Penulis: Saefudin Achmad
Sabtu 21 September 2019
Atorcator.Com - NU perlu berbenah setelah cukup lama berada pada zona nyaman dalam berdakwah. Selama ini, NU merasa cukup membina ummat lewat pendidikan pesantren dan pengajian-pengajian memperingati hari besar Islam, haflah, maupun haul hingga tak sadar bahwa panggung utama justru sudah dikuasai oleh kelompok lain.
Maraknya ustadz seleb dengan kompetensi pas-pasan yang mondar-mandir muncul di TV adalah bukti kurang pedulinya NU terhadap dunia entertainment. Corak kyai-kyai dan santri NU yang tawadhu, sederhana, membuat dunia hiburan tidak begitu menarik. Bahkan mungkin ada yang beranggapan berada di dunia hiburan hanya memberikan 'madharat' dan 'mafsadat' yang lebih besar dibanding 'mashlahat'.
Dunia terus berubah dengan dinamika hidup yang berkembang. Dengan semangat "shalihun li kulli zaman", NU memang perlu menyesuaikan dengan perkembangan zaman agar tetap diterima dan memberikan manfaat yang maksimal bagi ummat. Model dan metode dakwah pun perlu menyesuaikan konteks zaman ini.
Zaman dulu sebelum ada media, sebelum teknologi informasi berkembang begitu pesat, model dakwah NU lewat pendidikan di pesantren dan pengajian memang masih sangat efektif. Tapi di zaman di mana media menjadi panggung utama dunia, mau tidak mau harus ada inovasi dan kreasi dalam berdakwah. Memantaskan diri sesuai kondisi zaman adalah harga mati, jika masih ingin terus eksis dan tidak tergerus modernitas yang tak bisa dicegah.
Perlu disyukuri saat ini NU benar-benar mulai berbenah. Banyak kyai-kyai muda NU yang menyadari arti pentingnya merebut panggung media. Kemunculan Gus Muwafiq di Youtube dan Instagram menjadi gairah baru. Beliau menjadi idola baru, tidak hanya bagi warga NU. Non-muslim pun suka mendengarkan ceramahnya.
Makin popularitasnya nama Gus Miftah yang berhasil meng-Islamkan dan meng-NUkan artis seperti Dedy Corbuzer. Gus Ulil dengan pengajian ihya ulumiddin via siaran langsung akun FB-nya yang mampu menyedot banyak pengguna medsos. Gus Nadir dengan tulisan-tulisan cerdas tapi mudah dipahami yang kerap menjadi trending topik. Kemunculan Gus Baha' lewat pemikiran-pemikiran unik dan keahlian di bidang tafsir yang mampu merebut hati masyarakat untuk segera mengidolakannya. Semua itu adalah bukti bahwa NU sekarang sedang menjajaki dunia baru yang sempat terabaikan.
Meskipun jalan dakwah tak selalu mudah karena pasti ada perlawanan, namun para kyai NU yang sekarang meramaikan media sosial telah banyak menjadi rujukan bagi masyarakat. Setelah sekian lama model beragama khayalak berkiblat ke ustadz seleb, sekarang mulai berbeda. Model beragama ala kyai-kyai NU sudah banyak ditiru oleh masyarakat luas.
Setelah mencoba menjajaki dunia media sosial, NU mencoba menjajaki dunia baru, yaitu dunia entertaint. Selama ini dunia entertainment hanya dikuasai oleh orang-orang yang hanya bermodal tampang, suara, dan bakat akting. Tidak jarang tokoh ustadz dalam sinetron maupun film diperankan oleh orang yang tak paham agama sehingga dalam adegan membaca Al-Qur'an, yang ada hanya lipsing. Sinetron dan film religi juga jarang yang berisi pesan semangat nasiolisme dan cinta tanah air. NU perlu menjajaki dunia entertainment ntuk membuka kran dakwah yang baru.
NU punya potensi yang sangat besar untuk sampai ke arah sana. Banyak santri-santri NU berbakat yang jarang terekspose. Pun santri-santri NU yang punya wajah tidak kalah rupawan dengan artis-artis saat ini. Ditambah dengan keilmuan dan pemahaman agama yang jauh lebih baik. Pentas seni yang digelar di pesantren adalah wadah para santri untuk mengembangkan bakat akting, bermusik, hingga menyanyi. Mungkin masyarakat umum banyak yang belum tahu bahwa pesantren NU mengakomodir hal-hal seperti itu, meski hanya untuk internal. Tapi ini adalah modal besar yang dimiliki NU untuk bisa berkiprah di dunia yang selama ini mungkin dianggap dunia hitam yang unfaedah.
Film The Santri nampaknya akan menjadi proyek besar NU untuk menjajaki dunia entertainment. Nama Gus Azmi, Veve Zulfikar, dan Wirda memang sudah cukup populer, tapi hanya di lingkup warga NU dan Pesantren. Masyarakat Indonesia secara umum belum begitu mengenalnya. Mereka jelas masih kalah tenar dengan nama-nama seperti Iqbal Ramdhan, Jefri Nicol, Rizki Nazar, Maudi Ayunda, Feby Blink, Nabila JKT-48, Vanessa Prescilla, dan yang lain.
Saya yakin menjadi pemeran Film The Santri, nama Gus Azmi, Veve, dan Wirda akan semakin meng-Indonesia, bahkan men-Dunia. Mungkin banyak yang tak menduga kalau ternyata ada santri se-Ganteng Gus Azmi, se-Cantik Veve, dan se-Manis Wirda. Tidak hanya modal tampang, mereka bertiga adalah remaja berbakat. Guz Azmi adalah vokalis grup sholawat yang sudah punya banyak penggemar. Pun dengan Veve yang punya suara indah, membuat orang banyak senang mendengarkan shalawat yang dilantunkan olehnya. Veve sudah punya basis penggemar sendiri di Youtube. Jangan lupa juga, Wirda adalah seorang hafidzoh yang cerdas dan menguasai bahasa Arab dan Inggris. Setidaknya mereka bertiga bisa menjadi trend setter baru bagi remaja-remaja Indonesia.
Tapi yang jauh lebih penting adalah pesan Islam Nusantara yang toleran, moderat, tawasuth, tawazun, dan cinta tanah air yang menjadi inti dari Film The Santri. Berdakwah lewat film terlihat lebih efektif dan mengena karena memang konteks sosial masyarakat saat ini sudah berbeda dengan masyarakat dulu saat awal-awal NU berdiri. Saya berharap kiprah NU tidak hanya berhenti di Film The Santri, tapi akan terus masuk lebih jauh dalam menjajaki dunia entertainment.
(SA)
Syaefudin Achmad Dosen IAIN Salatiga Asal Purbalingga Jawa Tengah
Sabtu 21 September 2019
republika |
Atorcator.Com - NU perlu berbenah setelah cukup lama berada pada zona nyaman dalam berdakwah. Selama ini, NU merasa cukup membina ummat lewat pendidikan pesantren dan pengajian-pengajian memperingati hari besar Islam, haflah, maupun haul hingga tak sadar bahwa panggung utama justru sudah dikuasai oleh kelompok lain.
Maraknya ustadz seleb dengan kompetensi pas-pasan yang mondar-mandir muncul di TV adalah bukti kurang pedulinya NU terhadap dunia entertainment. Corak kyai-kyai dan santri NU yang tawadhu, sederhana, membuat dunia hiburan tidak begitu menarik. Bahkan mungkin ada yang beranggapan berada di dunia hiburan hanya memberikan 'madharat' dan 'mafsadat' yang lebih besar dibanding 'mashlahat'.
Dunia terus berubah dengan dinamika hidup yang berkembang. Dengan semangat "shalihun li kulli zaman", NU memang perlu menyesuaikan dengan perkembangan zaman agar tetap diterima dan memberikan manfaat yang maksimal bagi ummat. Model dan metode dakwah pun perlu menyesuaikan konteks zaman ini.
Zaman dulu sebelum ada media, sebelum teknologi informasi berkembang begitu pesat, model dakwah NU lewat pendidikan di pesantren dan pengajian memang masih sangat efektif. Tapi di zaman di mana media menjadi panggung utama dunia, mau tidak mau harus ada inovasi dan kreasi dalam berdakwah. Memantaskan diri sesuai kondisi zaman adalah harga mati, jika masih ingin terus eksis dan tidak tergerus modernitas yang tak bisa dicegah.
Perlu disyukuri saat ini NU benar-benar mulai berbenah. Banyak kyai-kyai muda NU yang menyadari arti pentingnya merebut panggung media. Kemunculan Gus Muwafiq di Youtube dan Instagram menjadi gairah baru. Beliau menjadi idola baru, tidak hanya bagi warga NU. Non-muslim pun suka mendengarkan ceramahnya.
Makin popularitasnya nama Gus Miftah yang berhasil meng-Islamkan dan meng-NUkan artis seperti Dedy Corbuzer. Gus Ulil dengan pengajian ihya ulumiddin via siaran langsung akun FB-nya yang mampu menyedot banyak pengguna medsos. Gus Nadir dengan tulisan-tulisan cerdas tapi mudah dipahami yang kerap menjadi trending topik. Kemunculan Gus Baha' lewat pemikiran-pemikiran unik dan keahlian di bidang tafsir yang mampu merebut hati masyarakat untuk segera mengidolakannya. Semua itu adalah bukti bahwa NU sekarang sedang menjajaki dunia baru yang sempat terabaikan.
Meskipun jalan dakwah tak selalu mudah karena pasti ada perlawanan, namun para kyai NU yang sekarang meramaikan media sosial telah banyak menjadi rujukan bagi masyarakat. Setelah sekian lama model beragama khayalak berkiblat ke ustadz seleb, sekarang mulai berbeda. Model beragama ala kyai-kyai NU sudah banyak ditiru oleh masyarakat luas.
Setelah mencoba menjajaki dunia media sosial, NU mencoba menjajaki dunia baru, yaitu dunia entertaint. Selama ini dunia entertainment hanya dikuasai oleh orang-orang yang hanya bermodal tampang, suara, dan bakat akting. Tidak jarang tokoh ustadz dalam sinetron maupun film diperankan oleh orang yang tak paham agama sehingga dalam adegan membaca Al-Qur'an, yang ada hanya lipsing. Sinetron dan film religi juga jarang yang berisi pesan semangat nasiolisme dan cinta tanah air. NU perlu menjajaki dunia entertainment ntuk membuka kran dakwah yang baru.
NU punya potensi yang sangat besar untuk sampai ke arah sana. Banyak santri-santri NU berbakat yang jarang terekspose. Pun santri-santri NU yang punya wajah tidak kalah rupawan dengan artis-artis saat ini. Ditambah dengan keilmuan dan pemahaman agama yang jauh lebih baik. Pentas seni yang digelar di pesantren adalah wadah para santri untuk mengembangkan bakat akting, bermusik, hingga menyanyi. Mungkin masyarakat umum banyak yang belum tahu bahwa pesantren NU mengakomodir hal-hal seperti itu, meski hanya untuk internal. Tapi ini adalah modal besar yang dimiliki NU untuk bisa berkiprah di dunia yang selama ini mungkin dianggap dunia hitam yang unfaedah.
Film The Santri nampaknya akan menjadi proyek besar NU untuk menjajaki dunia entertainment. Nama Gus Azmi, Veve Zulfikar, dan Wirda memang sudah cukup populer, tapi hanya di lingkup warga NU dan Pesantren. Masyarakat Indonesia secara umum belum begitu mengenalnya. Mereka jelas masih kalah tenar dengan nama-nama seperti Iqbal Ramdhan, Jefri Nicol, Rizki Nazar, Maudi Ayunda, Feby Blink, Nabila JKT-48, Vanessa Prescilla, dan yang lain.
Saya yakin menjadi pemeran Film The Santri, nama Gus Azmi, Veve, dan Wirda akan semakin meng-Indonesia, bahkan men-Dunia. Mungkin banyak yang tak menduga kalau ternyata ada santri se-Ganteng Gus Azmi, se-Cantik Veve, dan se-Manis Wirda. Tidak hanya modal tampang, mereka bertiga adalah remaja berbakat. Guz Azmi adalah vokalis grup sholawat yang sudah punya banyak penggemar. Pun dengan Veve yang punya suara indah, membuat orang banyak senang mendengarkan shalawat yang dilantunkan olehnya. Veve sudah punya basis penggemar sendiri di Youtube. Jangan lupa juga, Wirda adalah seorang hafidzoh yang cerdas dan menguasai bahasa Arab dan Inggris. Setidaknya mereka bertiga bisa menjadi trend setter baru bagi remaja-remaja Indonesia.
Tapi yang jauh lebih penting adalah pesan Islam Nusantara yang toleran, moderat, tawasuth, tawazun, dan cinta tanah air yang menjadi inti dari Film The Santri. Berdakwah lewat film terlihat lebih efektif dan mengena karena memang konteks sosial masyarakat saat ini sudah berbeda dengan masyarakat dulu saat awal-awal NU berdiri. Saya berharap kiprah NU tidak hanya berhenti di Film The Santri, tapi akan terus masuk lebih jauh dalam menjajaki dunia entertainment.
(SA)
Syaefudin Achmad Dosen IAIN Salatiga Asal Purbalingga Jawa Tengah