Hijrah Teologis: Dari Washliyah Menuju Jahamiyah - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Selasa, September 03, 2019

Hijrah Teologis: Dari Washliyah Menuju Jahamiyah

Penulis: Nurbani Yusuf
Selasa 3 September 2019
Ilustrasi: Tebuireng-Online
Atorcator.Com - Siapa bisa cegah bila Muhammadiyah yang ditabalkan sebagai organisasi modernis menjadi sangat puritan dan NU yang diidentikkan sebagai jamiyah tradisional menjadi sangat modern---apa yang dilakukan kyai Dahlan di awal pergerakan justru diingkari pada hari ini.

Kenapa para peneliti menyebut Muhammadiyah sebagai organisasi modern? Prof Nakamura menjawab sangat komprehensif setelah melalui berbagai tahapan penelitian puluhan tahun di Kotagedhe tempat organisasi modern di paruh pertama abad XX lahir.

Gagasan besar Kyai Dahlan mentransformasi nilai-nilai kebaharuan cukup siginifikan. Taruh saja keberaniannya menterjemahkan Al Quran dalam huruf Latin--mengadopsi sistem sekolah seminari--sistem klasikal menggunakan papan dan kapur, termasuk mengajarkan ilmu-ilmu yang dianggap sekuler semisal ilmu hitung, bahasa dan seni adalah ikhitiar menabrak tabu.

Kyai Dahlan juga mengenalkan sistem organisasi modern Islam yang reformis--beliau terbuka terhadap perubahan dan dinamika sosial dan politik beliau bergaul luas dengan orang kejawen--nasionalis--misionaris bahkan atheis. Hal hal yang sebelumnya dianggap tabu karena dianggap tassabuh. Kyai Dahlan juga kooperatif dengan pemerintahan kompeni Belanda. Bukan oposisi apalagi mengambil posisi berhadapan.

Beliau tidak takut tertular karena bergaul dengan orang atau kelompok yang dianggap bukan bagian dari Islam. Islam yang dipahami Kyai Dahlan bukan Islam jumud yang hanya ngurus kesalehan personal individual atau soal-soal kematian. Bagi Kyai Dahlan agama Islam mengajarkan bagaimana agar kita bisa hidup lebih baik, di dunia dan di akhirat sebagai sebuah keseimbangan.

Bukankah Kyai Dahlan juga mengendarai Harley Davidson saat mengajar di stovia dan kweekshool sekolah pribumi milik Belanda--kumpulan makalah Muhammadiyah di penghujung abad XX.

Prof Nakamura : Islam adalah keimanan yang hidup dan berperan vital dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bahwa Islam yang dipahami Muhammadiyah
adalah kekuatan dinamis yang mampu mentransformasikan kompleksitas sosio-kultual dari tradisi kejawen.

Bagi Kyai Dahlan TBC akan hilang ketika pendidikan masyarakat berkembang baik--kebodohan telah membuat umat Islam terpuruk dan tertinggal--Tesis ini begitu diyakini bahkan tertuang dalam Majlis Majlis yang ditampilkan saat itu; Majlis Poestaka. Majleis Tablig. Penolong Kesengsaraan Oemoem. Majleis Pendidikan. Empat Majlis inilah yang dikenalkan Kyai Dahlan untuk mengenalkan Islam modernis saat itu--Prof Ahmad Jainuri.

Dalam konteks Muhammadiyah, Kotagede, Jawa dan Islam melebur menjadi satu dalam nilai-nilai etika. Muhammadiyah berhasil mentransformasikan Kotagede dari sebuah kota yang sebelumnya memiliki dengan identitas kejawaan yang sangat kuat menjadi kota yang juga penuh dengan semangat Islam yang reformis.

Muhammadiyah diawal perkembangan begitu dinamis--maka layak disebut modernis berbeda dengan NU yang dianggap tradisional sebab NU menabalkan diri sebagai penjaga kultur dan status quo.

Prof Malik Fadjar berujar--bawalah Muhammadiyah ke tempat terang jangan bawa ke lorong-lorong gelap--mungkin beliau hendak mengingatkan bahwa kita harus kembali ke start awal di mana Kyai Dahlan yang disebut sang pencerah meletakkan dasar-dasar pemahaman ke-Islaman yang modern--dinamis--inklusif--moderat bukan sebaliknya. Selamat berhijrah ....

@nurbaniyusuf
Komunitas Padhang Makhsyar