Menyimak Rivalitas: Islam Puritan Dan Islam Tradisional - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Sabtu, April 20, 2019

Menyimak Rivalitas: Islam Puritan Dan Islam Tradisional

matapolitik

Penulis: Nurbani Yusuf

Atorcator.Com - Pilpres 2019 bukan hanya  persaingan antara Prabowo vs Jokowi--tapi adalah rivalitas internal santri--isu khilafah dan isu komunis lebih kuat dibanding social-walfare--

Tak ada masalah dengan visi kebangsaan antara Jokowi-Prabowo--SBY--Mega. Begitu pula dengan PDIP, Gerindra dan Demokrat. Mereka ini berada di barisan nasionalis--entah sekuler atau religius--tak penting. Sebelumnya mereka biasa berkoalisi dan bekerja sama--sebab platform kebangsaan yang mereka usung sama.

Bukan Jokowi dan Prabowo yang bertarung--tapi mereka yang ada disekeliling--para pendukung di dua kubu itulah yang sesungguhnya sedang berebut kekuasaan. Dua aliran Islam sedang bertarung ketat: Islam Puritan dan Islam Tradisional.

Pertama: Islam Puritan (bukan modernis) diwakili PKS, PAN, sebagian MUHAMADIYAH, FPI, HTI, Wahabi dan aliran Islam lainnya yang lebih kecil tapi puritan dan ijtima ulama yang mengklaim merepresentasi umat Islam secara masif. Kedua: Islam Tradisional direpresentasi PKB, PPP kemudian NU dan seluruh underbownya, sebagian MUHAMADIYAH, Al Washiliah, Nahdhatul Ummah dan gerakan tharikat dan ribuan kyai-kyai kampung yang bertebaran.

James Peacok dan Nakamura menyebut bahwa persaingan Islam Puritan dan Islam Tradisional sudah cukup lama berlangsung--bahkan sejak era Wali Songo dan seteru terbentuknya Kerajaan Islam Pajang. Bahkan di internal Wali Songo pun juga terbelah antara wali pedalaman yang mendukung Dimas Sutawijaya yang kelak menjadi Panembahan Senapati dan Wali Pesisir yang mendukung Arya Penangsang. Juga bisa disimak dari dialog antara Sunan Ampel dan Sunan Kalijogo tentang model dan strategi dakwah yang mereka praktikkan. Disparitas ini terus terawat hingga saat ini tulis Fachri Ali.

Menariknya .. Dikotomi ideologis santri--abangan--priyayi dalam Pilpres kali ini tak nampak terlihat. Seperti dua dekade sebelumnya. Bahkan terkesan lebih membaur dan menghilang. Berbanding terbalik  dengan rivalitas internal santri yang menguat. Bahkan Islam modernis pun kalah, dibenam dengan dua mainstream fanatik: Islam Puritan dan Islam Tradisional yang siginifikan terus menguat dengan narasi politik yang kian benderang.

Aroma Persaingan politik telah bermula sejak era reformasi--meski samar, sebab musuh mereka adalah rezim Soeharto, rivalitas santri juga masih belum terasa sebab masih belum masuk ranah teknis bagi kue kekuasaan. Proyek besarnya adalah Soeharto lengser--itu sudah cukup--kemudian dibarengi dengan euphoria berdirinya partai-partai yang sebelumnya dilarang.

Baru pada Pilpres 2019 secara vulgar dan kasat mata mulai tampak terlihat. Konflik BANSER bukan dengan barisan muda banteng, tapi dengan halaqah-halaqah Islam puritan. Kerap terjadi konflik dan selisih kecil di akar rumput meski masih dalam taraf sederhana.

Ironisnya--dua kandidat Presiden terjebak dalam arena konflik itu. Sebab butuh suara dukungan meski secara tegas keduanya
bersetia pada Pancasila dan NKRI. Tapi ini politik .. siapa bisa tebak ? Bukankah masing-masing punya agenda--meski dalam satu koalisi,

Sikap malu-malu: Islam Puritan yang menggagas Khilafah dan Islam Tradisional yang mempertahankan Pancasila tercium juga--inilah yang sekarang sedang bertarung--baik secara politis maupun ideologis. Pilpres hanya area tempur. Prabowo dan Jokowi hanya martir--bukan tujuan ... lantas siapa diuntungkan ketika dua kelompok santri ber-ikhtilaf ..?

Wallahu taala a'lam

@nurbaniyusuf
Komunitas Padhang Makhsyar