Ilustrasi foto (Merdeka) |
Penulis: Nyai Shuniyya
Ruhama
Atorcator.Com -
Sewaktu perjalanan ke Jepara dalam rangka menghadiri undangan
sahabat Gusdurian Jepara, sempat Kang Driver bertanya: ..
"Bun, jaman
sekarang kok bisa ya. Orang baru belajar agama sudah kemlithi.
Sok-sokan. Ini salah itu salah. Padahal dia itu temanku. Blas
gak bisa ngaji. Nakal pula... "
Aku hanya
tersenyum, " Ya memang begitu Kang judulnya. Orang kalau baru
tahu sedikit kan merasa sudah pol-polan."
"Maksudnya
gimana Bun? " tanya dia.
"Njenengan
tahu Lutfi anakku kan? Waktu dia dulu pertama kali baru bisa mengeja
huruf, apa-apa dibaca. Bacanya keras-keras pula sampai bikin rumah
jadi bising. Ketemu tulisan 'Satu', langsung dieja: es - a -
sa... te-u-tu... saaaatu.
Wah gagah sekali
rasanya. Habis itu, bapaknya lagi sare dibangunin, dipaksa
suruh baca tulisan itu, karena masih kriyip-kriyip dan pastinya
malas ngeladenin putra kesayangannya, bukannya Lutfi paham, tapi
malah teriak-teriak.
Dia bilang
kalau bapaknya gak bisa baca. Bapaknya tidak pinter kayak Lutfi.
Karena serumah yang pergi sekolah cuma Lutfi doank. Nah lo...
Ahahaha... Tapi begitu dia sudah masuk SD, bisa baca lancar, ya
sudah diam. Gak pernah apa-apa dibaca sambil teriak-teriak kayak dulu
lagi"
Hahaha.
"Iya Bun. Bener ya... Lha kok persis ya".
"Yo memang
begitu Kang. Perjalanan manusia kan seperti itu. "
Lalu Bapaknya
anak-anak Moch Yusuf menambahkan,
"Contohnya
lagi Kang, kalau ada orang yang belajar bela diri, baru bisa satu dua
jurus. Rasanya pingin nantangin orang sekampung. Sudah merasa
paling jagoan, merasa menangan.
Akan berbeda dengan yang sudah beneran jadi master atau suhu. Diberantemin orang saja, malah akan minta maaf duluan. Merendahkan hati. Sangat menghindari kontak fisik. Padahal, cukup sekali libas, penantangnya bisa langsung kelar hidupnya... "
Hahaha.."Bener...
Bener... Bener Pak", kata Kang Driver.
Itu pelajaran
hidup kita bersama. Proses menjadi manusia seutuhnya memang butuh waktu dan
tempaan.
Semoga adab senantiasa
kita junjung tinggi, sehingga tidak terjadi pada diri kita.
Kebiasaan mencaci maki dan menghakimi orang lain, pasti bukan karena
kealiman kita, tapi karena kepicikan dan keawaman kita sendiri.
- Nyai Shuniyya Ruhama Pengajar PPTQ Al Istiqomah Weleri-Kendal Murid Mbah Wali Gus Dur. Alumni FISIPOL Universitas Gadjah Mada Yogyakarta