Perang Uhud dan Sebagian Ulah Kelompok Orientalis - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

29 Juli 2019

Perang Uhud dan Sebagian Ulah Kelompok Orientalis

Penulis: Muhammad Nur Khalis
Senin 29 Juli 2019
Ilustrasi foto; Tirto.id
Atorcator.Com - Perang Uhud adalah peperangan yang sangat mendebarkan sekaligus sangat membuat hati Nabi Muhammad pilu. Banyak dari kalangan sahabat yang meninggal pada saat itu termasuk paman Nabi Muhammad SAW. Hamzah Bin Abdul Muthollib yang meninggal mengenaskan dengan kedua kuping yang diiris, hidung yang juga diiris, sekaligus bagian dada yang tercabik-cabik oleh dengan organ dalam yang tidak lengkap.

Meskipun dalam perang ini Ummat Islam menerima kekalahan, bagi kita sebagai Ummat yang tidak mengikuti perang itu, tetap memiliki hikmah yang luar biasa. Berbagai rentetan insiden sebelum perang dan sesudah perang sekalipun, tetap memiliki hikmah bagi kita yang perlu untuk kita petik dan kita ambil sebagai sebuah uswah.

Setidaknya Syekh Sa’id Ramadlan Al-Buthi, menguraikan beberapa pelajaran sekaligus bahan perenungan untuk kita petik. Hal ini beliau utarakan dalam bukunya yang berjudul Fiqh Sirah. Penting diketahui bahwa buku ini menjadi sebuah buku yang mencoba memurnikan Sirah Nabawi dari setiap pemikirian-pemikiran kaum orintalis jahat yang berusaha mencoba merubah nilai-nilai yang ada pada Sirah Nabwi. Namun penulis hanya mengambil satu kisah menarik.

Dalam Peperangan yang terjadi di bukit Uhud itu, terdapat sebuah kisah heroik dari dua orang anak yang bahkan belum menginjak usia 15 tahun. Kedua anak itu, bernama Samrah bin Jundub RA. dan Rafi’ bin Khadij RA. (penulis memberi RA. mengingat keduanya merupakan sahabat Nabi, meskipun masih berumur belia).

Saat akan berangkat menuju medan tempur, Rasulullah SAW. berhasil mengumpulkan ribuan sahabat. Sebelum mereka akan berangkat, datanglah kedua anak tersebut untuk turut berperang dijalan Allah SWT bersama baginda Nabi. Namun melihat keduanya masih belia Rasul melarang keduanya untuk ikut berperang. Namun ada seorang sahabat nabi yag berkata kepada Rasul bahwa Rafi’ pandai memanah. ketika Rafi’ diizinkan maka Samrah pun berkata pada nabi bahwa dirinya lebih pandai berkelahi dibandingkan Rafi’ akhirnya keduanya mendapatkan izin untuk turut berperang bersama Nabi.

Para kaum orientalis menganggap, bahwa yang dilakukan oleh kedua pemuda itu adalah hal yang biasa dan sering terjadi di dunia Arab pada masa itu sehingga tidak perlu di heroik-heroik-kan. Tindakan keji ini, dengan tidak melihat betapa heroik serta betapa semangat yang mengebu-ngebu dalam diri kedua pemuda itu sangat disayangkan. Jangan sampai hal kecil ini kita abaikan begitu saja. Sebab bagaimana pun juga kaum orientalis juga menulis sebuah karya tulis.

Melalui karya tulis yang mereka lakukan ini-lah kaum orientalis melakukan ghazw al-fikr (perang pemikiran) untuk mengelabui para Ummat Islam. Sebagai contoh saja, alasan mengapa ummat islam yang ada pada saat ini begitu sulit untuk bersatu, merupakan dampak dari begitu menghunusnya pedang pemikiran kaum orientalis dalam hati kaum muslimin di dunia. Setidaknya ini menurut Syekh Said Ramadlan Al-Buthi.

Kembai ke pembahasan. Guna memurnikan pemikiran kaum Orientalis ini, Syekh Said memberikan sebuah tanggapan yang sangat menohok kepada mereka. Syekh Said berkata bahwa pemikiran kaum orientalis itu sangat bodoh!, dengan tidak melihat pada ulah Abdullah bin Ubay yang melakukan pembelotan ketika berangakat menuju medan peperangan. Dia, Abdullah bin Ubay yang merupakan gembong kaum munafik berhasil membuat sepertiga dari kaum muslimin yang akan perang melakukan pembelotan.
Sebuah tindakan pengecut yang sangat memalukan.

Kaum orientalis tidak melihat bahwa yang dilakukan oleh kedua sahabat nabi yang masih belia itu merupakan sebuah bentuk kemurnian dari rasa cinta serta iman yang luar biasa kepada Allah dan Rasulullah. Sehingga ketika menganggap biasa saja pada sikap keduanya, merupakan tindakan yang bodoh serta amat jauh dari sikap menghormati para sahabat Nabi.

Dan sebagai penutup dari tulisan ini, mari kita pikirkan kembali rasa kepedulian kita kepada sesama Ummat Islam. Jika rasa persatuan itu masih kuat, mengapa kita masih tidak memikirkan nasib ummat islam di Palestina, di Syiria, di Yaman, dan masih banyak lagi. Mari kita renungkan “apakah hati kita telah terserang oleh pemikiran-pemikiran kaum orientalis?” mari kita renungkan!


Wallahu A’lam

  • Muhammad Nur Khalis Santri Mahasiswa STAI Ma'had Aly Al-Hikam Malang