Prof. Sumanto Al Qurtuby seorang doesen di timur tengah, Profesor Antropologi Budaya King Fahd University of Petroleum and Minerals |
Penulis: Sumanto
Al Qurtuby
Atorcator.Com -
Islam, sebagai sebuah agama, sebagaimana agama-agama lain, bukan
hanya sebuah dogma dan ajaran tapi juga merupakan "fenomena sosial".
Doktrin dan ajaran Islam pun bukan turun di ruang hampa, melainkan selalu
terkait dengan proses-proses sosial masyarakat Muslim sebagai "komunitas
Islam". Karena itu Islam tidak bisa dipisahkan dengan Muslim. Dan karena
itu pula Islam bisa dipelajari dari berbagai sudut pandang keilmuan bukan
melulu "ilmu-ilmu keislaman" seperti ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu
fiqih, dlsb.
Dalam
sejarahnya, kaum Muslim awal sampai abad pertengahan juga mempelajari Islam
dari berbagai perspektif dan keilmuan. Tidak ada pemisahan "ilmu
agama" dan "ilmu sekuler" misalnya. Karena itu, abad
klasik-pertengahan Islam mampu menghasilkan para sarjana polymath, yaitu
sarjana Muslim yang menguasai berbagai bidang keilmuan: dari hadis dan hukum
Islam sampai filsafat, matematika, astronomi, fisika, kimia, kedokteran, dan
bahkan ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Ibnu Khaldun
misalnya adalah seorang sosiolog dan sejarawan hebat. Al-Biruni bukan hanya
ahli matematika tapi juga antropolog sejati yang melakukan penelitian etnografi
bertahun-tahun di India untuk mempelajari sistem kasta, praktek-praktek ritual,
dan struktur masyarakat Hindu dan Jainisme. Al-Jahiz adalah ilmuwan zoologi
ternama. Jauh sebelum Lamarck dan Darwin membahana, al-Jahiz di abad ke-9 M
dalam Kitab al-Hayawan ("Buku Para Hewan") sudah melakukan pembahasan
ilmiah mengenai evolusi biologi. Kelak, pandangan-pandangan al-Jahiz itu
kemudian diikuti oleh sejumlah ilmuwan seperti al-Qazwini (penulis kitab
'Aja'ib al-Makhluqat") dan al-Damiri (penulis kitab "Hayat
al-Hayawan").
Karena itu
"sungguh terlalu" jika sebagian kaum Muslim dewasa ini mempertanyakan
"ilmu Islam" dan "ilmu non-Islam" he he. Sebagai sebuah
agama, Islam bisa dipelajari dengan menggunakan perspektif, pendekatan, dan
disiplin apa saja: sejarah, sosiologi, antropologi, ilmu politik, ekonomi,
hukum, dlsb, tidak melulu ilmu hadis, ilmu afsir, ilmu fiqih, ushul fiqih, ilmu
dakwah, dlsb.
Di
kampus-kampus Barat, hampir semua disiplin keilmuan sosial-humaniora sudah
menjadikan Islam dan Muslim sebagai bahasan utama. Di kawasan Arab dan Timur
Tengah, meskipun agak terlambat, fenomena ini sudah mulai menggeliat dan
menggairahkan. Banyak universitas di kawasan ini, khususnya Libanon, Qatar,
Mesir, Iran, Irak, Uni Emirat Arab, Maroko, dlsb yang mempunyai
fakultas-fakultas ilmu sosial yang mempelajari fenomena Islam dan masyarakat
Muslim.
Banyak pula
sarjana-sarjana Muslim Arab & Timur Tengah pada umumnya yang mendalami
kajian keislaman dari perspektif dan pendekatan ilmu-ilmu sosial dan humaniora
ini, sebuah kabar yang sangat menggembirakan, khususnya buatku sebagai penikmat
ilmu-ilmu sosial khususnya antropologi dan sosiologi.