Menurut Buya Hamka Ada Tiga Hal Cara Bijak Berbicara - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

16 Juni 2019

Menurut Buya Hamka Ada Tiga Hal Cara Bijak Berbicara

Penulis: Nurillah Achmad
__________
Editor: Azam Ibrohmy
Publisher: Nailatul Izzah
Ilustrasi foto/Buya Hamka/islami.pos

Atorcator.Com - “Mulutmu, harimaumu” Agaknya, ungkapan ini akan senantiasa mengiringi peradaban manusia. Sebab lisan tak ubahnya alat pembunuh yang paling mematikan. Ia sanggup menembus apa yang tidak sanggup ditembus peluru. Tidak heran, jika Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah  ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhori, No. 6018; Muslim, No. 47)

Alasan mengapa kita dianjurkan berdiam diri daripada mengucapkan kalimat-kalimat buruk karena lisan adalah tanda pribadi seseorang. Ia adalah magnit pertama yang dinilai orang lain. Bung Karno, misalnya. Ia pribadi yang dianggap lihai bicara sehingga orang lain sanggup berlama-lama mendengarnya. Begitu pula di Rusia yang memiliki Lenin, Mustafa Kamil di Mesir. Mereka adalah sosok yang piawai mengolah kata-kata, dan mampu menyihir pendengarnya.

Kepiawaian ini tentu tidaklah instan. Ia butuh keterampilan yang diasah terus-menerus. Ia tidak berupa mi goreng yang jika dimasak sekarang, dimakan sekarang. Bukankah, Bung Karno belajar bertahun-tahun kepada H.O.S. Tjokroaminoto bersama dengan Tan Malaka, Darsono dan Muso? Walaupun pada akhirnya Muso memilih jalan yang berbeda, mereka adalah bukti betapa kepiawaian berbicara memerlukan latihan sehingga kita tidak sembarangan dalam berucap.

Tidak ada yang salah jika kita meniru tokoh-tokoh di atas. Meski tidak bermaksud menjadi tokoh besar, setidaknya langkah ini amat perlu diterapkan. Mengingat, dewasa ini kita dipenuhi dunia media sosial yang hingar-bingar cacian. Benar kita tidak berbicara di facebook atau instagram, tetapi membuat status, balas komentar yang tidak menyejukkan adalah bentuk lain bagaimana sesungguhnya kita belum-lah bijak baik dalam bersikap, berpikir dan berbicara.

Orang yang bijak akan senantiasa menimbang hal-hal mana yang patut diduga benar dan mana yang salah dengan memilih-memilah kata-kata yang mewakili pandangannya. Umumnya, bijak diidentikkan dengan kepintaran. Padahal pintar belum tentu bijak. Karena kepintaran tidak selamanya mencerminkan kemampuan seseorang dalam membuat keputusan sehari-hari. 

Contohnya, politisi-politisi kelas kakap yang memiliki jenjang pendidikan tinggi. Dalam mengolah kata-kata, mereka kurang piawai terutama ucapan-ucapan yang terlontar ke publik. Di sini kita melihat, orang yang memiliki kekuasaan, harusnya lahir kebijaksanaan bukan kesombongan. Orang yang memiliki kekuatan, harusnya lahir kebijaksanaan bukan keangkuhan. Dan orang yang memiliki kepandaian harusnya lahir kebijaksanaan bukan perasaan tinggi hati dan merasa paling baik dan paling benar daripada orang lain.

Oleh karena itu, bijak dalam berbicara menjadi barang mahal yang harus senantiasa dilatih. Menurut Prof. Buya Hamka, latihan ini harus mencakup tiga hal, yaitu perasaan yang halus, kefasihan berbicara, dan kekayaan bahasa. Jika ketiganya terlatih, maka lahirlah tiga komponen dasar yang akan mengandung sihir bagi pendengarnya, yaitu akal sebagai pandu jiwa, ilmu sebagai pandu akal, dan lidah yang fasih adalah pandu ilmu.

Sebagai penutup, bolehlah kiranya penulis mencantumkan salah satu paragraf di dalam kitab Kaliilah wa Dimnah di mana Ibnu Qutaibah berkata: “Orang yang bijak tidak menjadi sombong karena kedudukan dan kebesaran, bagaikan gunung yang diterpa angin kencang yang dahsyat. Sedangkan orang yang dungu menjadi sombong karena kedudukan yang paling rendah sekalipun, bagaikan rumput bergoyang meski hanya dihembus angin sepoi-sepoi.”

Semoga tulisan ini senantiasa menjadi pengingat diri saya pribadi, betapa bijak terutama dalam berbicara harus terus-menerus dilatih. Bukankah, Al-Jahiz berkata, “Sebaik-baiknya perkataan adalah yang sedikit, tetapi bermanfaat daripada banyak bicara tetapi kosong”? 

Wallahu ‘alam bisshowab

  • Nurillah Achmad Alumni TMI Putri Al Amien Prenduan, Sumenep. Saat ini bertempat tinggal di Jember, Jawa Timur