Dakwah KH. M. Ihya’ Ulumiddin, Pujon, Malang, Jawa Timur [Menyatukan Umat Lewat Dakwah] - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

19 Juli 2019

Dakwah KH. M. Ihya’ Ulumiddin, Pujon, Malang, Jawa Timur [Menyatukan Umat Lewat Dakwah]

Penulis: Umar Faruq
Jumat 19 Juli 2019

Atorcator.Com - Kiai M. Ihya’ Ulumiddin sangat familiar bagi masyarakat Jawa Timur, figur low profile ini sering menghiasi berbagai media (cetak atau elektronik). Namun siapa sangka, bahwa dulunya beliau hanya seorang anak desa dari kabupaten Lamongan, memulai perintisan dakwah dari nol dan mengembangkannya hingga kini mempunyai cabang di beberapa daerah Indonesia. Melihat beliau, kita bisa membaca bagaimana sosok yang terus bergerak untuk berdakwah dan menyerahkan seluruh kehidupan untuk kemanfaatan umat.

Ihya’ Ulumiddin lahir pada 10 Agustus 1952  di desa Parengan, Maduran, Lamongan, Jawa Timur. Setelah lulus Sekolah Rakyat (SR), setingkat sekolah dasar pada tahun 1964 beliau melanjutkan pendidikan di pondok pesantren Langitan, Widang, Tuban, Jawa Timur yang pada saat itu diasuh oleh KH. Abdul Hadi Zahid, ulama kharismatik yang terkenal keistiqamahannya.

Sepuluh tahun di Langitan, Kiai Ihya’ kemudian magang sekaligus belajar di YAPI Bangil asuhan Habib Husen al-Habsyi. di YAPI, Kiai Ihya’ mulai mengenal gerakan dakwah dan semangat mendalami ilmu serta memperjuangkan agama, di samping Kiai Ihya’ muda dikenal sebagai seorang santri yang mempunyai kapasitas keilmuan yang baik.

Ke Makkah

Setelah dari Pasuruan, Kiai Ihya’ memperdalam keilmuannya di Makkah, berkhidmah dan belajar kepada Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki yang merupakan ulama Ahlussunnah kesohor di dunia. Hingga pada tahun 1980, Kiai Ihya’ kembali ke Indonesia.

Meskipun berada di tanah air, hubungan antara keduanya (Sayyid Muhammad dan Kiai Ihya’) terus berkesinambungan hingga saat ini. Wujud dari hubungan ini salah satunya adalah santri Indonesia yang ingin ke Rushaifah, Makkah (tempat belajar asuhan Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Alawi al-Maliki) diwajibkan berstatus santri PP. Nurul Haromain, Ngroto, Pujon, Malang asuhan Kiai Ihya’.

Bergerak di Medan Dakwah

Kiai Ihya’ mulai merintis dakwah dari rumah mertua di Keputran, Kejambon, Surabaya. Saat itu, diceritakan beliau mengetik dan memfotocopi sendiri terjamah kitab fiqih Sullam Safinah untuk diajarkan kepada masyarakat sekitar di musala berukuran 3×4 m yang berada di gang sempit. Selama dua tahun rutinitas tersebut dijalani hingga beliau dikenal oleh kalangan mahasiswa.

Pada tahun 80-an nama Kiai Ihya’ menjadi salah seorang pelopor dakwah di kampus-kampus negeri di Surabaya dan Malang. Dakwah di kampus inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Yayasan Al-Haromain yang sekarang berpusat di Ketintang Barat Gg. II.

Sebagai wadah binaan para mahasiswa akhirnya didirikanlah JDA (Jamaah Dakwah Al-Haromain). Termasuk kegiatannya adalah kajian-kajian rutin Kiai Ihya’ di pesantren Nurul Haromain dan Ketintang yang bisa diakses secara live lewat TV internet Al-Muttaqin yang berpusat di Malaysia.

Mendirikan Pesantren

Selain pembinaan di kalangan mahasiswa, Kiai Ihya’ aktif mengajar di beberapa pesantren Jawa dan Madura, dakwah dari satu tempat ke tempat lain beliau lakukan selama sepuluh tahun. Guru beliau, Abuya Sayyid Muhammad kemudian memerintahkan agar Kiai Ihya’ mengasuh pesantren pada tahun 1991 di desa Ngroto Pujon Malang, yang pembangunannya sudah dimulai sejak tahun 1986. Pesantren ini kemudian dikenal dengan nama Pondok Pesantren Pengembangan dan Dakwah Nurul Haromain.

Para santri yang ada di pesantren Nurul Haromain ditempa untuk memiliki cita-cita tinggi dan mulia sebagai seorang juru dakwah dengan mendirikan lembaga pendidikan atau keagamaan. Seperti majelis taklim, pesantren untuk yatim dhuafa’, pesantren untuk umum atau minimal Lembaga Pendidikan Islam. Para santri Nurul Haromain menjadi ujung tombak perkembangan dakwah JDA atau PERSYADHA (Perserikatan Dakwah Al-Haromain) yang telah memiliki cabang di Batam, Samarinda, dan beberapa daerah lain di Indonesia.

Gerakan dakwah yang dilakukan beliau hingga kini masih padat, Senin sampai Kamis berada di Pujon serta Jumat sampai Minggu di Surabaya.

Kapasitas Keilmuan

Penguasaan ilmu Kiai Ihya’ tidak diragukan lagi, ini bisa dilihat dari buku-buku yang banyak ditulisnya. Jala’ al Afham Syarah Aqidah al-Awamyang ditulis di Makkah sewaktu belajar kepada Abuya Sayid Muhammad. Kitab ini sebagai kurikulum wajib di beberapa pesantren Indonesia. Kaifa Tushalli (tatacara salat menurut Rasulullah Saw), juga menulis buku praktis seperti halnya zakat, fiqih puasa, haji Tamattu’, risalah wudhu, merawat jenazah, dll. Di samping artikel-artikel ilmiah yang beliau tulis di berbagai media nasional.

Tentu, pergerakan dakwah beliau lewat beberapa sisi (ceramah atau media) menandakan totalitas. Khairunnas anfauhum li an-nas, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat kepada manusia.

Selengkapnya bisa dibaca di sini

[Umar Faruq]