Puasa dan Pengendalian Diri - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

11 Mei 2019

Puasa dan Pengendalian Diri

 
NU-Online
Penulis: Prof. Rochmat Wahab

Atorcator.Com - Pengendalian diri sangatlah penting bagi setiap orang, karena dengan pengendalian diri yang baik, hidup seseorang bisa mencapai tujuan hidupnya dengan sukses. Sebaliknya orang yang lemah pengendalian dirinya bisa jadi gagal di tengah kehidupannya, bahkan bisa berakhir dengan gagal yang fatal. Sebagai ummat Islam, tujuan yang sebenarnya tidak hanya meraih bahagia di dunia saja, melainkan juga bahagia di akhirat dan dijauhkan dari api neraka. Salah satu cara yang ampuh dalam pengendalian diri yang ditawarkan oleh Rasulullah saw adalah menunaikan puasa.

Berdasarkan potensi manusia bisa baik dan bisa buruk. Kedua potensi dalam kehidupan harus dimanaj dengan baik, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan orang lain. Demikian pula potensi jelek harus dimanaj dengan baik, sehingga tidak merusak diri sendiri maupun orang lain. Untuk dapat mengarahkan manajemen diri dengan baik, perlu niat dan komitmen diri yang baik dan bersih, sehingga menghasilkan kehidupan yang baik. Ingat bahwa dalam kehidupan itu memang ada faktor internal dan eksternal. Apapun kondisinya, faktor internal lah yang harus dijadikan andalan dalam menghadapi persoalan kehidupan.

Pengendalian diri terhadap sesuatu yang positif dampaknya terhadap diri sendiri memang baik, walaupun tidak selalu bisa optimal. Paling tidak cukup mendapatkan manfaat, walau relatif sedikit, misalnya melakukan sholat dan puasa yang fardhu saja, maka diperoleh pahala yang secukupnya, padahal bisa lebih, sehingga bisa melaksanakan yang sunnah. Lain halnya dengan pengendalian diri terhadap sesuatu yang negatif, misalnya marah, serakah, maksiyat, dan nafsu seksual. Jika pengendalian dilakukan dengan baik dan serius, insya Allah, dapat menyelamatkan manusia itu sendiri, bahkan orang lain. Mari kita telaah satu persatu. Rasulullah swt bersabda, “Laa taghdzob walakal Jannah” yang artinya: “Janganlah marah, bagimu adalah syurga” (HR Thabrani). Jika kita bisa kendalikan marah dengan ikhlas, maka dapat ketenangan dan kebahagiaan akhirat. 

Terkait dengan hidup serakah, juga diingatkan oleh Allah swt, dalam QS Al A’raf: 31, yang berbunyi “wakuluu wasyrabuu wala tusrifuu innahuu laa yuhibb al-musrifiin”, yang artinya “Makan dan minumlah kalian, dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”. Di sini mengingatkan kita, walaupun kita memiliki uang yang banyak, tapi tidak berarti bahwa kita harus membeli makan yang mewah dan banyak, padahal badan kita punya kebutuhan terbatas.

Jika dilakukan dengan berlebihan bisa timbulkan penyakit. Terkait dengan maksiyat, terutama minum (khamar), berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah (lotre/judi), Allah swt juga ingatkan kepada kita dalam QS Al Ma’idah:90, “Innama al khamru wa almaisiruu wa al anshaabu wa al azlaamu  rijsun min ‘amali asy syaithaani, fajtanibuuhu la’allakum tuflihuun…”, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk (berhala), dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. Di sinilah pengendalian diri sangatt diperlukan agar hidup kita selamat, tenang, dan aman. Jika pengendalian kita lemah, maka kita sendiri yang merasakan kerugian.

Terkait dengan persoalan nafsu seksual yang harus dihadapi dengan baik, Allah swt dalam QS Al Isra’:32 yang berbunyi “walaa taqrabuu al zina, innahu kaana fahisyatan wasaa-a sabiilaa”, yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina, karena (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk”.  Ayat ini mengingatkan kita, supaya kita tidak melakukan perbuatan zina, karena itu akan merugikan diri dan orang lain, bahkan merendahkan martabat kita. Untuk itu kita perlu sekali melakukan pengendalian diri dengan sebaik-baiknya.

Puasa memang sesuatu yang sangat ampuh hikmahnya untuk pengendalian diri dalam berbagai hal. Dengan puasa kita tidak boleh mudah marah, agresif, dan memulai konflik, sebaliknya kita harus sabar dan suka memaafkan dan tunjukkan rasa rendah diri. Dengan puasa kita bisa mengendalikan keserakahan diri, karena manusia tidak ada puasnya. Saatnya mengurangi kesenangan dan kesukaan yang berlebihan, dalam waktu yang sama, kita tumbuhkan rasa empati dan solidaritas sosial, sehingga muncul dorongan dan perilaku berbagi. Dengan puasa kita bisa mengurangi dorongan berbuat maksiyat, minum, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah (lotre), karena perbuatan ini cenderung menyebabkan perilaku kriminal yang tidak hanya merugikan diri sendiri, melainkan juga mengancam kemanan dan kesemalatan orag lain.

Selanjutnya, puasa saatnya juga dijadikan resep bagi Rasulullah saw untuk pengendalian nafsu seksual bagi anak muda yang belum memiliki kemampuan menikah tetapi memiliki keinginan kuat untuk menikah dan disarankan Rasulullah saw untuk berpuasa.

Mari kita simak matan haditsnya, “Ya ma’sara al syabaab, manistahoo’a minkum al baa’ah, faltazawwad, fainnahu aghaddu li al bashari wa ahsanu li alfarji, fain lam yastathi’ fa’alaihi bi al shoum, fainnahu wija’”, yang artinya “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu mampu menikah, hendaklah menikah, karena yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan sangat memelihara kehormatan, tetapi barang siapa tidak mampu, maka hendaklah dia puasa, karena (puasa) itu menahan nafsu baginya” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Mari kita renungkan suatu peristiwa yang sangat penting, bahwa peperangan yang paling besar bukanlah menghadapi musuh, melainkan menghadapi dan mengatasi hawa nafsu yang menyesatkan. Puasa diharapkan sekali mampu melatih diri untuk mengatasi hawa nafsu yang dimurkai oleh Allah swt menjadi nafsu yang diridloi oleh Allah. Kita sangat menyadari bahwa situasi Indonesia akhir-akhir ini cukup “gawat”, menjelang pertengahan Ramadan akan ada potensi masalah besar. Kita semua tidak boleh lengah.

Kita jadikan Ramadan ini bisa sebagai  pengendali diri untuk bekerja secara jujur dan adil serta bertanggung jawab, baik terhadap publik maupun kepada Allah swt. Sebaliknya, jika dalam mengelola persoalan bangsa dikendalikan dengan cara-cara sebaliknya, atau cara-cara kontra produktif, maka dikhawatirkan dapat menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan. Karena itu puasa diharapkan mampu membimbing hati kita semua, untuk mengendalikan perilaku kita, sehingga persoalan bangsa bisa diselesaikan dengan sebaik-baiknya dan mampu menghadirkan solusi yang damai, tidak ada tirani. Semua perlu dijaga dan diangkat derajat dan nama baiknya.

Tidak boleh menyelesaikan masalah yang bertentangan nilai-nilai yang lebih tinggi yang sama-sama dihormati oleh semua. Apakah ketentuan perundang-undangan atau kebenaran universal, atau kebenaran transendental. Bangsa Indonesia, kususnya ummat Islam seharusnya menggunakan momentum Ramadan ini untuk bisa mengendalikan kehidupan bangsa dan negara yang bermartabat. Semua saling menghormati dan tidak saling mendzolimi.

Mari kita renungkan sabda Rasulullah saw, yang berbunyi “Aljamaa’atu rahmatun wal-furqatu ‘adzzabun, (HR Ahmad), yang artinya “Bersatu itu rahmat dan bercerai berai itu siksa” dan dikuatkan dengan matan hadits lainnya, “’Alaikum bil jamaa’ah, waiyyakum wa al furqah” (HR Ahmad, Al Tirmidzi, dan Ibnu Majah), yang artinya “Hendaknya kalian berjamaah dan hindarilah perpecahan”. Semoga puasa kita bisa jadikan pengendali diri dalam semua aspek kehidupan. Amin