Teladan Nyata Pengabdian KH Imam Ahmad Tauhid - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

26 Mei 2019

Teladan Nyata Pengabdian KH Imam Ahmad Tauhid

Ilustrasi foto (KH Imam Tauhid/FB-Shuniyya)
Penulis: Nyai Shuniyya Ruhama

Atorcator.Com - Dalam berbagai majelis, tampak gagah asma beliau disebut, Murobbi Ruhina Al Mukarrom Simbah Kyai Haji Imam Achmad Tauchid Al Hajj. Nama itu tak berlebihan jika kita mengenal kiprah perjuangan beliau.

Mbah Tauhid atau Mbah Kaji, begitulah beliau sering disapa orang kampung. Sosoknya sangat sederhana, bersahaja, ramah, dan membuat orang betah berlama-lama berada di sisi beliau.

Tak jarang orang sowan ke rumah beliau dalam kondisi kusut, penuh beban, begitu keluar dari ndalem, wajahnya sudah sumringah berseri-seri. Subhanallah...

Mbah Yai memulai perjuangan dakwah di akhir era tahun 1980 an setelah selesai menuntut ilmu di Yanbu'ul Quran Kudus, sempat diasuh langsung oleh Syaikhona Imam Al Muqri' Simbah Arwani RA, juga mempelajari Kitab Kuning di Lirboyo Kediri.

Beliaulah penggagas TPQ pertama di wilayah Kendal Barat sekaligus juga mendirikan Persaudaraan Jamaah Haji di Kendal. Tak heran jika santri beliau sangat banyak, baik santri yang belajar ilmu agama ataupun santri laju untuk ilmu terapan.

Perjuangan beliau sejak masih muda hingga wafatnya, sangat mendapat apresiasi dari seluruh Kyai dan Habaib di Kabupaten Kendal dan sekitarnya. Seumur hidup itu, tidak pernah ada satu patah katapun dari warga kampung yang berbicara tidak baik tentang sosok Kyai kharismatik ini.

Saking tawaduknya, beliau pernah dawuh, " Saya sebenarnya tidak ingin dipanggil Kyai. Itu sangat berat bagi saya. Tapi kalau umat yang memanggil demikian, saya tidak berhak melarang mereka." Karena itulah warga lebih akrab memanggil dengan sebutan Mbah Kaji.

DAN... KHUSNUL KHOTIMAH DATANG MENJEMPUT

Isyarat berpulangnya beliau sebenarnya sudah beliau sampaikan berkali-kali, hanya saja, tidak ada satupun yang menyadarinya. Beberapa diantaranya, sewaktu wisuda Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Al Istiqomah, beliau dengan sangat ramahnya menyapa para tamu dan membawa penampan berisi hidangan makanan, langsung melayani para tamu. Sontak kami semua kalang kabut, bagaimana Kyai Sepuh kami bisa melayani kami semua.

Beliau memberitahu, supaya beliau saja yang melayani kami. Beliau menyatakan, "Saya ini kan khodimul ma'had. Jadi saya harus melayani panjenengan semua. Silakan dilanjut, diteruskan perjuangan saya. Saya sangat senang melihat panjenengan semua,"

Beberapa hari setelah itu, saat menunggui santri belajar, di luar kelas, saya duduk empat mata dengan Mbah Yai, tiba-tiba beliau dawuh, "Sahabat-sahabat saya sudah dipanggil Gusti Allah, sebentar lagi berarti saya..."

Tiga hari sebelum beliau berpulang, saya menjumpai beliau sedang membaca Al Quran di teras ndalem. Melihat kedatangan saya beliau tersenyum dan menghentikan bacaan Qurannya. Beliau dawuh,

"Setiap tahap hidup seorang hamba, pasti akan ada cobaannya. Orang fakir bisa dicoba menjadi kafir. Orang kaya akan dicoba dengan takabur. Padahal takabur adalah sifat Gusti Allah yang mutlak tidak boleh dimiliki oleh hambaNya,"

Saya menjawab, "Inggih Mbah Yai, mohon bantuan doanya nggih Mbah, kersane kula saged nggandul Mbah Yai, bersama-sama masuk surganya Gusti Allah dengan Kapal Al Istiqomah,"

Dengan berkaca-kaca beliau menjawab, "Inggih Bu Shuniyya, insyaallah saged... saged...". Itu terakhir saya bertemu beliau.

Tawaduk beliau ini salah satu hal yang membuat saya jatuh cinta tidak berkutik di hadapan Mbah Yai. Saya adalah salah satu murid generasi awal yang belajar mulai alif-ba'- ta' dst. Tapi beliau jika berbicara dengan saya selalu menggunakan Bahasa Jawa yang sangat halus.

Isyarat terakhir, beliau tausiyah bakda subuh di Masjid Besar Darul Muttaqin, menyampaikan bab kenikmatan dan keutamaan wafat di hari Jumat. Dan ternyata memang benar-benar terjadi. Gusti Allah menganugerahkan hambaNya yang memang sangat berhak untuk mendapat kemuliaan dipanggil hari Jumat.

Setahun telah berlalu, perjuangan beliau tetap dilanjutkan oleh keluarga ndalem dan santri-santri beliau. Kami semua percaya, di peristirahatan saat ini, beliau masih tetap mengawasi dan membimbing ruhaniyah kami semua...

Khushushon ila ruhi Simbah Kyai Haji Imam Ahmad Tauchid Al Hajj Almarhum Almaghfurlah wa ruhi wajasadi zaujatihi wa dzurriyatihi wa furu'ihi wa silsilatihi sayi-un lillahi lana walahum al fatihah...

  • Nyai Shuniyya Ruhama Pengajar PPTQ Al Istiqomah Weleri-Kendal Murid Mbah Wali Gus Dur. Alumni FISIPOL Universitas Gadjah Mada Yogyakarta