbagai bidang keilmuan: dari hadis dan hukum Islam sampai filsafat, matematika, astronomi, fisika, kimia, kedokteran, dan bahkan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. 

Ibnu Khaldun misalnya adalah seorang sosiolog dan sejarawan hebat. Al-Biruni bukan hanya ahli matematika tapi juga antropolog sejati yang melakukan penelitian etnografi bertahun-tahun di India untuk mempelajari sistem kasta, praktek-praktek ritual, dan struktur masyarakat Hindu dan Jainisme. Al-Jahiz adalah ilmuwan zoologi ternama. Jauh sebelum Lamarck dan Darwin membahana, al-Jahiz di abad ke-9 M dalam Kitab al-Hayawan ("Buku Para Hewan") sudah melakukan pembahasan ilmiah mengenai evolusi biologi. Kelak, pandangan-pandangan al-Jahiz itu kemudian diikuti oleh sejumlah ilmuwan seperti al-Qazwini (penulis kitab 'Aja'ib al-Makhluqat") dan al-Damiri (penulis kitab "Hayat al-Hayawan").

Karena itu "sungguh terlalu" jika sebagian kaum Muslim dewasa ini mempertanyakan "ilmu Islam" dan "ilmu non-Islam" he he. Sebagai sebuah agama, Islam bisa dipelajari dengan menggunakan perspektif, pendekatan, dan disiplin apa saja: sejarah, sosiologi, antropologi, ilmu politik, ekonomi, hukum, dlsb, tidak melulu ilmu hadis, ilmu afsir, ilmu fiqih, ushul fiqih, ilmu dakwah, dlsb.

Di kampus-kampus Barat, hampir semua disiplin keilmuan sosial-humaniora sudah menjadikan Islam dan Muslim sebagai bahasan utama. Di kawasan Arab dan Timur Tengah, meskipun agak terlambat, fenomena ini sudah mulai menggeliat dan menggairahkan. Banyak universitas di kawasan ini, khususnya Libanon, Qatar, Mesir, Iran, Irak, Uni Emirat Arab, Maroko, dlsb yang mempunyai fakultas-fakultas ilmu sosial yang mempelajari fenomena Islam dan masyarakat Muslim.


Banyak pula sarjana-sarjana Muslim Arab & Timur Tengah pada umumnya yang mendalami kajian keislaman dari perspektif dan pendekatan ilmu-ilmu sosial dan humaniora ini, sebuah kabar yang sangat menggembirakan, khususnya buatku sebagai penikmat ilmu-ilmu sosial khususnya antropologi dan sosiologi.