Ramadan yang Mencerahkan - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

09 Mei 2019

Ramadan yang Mencerahkan

Ramadan Karim

Penulis: Prof. Rochmat Wahab

Atorcator.Com - Ramadan merupakan suatu bulan yang menandai turunnya wahyu pertama, 5 ayat Al ‘Alaq, untuk Muhammad diangkat sebagai Rasulullah terakhir yang diawali dengan kata IQRA, sampai diulang tiga kali. Padahal Muhammad saat itu tidak bisa membaca, bahkan sampai akhir hayatnya.

Ini memberikan isyarat bahwa perintah ini bukan hanya untuk Muhammad, melainkan juga untuk ummat manusia sepanjang sejarahnya. Karena itulah kehadiran firman pertama di bulan ramadaan dijadikan momentum turunnya al Qur-an dengan segala misinya, dan berbagai amal yang diutamakan dan dianjurkan untuk membuat harumnya dan indahnya ramadan sebagai bulan yang mencerahkan kehidupan manusia.

Dalam berbagai kajian tafsir oleh Dr. M. Quraish Shihab (1992) dapat diperoleh berbagai ide penting tentang makna Iqra, Akram, dan makhluq membaca yang terkandung dalam firman pertama. Bahwa Iqra mengandung makna menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-cirinya, dan sebagainya. Ketika pertama kali sampai ketiga kalinya Malaikat Jibril mengucapkan “iqra”, dan dijawab oleh Muhammad “ma aqra” dan “ma aana biqaarin”. Jawaban ini muncul, karena memang Muhammad tidak tahu apa yang dibaca dan memang tidak bisa membaca.

Dalam kaitannya dengan ketidaktahuannya tentang apa yang dibaca, mengundang untuk memberikan tafsir, bahwa kita tidak hanya diperintahkan untuk membaca teks, tetapi juga membaca konteks. Inilah yang mendorong kita terus menerus menuntut ilmu dan meneliti untuk mendapatkan pemahaman terhadap kehidupan. Kita tidak boleh berhenti membaca, menelaah, dan meneliti untuk menjalankan tiugas sebagai Abdullah (hamba allah) dan khalifah filardzi yang bertanggung jawab mencari solusi terhadap masalah kehidupan.

Kata akram yang terdapat di QS Al ‘Alaq, ayat 3, yang berbunyi “wa rabbuka al-akram” yang mengandung arti bahwa Dia dapat menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi segala hamba-Nya yang membaca. Adapun yang dinugerahkan oleh Allah swt yang membaca demi karena Allah, maka Allah swt akan menganugerahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman-pemahaman, wawasan-wawasan baru walaupun yang dibacanya itu-itu juga. Inilah yang membuat kita tidak pernah bosan untuk membacanya (Al Qur-an), karena nilai yang dipetik dari bacaan sebelumnya dan sesudahnya dapat memberikan dampak yang berbeda, bahkan lebih baik dalam berbagai aspek.

Firman pertama ini memberikan dorongan untuk membangun peradaban melalui makhluk membaca, lebih dari sekedar masyarakat membaca. Makhluk membaca diharapkan memiliki makna yang mampu menjaga peradaban manusia, seperti juga makhluk sosial atau makhluq berpikir.

Secara historis terbukti bahwa kemajuan ilmu pengetahuan terjadi dengan cepat ketika dunia tulis menulis dan membaca ditemukan. Hal ini sangat bisa dimaklumi, karena manusia yang hidup setelah era ini, tinggal melanjutkan saja tidak mulai dari nol. Yang secara terus menerus melakukan penyempurnaan.  Bahkan tidak sedikit melalui inovasi itu dibuat setelah bacaan-bacaan sebelumnya diketahui dengan pasti posisinya.

Setelah memasuki era posmoderen yang diwarnai dengan munculnya kesadaran spiritualisme, demikian juga para ahli psikologi, terutama Howard Gardner yang telaah berhasil memperkenalkan Ethical Mind dari 5 Minds for The Future, maka untuk membangun masyarakat inovasi, sudah seharusnya mempertimbangkan dan mengakomodasi literasi ilmu pengetahuan, literasi digital, literasi humaniora dan literasi religiusitas. Apapun perubahan dan kemajuan yang kita hadapi dewasa ini semakin kompleks, manusia yang diberi bekal Allah swt ilmu laduny, (bersifat abadi, perennial) sebagai pemberian Allah swt dan ilmu kasby (pengetahuan yang diperoleh, acquired knowledg) tidak akan bisa didapatkannya tanpa membaca. Karena itulah membaca merupakan gerbang pertama untuk penguasaan ilmu.

Membaca sebagai kebiasaan dan kultur mampu mencerahkan kehidupan manusia, yang tidak hanya mencerahkan pikiran, emosi, sosial, fisik melainkan juga hati. Manusia menjadi kritis, kreatif, dan inovatif. Manusia semakin mampu melakukan pengendalian diri dan sabar. Manusia menjadi lebih toleran, kooperatif, dan peduli sosial. Manusia lebih sehat lahir dan batin. Manusia bisa menjadi lebih taat beragama dan berakhlaq mulia. Akhirnya bahwa Ramadan yang mendorong ummat islam melakukan tadarrus Al Qur-an diharapkan sekali memperoleh barakah dan karunianya, dengan semakin tercerahkan hidupnya. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 09/05/2019)