Penulis: Abdul Adzim
Ahad 7 Juli 2019 01:00
Sabda Rasulullah ﷺ:
الرُّؤْيَا الْحَسَنَةُ مِنَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ
"Mimpi yang baik dari orang yang sholeh adalah 1 dari 46 bagian kenabian.” (HR. Bukhari 6582 dalam Fathu al-Bari 12/379).
Masih menyisakan polemik di kalangan ulama. Kalau mimpi orang mukmin merupakan bagian dari tanda kenabian, bukankah kenabian sudah tertutup dengan wafatnya Baginda Nabi?
Al-Imam Ibnu Hajar al-'Asqolani, nama lengkapnya Syihabu ad-Din Abu al-Fadhal Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Ahmad al-Kinnani Al-'Asqolani al-Mishri as-Syafi'i (773 H/1372 M – 852 H/1449 M) dalam Fathu al-Barinya memberikan jawaban perihal pertanyaan ini, bahwa kata tersebut hanya merupakan ungkapan majaz bagi selain para Nabi karena bila mimpi itu berasal dari seorang Nabi, maka secara hakikat, jelas mimpi itu bagian dari tanda kenabian.
Al-Khathabi, nama lengakapnya Abu Sulaiman Hamd bin Muhammad bin Ibrahim bin al-Khathab al-Basti al-Khathabi as-Syafi'i (319-388 H/931-988 M) mencoba memberikan jawaban yang berbeda: Bahwa kata "bagaian dari tanda kenabian" adalah kata lain dari ungkapan bahwa mimpi orang mukmin itu selaras dengan tanda kenabian bukan kenabian yang berlanjut. Sentara Ulama lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah bagian dari ilmu kenabian karena meski zaman kenabian telah tertutup namun amaliyahnya masih abadi hingga akhir zaman. Hal ini senada dengan apa yang pernah ditanyakan pada Imam Malik bin Anas ra melalui cerita Ibnu Abdu Abdu al-Bar: Apakah mimpi bisa ditafsir oleh setiap orang? Imam Malik ra menjawab: Apakah dia mau bermain-bermain dengan tanda kenabian? [1]
Kemudian Imam Malik berkata: Mimpi adalah bagian dari tanda kenabian, maka jangan bermain-main dengan tanda kenabian. Artinya, mimpi itu bukanlah kenabian yang masih berlanjut tetapi mimpi orang mukmin serupa dengan kenabian dari segi kemampuan menembus sebagian sekat alam gaib, maka hendaklah jangan sembarangan membicarakan tafsir mimpi tanpa didasari ilmu.
Ibnu Baththal lengakapnya Abu al-Hasan Ali bin Khalaf bin Abdu al-Malik (wafat 449 H/1057 M) mengatakan: Adanya mimpi orang mukmin adalah bagian dari tanda kenabian, merupakan sebuah pengagungan pada mereka walau pun mimpi orang mukmin tersebut sebagaian dari seribu bagian tanda kenabian.
Maka dari itu legal bila diucapkan, bahwa lafadz "النبوة" diambil dari asal kata "الإنباء" secara bahasa berarti "الإعلام" (pemberitahuan). Bedasarkan proposisi ini, maka maksud dari makna "الرؤيا" hadist di atas adalah mimpi orang mukmin itu, ialah kabar berita yang benar dari Allah ﷻ tidak mengandung kebohongan di dalamnya sebagaimana arti kata "النبوة" adalah naba' (kabar berita) yang benar dari Allah ﷻ yang tidak mengandung kebohongan. Konklusinya kata "الرؤيا" dan kata "النبوة" sama dalam arti kabar berita yang benar.
Al-Mazari, nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Umar bin Muhammad at-Tamimi al-Mazari al-Maliki (453-536 H/1061-1141 M) berpendapat: Bahwa pengertian kata "النبوة" dalam hadist di atas, bisa saja diarahkan pada arti mengabarkan suatu yang gaib secara khusus, meskipun di dalamnya mengandung ancaman atau kabar gembira dan mengabarkan suatu yang gaib adalah buah dari tanda kenabian.
Terakhir Al-Qadhi Abu Bakar Ibnu al-'Arabi (468 H/1076 M - 543 H/1148 M) menambahkan: Tidak ada yang tahu hakikat bagian-bagian dari kenabian kecuali Allah ﷻ, para malaikat dan para Nabi, sedangkan penyebutan nominal yang dikehendaki Nabi ﷺ dalam hadist tersebut hanya menjelaskan bahwa mimpi orang mukmin merupakan bagian dari tanda-tanda kenabian secara global. [2]
Waallahu A'lamu
___________________________________
___________________________________
[1] Mimpi tidak boleh sembarangan ditafsiri kecuali oleh orang yang baik dan ahli dalam tafsir mimpi.
(أنوار البروق في أنواع الفروق الجزء الرابع صـ 241242)
[2] lihat:
(فتح الباري بشرح صحيح البخاري، دار الكتب ص ٣١١
جزء ١٣، الحديث: 6983)
- Abdul Adzim Lahir di Surabaya. Domisili Bangkalan Madura. Alumni Pondok Pesantren Sidogir. Aktif mengajara di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.