Menyambut Kemenangan dengan Syukuran Politik - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

18 Mei 2019

Menyambut Kemenangan dengan Syukuran Politik

Ilustrasi Foto (Moh. Syahri)
Penulis: Moh. Syahri

Atorcator.Com - Mungkin sudah ada yang punya rencana usai pengumuman kemenangan pemilihan umum baik dari pasangan calon legislatif maupun eksekutif untuk mensyukuri kemenangannya. Dan hal itu biasa terjadi di pedesaan dalam pemilihan kepala desa.

Ada cerita menarik yang patut kita renungkan bersama dari Pak Djohan Effendi yang mana beliau pernah menyaksikan seorang temannya yang dikenal sebagai santri yang baru saja dilantik menjadi menteri sekaligus mengadakan syukuran besar-besaran di rumah dinas menterinya. Pak Djohan waktu itu datang menghadiri undangan, tapi beliau tidak masuk karena saking membludaknya para undangan yang hadir. "Baru jadi menteri kok syukurannya sudah sehebat ini ya?" Tanyanya heran, sambil geleng-geleng kepala.

Di dalam benak Pak Djohan ingin mengatakan bahwa, belum bekerja apa-apa, kok sudah seheboh itu pestanya, tugas menteri itu kan berat apa bisa menjamin pekerjaan lima tahun ke depan bisa baik semua dan tuntas. Kadang, kita memang terlalu euforia menyambut sebuah kemenangan sampai lupa akan esensi dari kemenangan itu sendiri. Bukankah menjadi menteri harus bersikap kesatria bukan justru heboh berpesta ria. Seharusnya lebih banyak persiapan menghadapi badai karena jabatan bukan hanya sekadar pemegang kekuasaan tetapi juga pengendali segala kerusakan.

Menurut Pak Djohan, esensi syukur itu seharusnya ditangkap hayati dalam konteksnya yang lebih rendah hati, lebih mawas diri, lebih korektif dan instrospektif. Artinya pesta atau syukuran itu sebaiknya dilakukan ketika sudah menjalankan tugas-tugas kenegaraan dengan baik. Dengan demikian, menunjukkan tanda terima kasih atas bimbingan Allah dan segala pertolonganNya sehingga bisa menjalankan amanah dengan baik. Bagaimana pun juga, syukuran itu memang sebaiknya dilakukan di akhir jabatan bukan di awal jabatan.

Boleh, jika itu hanya sekadar mensyukuri atas keterpilihannya. Bukankah anugerah itu tidak semata-mata jabatan, tetapi juga kesempatan dan kelapangan dalam menjalankan tugas-tugas berat yang diembankan kepada kita, baik itu melalui jabatan atau tugas keseharian kita? Berpestalah sebagai bentuk rasa syukur dengan cara-cara yang sederhana.

Syukuran yang sederhana tentu akan meminimalisir rasa sombong, saling gagah-gagahan. Tentu yang paling penting adalah dibalik kemenangan ada orang yang kalah yang seharusnya dihormati.

Oleh karenanya, menjadi perhatian serius bagi kita semua apa yang dikatakan pak Djohan bahwasanya "Syukuran besar di tengah orang kesusahan cari makan adalah kepongahan". Mengurus kebutuhan orang banyak tidak bisa diberikan kepada orang yang memiliki sifat sombong. Sebab, akan menjadikan kepentingan pribadinya lebih diprioritaskan daripada kepentingan orang lain.

Syukuran politik yang sering kita jumpai di tengah-tengah masyarakat kadang bukan karena ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan tetapi karena adanya hantu kegengsian yang terus dipelihara dan harga diri yang terus ingin dipandang sebagai super hero. Jadi syukuran itu bukan sesuatu yang sulit untuk ditafsirkan, aromanya sudah sangat politis demi gengsi sosial.

Di tengah-tengah penentuan kemenangan politik yang sangat krusial ini berbagai macam dinamika politik sudah terjadi akan lebih elok jika pesta kemenangan dirayakan dengan tanpa harus menyimpan dendam, tanpa harus bersikap berlebihan dengan menghambur-hamburkan harta kekayaan. Apalagi disertai dengan berbagai antraksi hiburan yang gila-gilaan.

Menyikapi kemenangan dengan sederhana, penuh etika, akan memberikan kesan baik bagi mereka yang belum meraih kemenangan. Ambillah misal Anda didukung oleh ulama, para kiai, dan tokoh masyarakat sebagai pemenang tetapi perlu diingat bahwa kekalahan mereka juga didukung oleh ulama yang patut dijaga perasaannya.


Wallahu ‘alam

  • Moh. Syahri Founder Atorcator dan Pimpinan Redaksi Atorcator | Pernah Nyantri di Pondok Pesantren Darul Istiqomah Batuan Sumenep Madura | Kontributor penulis esai 30 terbaik Nasional "Inspirasi Indonesia", dan kontributor buku "Dedikasi Nyata Untuk Negeri"