Mengenal Islam Lewat Perang? - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Minggu, Mei 19, 2019

Mengenal Islam Lewat Perang?

Ilustrasi foto (Islami.co)
Penulis: Ahmad Sarwat, Lc, MA

Atorcator.Com - Tanpa sadar banyak dari kita mengenal Islam lewat jalur peperangan. Maksudnya pendekatan ilmu agama kita lebih banyak disituasikan dengan suasana-suasana perang.

Coba saja ketika kita angkat kisah-kisah teladan buat anak-anak, selalunya kisah kepahlawanan saja yang dominan. Sahahabat anu dan anu, beliau pahlawan di perang ini dan itu.

Tidak ada yang salah sih sebenarnya untuk mengangkat kisah heroik zaman shahabat. Cuma itu tadi, kok pendekatannya selalu yang berbau perang melulu ya?

Apa iya para shahabat itu kerjaan cuma perang melulu? Dari 23 tahun hidup mendampingi nabi SAW, suasana yang diangkat selalu suasana perang, perang dan perang. Terus damainya kapan?

Padahal ada banyak kisah shahabat yang lebih humanis, bernilai kesantunan, kasih sayang, termasuk juga kebaikan meski dengan orang kafir sekalipun. Sayangnya saya kok merasa kisah kayak gitu agak kurang ya, atau malah tidak ada sama sekali.

Padahal pengalaman ketika menulis 18 jilid Seri Fiqih Kehidupan, banyak sekali dalil-dalil dalam ilmu fiqih yang merujuk kepada kasus atau kisah para shahabat, yang tidak selalu urusan perang melulu. Bahkan dalam kisah perang pun, saya mendapatkan banyak potongan kasus yang humanis.
  
Kisah Abul Ash dan Zainab puteri Rasulullah SAW

Misalnya kasus melelehnya air mata nabi ketika diberikan kalung emas sebagai tebusan atas tawanan perang Badr. Tawanannya sendiri adalah menantu Beliau SAW, suami dari puteri tercinta.

Rupanya kalung itu punya cerita, aslinya kalung itu milik Khadijah radhiyallahuanha. Diberikan kepada puteri mereka, Zainab binti Rasulullah SAW. Lalu Zainab menikah dengan suaminya, Abul Ash bin Rabi', yang saat itu memang belum masuk zaman kenabian.

Zainab ikut masuk Islam, tapi tidak dengan sang suami. Dia tetap dengan agama nenek moyang dan memilih untuk menetap di Mekkah. Ketika Nabi SAW hijrah ke Madinah, Abul Ash dan Zainab tetap tinggal di Mekkah.

Tahun kedua hijriyah, Abul Ash malah ikut dalam Perang Badr dan berada di pihak musyrikin Mekkah. Dia ditangkap dan dijadikan tawanan perang. Lalu untuk kebebasannya, harus ada harta tebusan.

Ya, tebusannya  berupa kalung emas dengan batu onix zafar, yang dulunya milik almarhumah Khadijah radhiyallahuanha, istri Rasulullah SAW. Rupanya dari Mekkah, Zainab puteri Rasulullah SAW lah yang mengirimkan kalung itu sebagai tebusan pembebasan suaminya, dikirimkan langsung kepada ayahanda sendiri.

Kalung itu asalnya adalah pemberian ibundanya sendiri, Khadijah radhiyallahuanha, diberikan kepada Zainab ketika waktu itu menikah dengan Abul Ash. Dan kalung tebusan untuk Abul Ash itulah yang bikin air mata Nabi SAW meleleh. Teringat Beliau akan masa lalu hidup indah bersama Khadijah istri tercinta, yang kini telah mendahului di alam barzakh.

Abul Ash kemudian dibebaskan oleh Rasulullah SAW dan dipulangkan ke Mekkah dengan disuruh bawa kembali pulang kalung kenangan itu kepada Zainab sang puteri. Abul Ash dibebaskan tanpa tebusan oleh Rasulullah SAW.

Kisahnya masih panjang sih, tapi saya kudu selesaikan dulu sampai disini. Pokoknya nanti akhirnya Abul Ash sang menantu masuk Islam juga. Dan oleh Nabi dipertemukan kembali dengan istrinya, Zainab binti Rasulullah SAW.

Meski sempat terpisah aqidah, agama dan kota tempat tinggal selama bertahun-tahun, namun pasangan itu telah berkumpul kembali menjadi suami istri. Tidak ada nikah ulang, karena ikatan pernikahan mereka tidak pernah terputus secara hukum syariah.


Sumber: Facebook Ahmad Sarwat, Lc, MA

  • Ahmad Sarwat, Lc, MA Pendiri Rumah Fiqih Indonesia (RFI), Direktur Sekolah Fiqih, dan Penulis 18 Seri Fiqih Kehidupan