Pengajian Ihya’ Gus Ulil : Sufi yang Menikmati Berzikir Sejak Kecil - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

14 Oktober 2019

Pengajian Ihya’ Gus Ulil : Sufi yang Menikmati Berzikir Sejak Kecil

Penulis: Zahrotun Nafisah
Seni 14 Oktober 2019
BangkitMedia

Atrocator.Com - Pada pengajian Ihya kali ini Gus Ulil menceritakan sebuah kisah seorang wali yang berasal dari Iran yang dituliskan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya. Ia menerangkan beberapa kali memang ditemukan bahwa beberapa sufi dan wali berasal dari Iran meski belum ditelusuri lebih dalam alasannya. Sebuah negara yang kini menganut teologi Syiah.

Tersebutlah Sahal bin Abdullah at-Tusturi suatu hari saat usianya menginjak di tahun ketiga, ia melihat pamannya yang bernama Muhammad bin Suwar sedang melaksanakan sholat malam. kemudian pamannya bertanya, “apakah engkau tidak berdzikir kepada Allah, Tuhan yang telah menciptakan engkau?” kemudian Sahal kecil bertanya kembali, “bagaimana caranya untuk berzikir kepada Allah?”

Pamannya lantas menjawab, “saat engkau berbaring, ucapknlah dalam hati kalimat “Allahu ma’iiy Allahu nadzirun ilayya Allaahu syaahidi” (Allah bersamaku, Allah memandangku, Allah menyaksikanku) sebanyak tiga kali.” Kemudian ia membacanya sebanyak tujuh kali, kemudian meningkat lagi menjadi sebelas kali setiap malam sampai ia menikmati berzikir. Setelah bebepara tahun ia mengamalkannya, barulah ia merasakan kemantapan dan ketentraman di lubuk hatinya.

Suatu hari pamannya bertanya kembali setelah ia berhasil mengamalkan zikir yang telah diajarkan oleh pamannya, “siapapun yang bersama Allah dan Allah menyaksikan segala gerak-geriknya maka ia berani untuk berbuat maksiat? Wahai Sahal! Jauhilah maksiat!”

Dari sini kita bisa mengetahui bahwa esensi dari berzikir kepada Allah adalah melatih diri untuk menjauhi maksiat. Lantas apa lagi tujuan dari berzikir itu sendiri jika bukan menghadirkan rasa takut untuk berbuat hal yang dilarang oleh Allah? Setelah itu ia makin menyingkirkan dirinya dari keramaian dunia.

Saat usianya memasuki masa-masa sekolah ia diminta oleh keluarganya untuk bersekolah, namun ia menyampaikan kekhawatirannya akan kelalaian dirinya dari berzikir kepada Allah jika sudah bersekolah.  Lantas Sahal mengajukan syarat agar ia bisa tetap berzikir, yaitu ia tetap bersekolah hanya sebentar saja agar sisa waktunya bisa ia gunakan berzikir dan menghapal Alquran.

Fenomena ini memang sulit dipercaya. Seorang anak usia dini telah memiliki pemikiran yang sangat jauh dari orang kebanyakan. Namun Gus Ulil mengatakan bahwa di Mesir sudah biasa anak-anak di bawah sepuluh tahun sudah memulai menghapalkan Alquran. Dan Sahal mampu merampungkan hapalan Al-Qur’an saat usia menginjak 7 tahun. Selain itu ia konsisten berpuasa setiap hari (tentunya kecuali pada hari-hari terlarang) dan hanya berbuka dengan roti yang berkualitas rendah. Ia melakukan tirakat yang sangat ketat.

Kemudian pada suatu hari saat usianya sudah memasuki 13 tahun ia memiliki pertanyaan yang sudah ia tanyakan kepada ahli ilmu manapun namun tidak mampu menjawabnya. Lantas keluarganya menyuruhnya untuk pergi ke Bashrah untuk menanyakan hal tersebut yang tidak disebutkan oleh al-Ghazali dalam kitabnya. Sayangnya, sang ulama tidak juga mampu menjawab pertanyaan dari Sahal. Ia tetap bersikukuh untuk mendapatkan jawaban dari kegelisahannya itu.

Pergilah ia ke kota Ibadan, sebuah kota di Nigeria untuk menemui seorang alim bernama Abu Habib Hamzah bin Abu Abdillah al-Ibadani. Ternyata ia mendapatkan jawaban yang melegakan hatinya. Sebab ia merasa cocok dengan guru yang baru ia temui itu, bergurulah ia pada Abu Habib Hamzah selama beberapa malam untuk mempelajari bagaimana ia berbicara, beribadah dan bertata krama. Gus Ulil menambahi jika kita telah menemukan guru yang sesuai chemistrinya dengan kita maka teruslah berguru padanya. Sebab menemukan guru yang sesuai dan cocok tidaklah mudah.


Demikianlah kisah seorang sufi yang sejak kecil ia sudah melakukan mujahadah yang luar biasa ketat. Ibrah yang bisa kita ambil bersama adalah untuk membentuk seorang anak menjadi orang yang ahli ilmu dan ibadah adalah dengan membiasakannya hal-hal yang baik dan sederhana sejak usia kecil. Karena pada usia-usia emas ia akan mudah dibentuk karakternya.

*Selengkapnya di sini