Penulis: Adi Ahlu Dzikri
Senin 1 Juli 2019 00:50
Atorcator.Com - Perjalanan dakwah Gus Miek yang pada waktu itu sempat menuai kontroversi dari beberapa ulama’ karena dianggap tidak sesuai dengan cara dakwah pada umumnya, sama sekali tidak membuat Gus Miek gentar. Gus Miek tetap melanjutkan perjuangan dakwahnya, menelusuri sudut kota-kota besar dengan gemerlap kehidupannya, memasuki plosok-plosok desa dengan kondisi abangannya.
Selain berdakwah secara langsung, Gus Miek juga menerapkan metode dakwah dengan mendirikan Jama’ah Mujahadah LailiyahDzikrulGhofilin dan Jantiko. Sehingga Gus Miek selain termasyhur dengan sosoknya yang nyentrik, juga memiliki satu pendekatan dakwah spiritual yang hingga kini jama’ahnya tersebar di berbagai wilayah daerah di tanah air.
Jama’ah Mujahadah Lailiyah
Perjuangan Gus Miek dalam memahami jati diri, mempelajari berbagai ilmu bathin; tentang hidup dan kehidupan, tentang hakikat manusia dengan Tuhannya, serta jalan menuju keridhoan Tuhan bukanlah ditempuh dalam waktu singkat. Semua itu didapatkannya dari orang-orang besar, para wali di seluruh penjuru tanah Jawa, juga para tokoh mursyid dengan segala karomahnya. Pelajaran dari berbagai tarekat dengan beragam seluk beluk ajarannya. Akhirnya Gus Miek memutuskan untuk meramu sendiri dari berbagai amalan yang didapatkan dari gurunya dan tokoh berkaromah lainnya, menjadi sebuah amalan yang bisa membawa umat menuju ridho Allah.
Hal ini dilakukan karena Gus Miek sendiri telah menentukan wilayah umat yang akan menjadi sasaran dakwahnya. Boleh jadi wilayah itu berbeda dengan sasaran dakwah pendahulunya. Atau mungkin cakupan wilayah sasaran dakwah Gus Miek yang lebih luas.
Setelah melalui beberapa proses, akhirnya tepat pada 18 Desember 1962, Gus Miek mendeklarasikan pilihan model dakwahnya, melalui amalan yang diramunya dan diberi nama Jama’ah Mujahadah Lailiyah di rumah M. Khozin, Kauman, Tulungagung, dalam acara pernikahan anaknya. Hadir dalam acara tersebut KH. MUbasyir Mundzir, KH. Abdul Madjid Kedunglo, KH. Abdullah Umar – Sumberdlingo, KH. Jalil Bandar Kidul.
Amalan Gus Miek bukanlah amalan yang rumit dengan berbagai aturan dan tata cara. Siapapun bisa mengamalkannya, mulai orang awam, orang alim, pelaku maksiat, semua bisa menjalankannya. Praktik pengamalannya yang sederhana memudahkan siapa saja untuk bisa mengikuti amalan Gus Miek. Karena selain bernilai ibadah, amalan ini juga bisa menjadi momentum berkumpul orang-orang solih dan para wali, yang merupakan tombo ati, dengan harapan bisa berkumpul mereka bukan hanya di dunia saja, tapi juga di akhirat.
Dzikrul Ghofilin
Perkembangan Jama’ah Mujahadah Lailiyah yang dirasa lamban, membuat Gus Miek terus melakukan evaluasi atas berbagai kendala. Hamper 13 tahun Gus Miek terus melakukan evaluasi demi evaluasi sebelum kemudian merumuskan sesuatu yang baru; Dzikrul Ghofilin.
Amalan-amalan yang ada di dalam Dzikrul Ghofilin sebagian mengatakan sama dengan amalan yang ada dalam Jama’ah Mujahadah Lailiyah. Ada yang mengatakan bahwa isinya hamper sama, sehingga bisa dikatakan bahwa Dzikrul Ghofilin adalah embrio dari Jama’ah Mujahadah Lailiyah.
Setelah menemukan waktu yang pas, akhirnya pada tahun 1973 M Gus Miek meminta KH. Ahmad Shidiq untuk menuliskan naskah Dzikrul Ghofilin. Setelah beberapa kali tashih (editing) dan sempat pula oleh KH. Ahmad Shidiq naskah Dzikrul Ghofilin yang ditulisnya itu disowankan kepada KH. Abdul Hamid Pasuruan yang tak lain adalah keponakan mantu.
Abdul Hamid meminta pamannya, KH. Ahmad Shidiq untuk membaca Dzikrul Ghofilin di hadapannya. Seketika KH. Abdul Hamid menangis, dan menitipkan agar dalam Dzikrul Ghofilin itu disisipkan Asmaul Husna. Akhirnya Gus Miek pun mengindahkan pesan KH. Abdul Hamid tersebut, sehingga jika kita membaca Dzikrul Ghofilin maka kita akan temui asma’ul husna di dalamnya.
Selain itu, dalam amalan-amalannya, Gus Miek banyak mengamalkan ijazah dari para guru. Sebagaimana pelajaran tentang keistimewaan surat al Fatihah yang diperolehnya dari Sang Guru; KH. Dalhar Watucongol, dari KH. Mas’ud Pagerwojo, dan dari Kiai Hamid Pasuruan. Sehingga di dalam Dzikrul Ghofilin terdapat amalan membaca al Fatihah 100 kali.
Dalam mengamalkan Dzikrul Ghofilin yang terpenting adalah senang dan istiqamah. Sehingga siapa saja dengan mudah bisa turut serta mengamalkannya tanpa harus menunggu ijazah langsung.
Jantiko
Akronim dari Jam’iyah Anti Koler (Jawa: Jam’iyah Anti Goyah) ini menurut cerita, Gus Miek mendirikannya karena merasa prihatin dengan kondisi umat saat ini yang lebih memilih menonton televise dari pada duduk di mushola atau masjid untuk membaca atau mendengarkan bacaan al Qur’an. Padahal membaca atau mendengarkan bacaan al Qur’an adalah bernilai pahala.
Mungkin itu hanya bahasa halus yang digunakan Gus Miek sebagai tendensi mendirikan Jantiko, kelompok seaman al Qur’an. Sebab Gus Miek sejak kecil sudah tergila-gila dengan al Qur’an. Juga karena beliau sendiri telah berjanji kepada KH. Dalhar, saat masih berusia 13 tahun untuk menyebarkan al Qur’an.
Kelompok seaman al Qur’an yang mulai berjalan pada tahun 1986 M ini kemudian diberi nama Jantiko, sesuai dengan kepanjangannya, agar jama’ah ini bisa istiqomah, meskipun pada awalnya hanya 6 orang saja. Hingga kini jama’ahnya berkembang pesat di seluruh penjuru, dan biasanya disertakan sebelum acara rutinan Dzikrul Ghofilin.
Dakwah di Kalangan Hitam
Secara kasat mata semua akan beranggapan negatif jika melihat seseorang memasuki diskotik, klub malam, bar, lokalisasi, apa lagi jika orang tersebut adalah seorang yang terkenal alim, putra kiai besar. Namun itulah yang dilakukan Gus Miek. Jalan dakwah Gus Miek inilah yang selalu menjadi kontroversi.
Prinsip Gus Miek, kenapa beliau memilih melakukan dakwah di kalangan hitam, karena beliau merasa bahwa; siapa lagi yang mau mengentaskan mereka dari lembah hitam kalau bukan kita. Perlu kita ketahui, Gus Miek yang terkenal sebagai wali di manapun tempatnya, yang ada di hati dan pikiran beliau hanya Allah.
Pernah suatu ketika di Surabaya, Gus Miek memasuki salah satu tempat hiburan malam. Ketika masuk, Gus Miek langsung mendekati meja pelayan sambil meniupkan asap rokok, pelayan itu semakin menjauh dan Gus Miek pun semakin mendekatinya sambil terus meniupkan asap rokok kea rah mukanya. Seorang pengikutnya yang menemani Gus Miek saat itu pun menanyakan perihal yang dilakukan Gus Miek.
“Perempuan tadi mbah-mbahe (nenek moyangnya) iku kiai, kok bisa terjerumus ke tempat ini.” Gus Miek kemudian mengajak pengikutnya itu jalan-jalan.
Setelah beberapa hari Gus Miek meminta salah satu anak buahnya itu untuk mengkroscek apakah perempuan tempo hari itu masih di tempat hiburan malam itu atau tidak. Setelah ditelusuri, ternyata perempuan itu tidak ada, kata salah satu germo di situ mengatakan, setelah malam itu, perempuan itu menangis terus dan minta pulang.
Itulah kehebatan Gus Miek dengan cara dakwahnya yang nyentrik. Sasaran dakwah bukan hanya dari mereka pelaku maksiat saja, bahkan kalangan pejabat, politisi, pengusaha, bahkan selebritis. Tercatat Machica Mukhtar (penyanyi dangdut), Dorche, Dody Dores, Edi Sud, Ratih Sanggarwati dan sebagainya juga menjadikan Gus Miek sebagai guru spiritualnya. Bahkan Dedy Dores pasca wafat Gus Miek sempat menciptakan lagu special untuk Gus Miek, namun pihak keluarga tidak berkenan lagu itu diorbitkan. Ada juga dari kalangan jurnalis, salah satunya H. Agil Ali, wartawan Memorandum yang menuliskan tentang Gus Miek dengan judul; Gus Miek Yang Saya Lihat, Saya Dengar Dan Saya Saksikan.
Sungguh tiada habisnya jika kita membaca sosok Gus Miek yang penuh teladan. Semoga kita mendapatkan berkahnya. Amiin.
Selengkapnya di sini
Senin 1 Juli 2019 00:50
Ilustrasi foto/Bangkit_Media |
Selain berdakwah secara langsung, Gus Miek juga menerapkan metode dakwah dengan mendirikan Jama’ah Mujahadah LailiyahDzikrulGhofilin dan Jantiko. Sehingga Gus Miek selain termasyhur dengan sosoknya yang nyentrik, juga memiliki satu pendekatan dakwah spiritual yang hingga kini jama’ahnya tersebar di berbagai wilayah daerah di tanah air.
Jama’ah Mujahadah Lailiyah
Perjuangan Gus Miek dalam memahami jati diri, mempelajari berbagai ilmu bathin; tentang hidup dan kehidupan, tentang hakikat manusia dengan Tuhannya, serta jalan menuju keridhoan Tuhan bukanlah ditempuh dalam waktu singkat. Semua itu didapatkannya dari orang-orang besar, para wali di seluruh penjuru tanah Jawa, juga para tokoh mursyid dengan segala karomahnya. Pelajaran dari berbagai tarekat dengan beragam seluk beluk ajarannya. Akhirnya Gus Miek memutuskan untuk meramu sendiri dari berbagai amalan yang didapatkan dari gurunya dan tokoh berkaromah lainnya, menjadi sebuah amalan yang bisa membawa umat menuju ridho Allah.
Hal ini dilakukan karena Gus Miek sendiri telah menentukan wilayah umat yang akan menjadi sasaran dakwahnya. Boleh jadi wilayah itu berbeda dengan sasaran dakwah pendahulunya. Atau mungkin cakupan wilayah sasaran dakwah Gus Miek yang lebih luas.
Setelah melalui beberapa proses, akhirnya tepat pada 18 Desember 1962, Gus Miek mendeklarasikan pilihan model dakwahnya, melalui amalan yang diramunya dan diberi nama Jama’ah Mujahadah Lailiyah di rumah M. Khozin, Kauman, Tulungagung, dalam acara pernikahan anaknya. Hadir dalam acara tersebut KH. MUbasyir Mundzir, KH. Abdul Madjid Kedunglo, KH. Abdullah Umar – Sumberdlingo, KH. Jalil Bandar Kidul.
Amalan Gus Miek bukanlah amalan yang rumit dengan berbagai aturan dan tata cara. Siapapun bisa mengamalkannya, mulai orang awam, orang alim, pelaku maksiat, semua bisa menjalankannya. Praktik pengamalannya yang sederhana memudahkan siapa saja untuk bisa mengikuti amalan Gus Miek. Karena selain bernilai ibadah, amalan ini juga bisa menjadi momentum berkumpul orang-orang solih dan para wali, yang merupakan tombo ati, dengan harapan bisa berkumpul mereka bukan hanya di dunia saja, tapi juga di akhirat.
Dzikrul Ghofilin
Perkembangan Jama’ah Mujahadah Lailiyah yang dirasa lamban, membuat Gus Miek terus melakukan evaluasi atas berbagai kendala. Hamper 13 tahun Gus Miek terus melakukan evaluasi demi evaluasi sebelum kemudian merumuskan sesuatu yang baru; Dzikrul Ghofilin.
Amalan-amalan yang ada di dalam Dzikrul Ghofilin sebagian mengatakan sama dengan amalan yang ada dalam Jama’ah Mujahadah Lailiyah. Ada yang mengatakan bahwa isinya hamper sama, sehingga bisa dikatakan bahwa Dzikrul Ghofilin adalah embrio dari Jama’ah Mujahadah Lailiyah.
Setelah menemukan waktu yang pas, akhirnya pada tahun 1973 M Gus Miek meminta KH. Ahmad Shidiq untuk menuliskan naskah Dzikrul Ghofilin. Setelah beberapa kali tashih (editing) dan sempat pula oleh KH. Ahmad Shidiq naskah Dzikrul Ghofilin yang ditulisnya itu disowankan kepada KH. Abdul Hamid Pasuruan yang tak lain adalah keponakan mantu.
Abdul Hamid meminta pamannya, KH. Ahmad Shidiq untuk membaca Dzikrul Ghofilin di hadapannya. Seketika KH. Abdul Hamid menangis, dan menitipkan agar dalam Dzikrul Ghofilin itu disisipkan Asmaul Husna. Akhirnya Gus Miek pun mengindahkan pesan KH. Abdul Hamid tersebut, sehingga jika kita membaca Dzikrul Ghofilin maka kita akan temui asma’ul husna di dalamnya.
Selain itu, dalam amalan-amalannya, Gus Miek banyak mengamalkan ijazah dari para guru. Sebagaimana pelajaran tentang keistimewaan surat al Fatihah yang diperolehnya dari Sang Guru; KH. Dalhar Watucongol, dari KH. Mas’ud Pagerwojo, dan dari Kiai Hamid Pasuruan. Sehingga di dalam Dzikrul Ghofilin terdapat amalan membaca al Fatihah 100 kali.
Dalam mengamalkan Dzikrul Ghofilin yang terpenting adalah senang dan istiqamah. Sehingga siapa saja dengan mudah bisa turut serta mengamalkannya tanpa harus menunggu ijazah langsung.
Jantiko
Akronim dari Jam’iyah Anti Koler (Jawa: Jam’iyah Anti Goyah) ini menurut cerita, Gus Miek mendirikannya karena merasa prihatin dengan kondisi umat saat ini yang lebih memilih menonton televise dari pada duduk di mushola atau masjid untuk membaca atau mendengarkan bacaan al Qur’an. Padahal membaca atau mendengarkan bacaan al Qur’an adalah bernilai pahala.
Mungkin itu hanya bahasa halus yang digunakan Gus Miek sebagai tendensi mendirikan Jantiko, kelompok seaman al Qur’an. Sebab Gus Miek sejak kecil sudah tergila-gila dengan al Qur’an. Juga karena beliau sendiri telah berjanji kepada KH. Dalhar, saat masih berusia 13 tahun untuk menyebarkan al Qur’an.
Kelompok seaman al Qur’an yang mulai berjalan pada tahun 1986 M ini kemudian diberi nama Jantiko, sesuai dengan kepanjangannya, agar jama’ah ini bisa istiqomah, meskipun pada awalnya hanya 6 orang saja. Hingga kini jama’ahnya berkembang pesat di seluruh penjuru, dan biasanya disertakan sebelum acara rutinan Dzikrul Ghofilin.
Dakwah di Kalangan Hitam
Secara kasat mata semua akan beranggapan negatif jika melihat seseorang memasuki diskotik, klub malam, bar, lokalisasi, apa lagi jika orang tersebut adalah seorang yang terkenal alim, putra kiai besar. Namun itulah yang dilakukan Gus Miek. Jalan dakwah Gus Miek inilah yang selalu menjadi kontroversi.
Prinsip Gus Miek, kenapa beliau memilih melakukan dakwah di kalangan hitam, karena beliau merasa bahwa; siapa lagi yang mau mengentaskan mereka dari lembah hitam kalau bukan kita. Perlu kita ketahui, Gus Miek yang terkenal sebagai wali di manapun tempatnya, yang ada di hati dan pikiran beliau hanya Allah.
Pernah suatu ketika di Surabaya, Gus Miek memasuki salah satu tempat hiburan malam. Ketika masuk, Gus Miek langsung mendekati meja pelayan sambil meniupkan asap rokok, pelayan itu semakin menjauh dan Gus Miek pun semakin mendekatinya sambil terus meniupkan asap rokok kea rah mukanya. Seorang pengikutnya yang menemani Gus Miek saat itu pun menanyakan perihal yang dilakukan Gus Miek.
“Perempuan tadi mbah-mbahe (nenek moyangnya) iku kiai, kok bisa terjerumus ke tempat ini.” Gus Miek kemudian mengajak pengikutnya itu jalan-jalan.
Setelah beberapa hari Gus Miek meminta salah satu anak buahnya itu untuk mengkroscek apakah perempuan tempo hari itu masih di tempat hiburan malam itu atau tidak. Setelah ditelusuri, ternyata perempuan itu tidak ada, kata salah satu germo di situ mengatakan, setelah malam itu, perempuan itu menangis terus dan minta pulang.
Itulah kehebatan Gus Miek dengan cara dakwahnya yang nyentrik. Sasaran dakwah bukan hanya dari mereka pelaku maksiat saja, bahkan kalangan pejabat, politisi, pengusaha, bahkan selebritis. Tercatat Machica Mukhtar (penyanyi dangdut), Dorche, Dody Dores, Edi Sud, Ratih Sanggarwati dan sebagainya juga menjadikan Gus Miek sebagai guru spiritualnya. Bahkan Dedy Dores pasca wafat Gus Miek sempat menciptakan lagu special untuk Gus Miek, namun pihak keluarga tidak berkenan lagu itu diorbitkan. Ada juga dari kalangan jurnalis, salah satunya H. Agil Ali, wartawan Memorandum yang menuliskan tentang Gus Miek dengan judul; Gus Miek Yang Saya Lihat, Saya Dengar Dan Saya Saksikan.
Sungguh tiada habisnya jika kita membaca sosok Gus Miek yang penuh teladan. Semoga kita mendapatkan berkahnya. Amiin.
Selengkapnya di sini