Dua Gelombang Aksi: Belajar dari Hadis Nabi - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

01 Oktober 2019

Dua Gelombang Aksi: Belajar dari Hadis Nabi

Penulis: Muhammad Al-Fayyadl
Selasa 1 Oktober 2019
Ilustrasi: tirto

Atorcator.Com - Muncul suara sumbing atas aksi jalanan mahasiswa kala memasuki waktu malam. Mereka menuduh itu "perusuh, bukan pendemo". Menjelang waktu maghrib, polisi juga kerap beringas menembaki gas air mata aksi mahasiswa dan demonstran jalanan. Semakin malam, seperti tadi malam di Bandung dan Jakarta, brutalitas itu semakin menjadi-jadi. Herannya, sebagian orang ada yang tega mendukung brutalitas itu atas nama penegakan aturan. Barangkali Allah telah mematikan nurani mereka. Wallahu a'lam.

Tapi bagaimana persisnya status aksi di malam hari? Ajaran Islam tentang berjuang di Jalan Allah memiliki suatu perspektif khusus. Saya menyebutnya konsep "dua gelombang aksi".

Konsep ini berpijak pada waktu. Bahwa waktu berjuang memiliki dua waktu utama. Pertama, pagi hari (ghadwah) sampai sore hari. Kedua, sore hari sampai kembali pagi keesokan harinya (rawhah).

Hal ini sebagaimana diajarkan oleh Nabi dalam haditsnya yang mulia, riwayat Anas bin Malik RA, dan termuat dalam dua Shahih al-Bukhari-Muslim:


وعنْ أَنَسٍ رضي الله عنه ، أنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: لَغَدْوَةٌ في سبِيلِ اللَّهِ أوْ رَوْحَةٌ خَيْرٌ مِن الدُّنْيَا وَمَا فِيها (متفقٌ عليهِ)

"Diriwayatkan dari Anas RA bahwa Rasulullah (shallallahu 'alaihi wassallam) bersabda: 'Sungguh, keluar pagi-pagi hari di jalan Allah atau keluar sore hari (di jalan Allah) lebih baik daripada dunia dan seisinya".

Ini berarti keutamaan berjuang di waktu pagi dan sore. Khusus waktu sore, berarti perjuangan itu berlanjut sampai malam dan keesokan harinya.

Rasulullah bahkan meng-"endorse" orang yang berjaga-jaga begadang sepanjang siang dan malam untuk keperluan perjuangan di Jalan Allah, dalam hadits lain riwayat Salman Al Farisi RA:

وعَنْ سَلْمَانَ ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّه ﷺ يَقُولُ: رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيرٌ مِنْ صِيامِ شَهْرٍ وقِيامِهِ، وَإنْ ماتَ فيهِ جَرَى عَلَيْهِ عمَلُهُ الَّذي كَانَ يَعْمَلُ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزقُهُ، وأمِنَ الفَتَّانَ (رواهُ مسلمٌ)

"Dan dari Salman RA berkata: 'Saya mendengar Rasulullah (shallallahu 'alaihi wasallam) bersabda: 'Bangun berjaga-jaga (dalam perjuangan di Jalan Allah) pada hari dan malam lebih baik daripada berpuasa dan bangun malam sebulan. Dan jika ia meninggal pada saat itu, (pahala) amalnya akan mengalir sebagaimana ia melakukannya, rezekinya akan dijalankan terus kepadanya (sampai di alam kubur), dan ia akan aman dari para malaikat kubur" (HR Muslim).

Syarat bagi semua keutamaan itu hanya ini: perjuangan itu diniatkan untuk memperoleh ridha Allah, diniatkan untuk Amar Makruf Nahi Mungkar, tidak melakukan penganiayaan atau kezaliman kepada sesama Muslim atau siapapun yang haram darah dan kehormatannya, tidak disertai dengan kemaksiatan seperti minum minuman keras, tetap menegakkan shalat wajib meskipun dalam situasi darurat, tabah dan bersabar dalam suka maupun duka, serta sejumlah syarat Jihad fi Sabilillah yang lain yang detailnya bisa dicek di berbagai keterangan ulama.

Satu hal disimpulkan: Islam tidak melarang aksi perjuangan dilakukan di malam hari. Meski segala skenario dari pihak yang tidak suka dengan aksi itu harus diwaspadai, dan segala potensi mudarat yang tidak perlu harus dihindari, demi keselamatan jiwa peserta aksi.

Wallahu a'lam bis shawab. Hanya Allah yang lebih mengetahui dengan sebenar-benar dan seadil-adil perkara.

"Tetap bergerak, dan tak perlu mengebiri diri sendiri. Karena demokrasi sedang dikebiri."

Muhammad Al-Fayyadl Pegiat FNKSDA