Penulis: R.
Ahmad Nur Kholis
Rabu 10 Juli 2019 01:00
KH. Hasyim Asy'ari |
Atorcator.Com -
Sampai pada permulaan abad ke 19, yakni sebelum pemberontakan Ibnu
Sa’ud, Makkah adalah pusat intelektual Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Banyak
para ulama di berbagai negara dan juga di Nusantara adalah lulusan pendidikan
di sana. Makkah menjelma sebagai pusat studi keislaman dunia dan bersaing
dengan Tunisia dan Mesir.
Berbicara
mengenai kegiatan intelektual di Makkah, banyak para ulama dan guru besar di
sana ketika itu adalah berasal dari Indonesia. Dan khususnya pada paruh
terakhir abad ke-19 sampai sebelum 1924, ada dua kutub intelektual yang
berpengaruh di sana. Keduanya dari Indonesia, yakni: Syekh Nawawi Al-Bantani
(1813-1897 M) dari Banten dan Syekh Mahfud At-Tirmisi (1868-1919 M) dari Termas
Pacitan. Keduanya merupakan guru besar madzhab Syafi’I di Makkah. Selayaknya
ulama pesantren khususnya di masa itu, keduanya pula merupakan tokoh
intelektual multidisipliner dalam studi Islam. Meskipun Syekh Mahfud At-Tirmisi
sangat terkenal dan menonjol dalam bidang Hadits.
Berdasarkan
penilaian akan pengaruh pemikiran, Abdurrahman Mas’ud (2004) dalam buku hasil
disertasinya berjudul: Intelektual Pesantren, Perhelatan Agama dan Tradisi
menyebutkan: bahwa Syekh Nawawi dalam intelektualitasnya banyak dipengaruhi
oleh guru-gurunya: Syekh An-Nahrawi (Mesir); Sayyid Ahmad Zaini Dahlan
(Makkah); Sayyid Ahmad Dimyati (Makkah); dan Syekhh Ahmad Khatib Sambas.
Sedangkan Syekh Mahfud Termas secara Intelektual banyak dipengaruhi oleh: Syekh
Muhammad Sa’id Al-Hadlrami (Makkah); Kiai Abdullah (Pacitan), yakni ayahnya
sendiri; Sayyid Abu Bakar Shata Al-Makki; dan Kiai Shaleh Darat. Kedunya yakni
Syekh Nawawi dan Syekh Mahfud pernah bertemu dan memiliki hubungan intelektual.
(Mas’ud, 2004:89)
Keduanya baik
Syekh Nawawi maupun Syekh Mahfud At-Tirmisi masing-masing memiliki murid yang
secara intelektual pemikirannya diwarnai oleh mereka. Salah satu murid paling
berpengaruh Syekh Nawawi adalah Kiai Kholil Bangkalan. Sedang murid paling
berpengaruh Syekh Mahfud adalah Kiai Asnawi Kudus. (Mas’ud, 2004:89).
Hadratussyekh
KH Hasyim Asy’ari sendiri dalam penilaian Mas’ud (2004:89) adalah ulama yang
secara intelektual dipengaruhi oleh keduanya; yakni Syekh Nawawi Banten dan
Syekh Mahfud Termas. Hadlratus Syekh Hasyim Asy’ari pun pernah belajar kepada
keduanya.
Mas’ud mencatat
bahwa kenyataan bahwa sepulang dari Makkah Kiai Hasyim Asy’ari kemudian
memperkenalkan kitab Hadits koleksi Al-Bukhari beserta sanadnya dan kitab
Muhibah dzi Al-Fadhal Syarhu Muqaddimah ba Fadhal yang ditulis Syekh Mahfud
sebanyak 4 jilid adalah bukti bahwa betapa terkesannya Kiai Hasyim Asy’ari
kepada Syekh Mahfud.
Bukti yang
lebih meyakinkan lagi adalah bahwa Kiai Hasyim adalah salah satu dari sedikit
orang di antara murid Syekh Mahfud yang mendapatkan ijazah sanad secara
langsung dari Syekh Mahfud untuk mengajarkan hadits kepada masyarakat umum.
(Mas’ud, 2004:201)
Adapun tentang
pengaruh Syekh Nawawi pada diri Kiai Hasyim Asy’ari adalah bahwa setiap kali
Kiai Hasyim selesai mengajarkan kitab Fathul Qarib di pesantrennya pada saat
selesai shalat ashar, Kiai Hasyim selalu teringat dan menceritakan kisah
kehidupan Syekh Nawawi kepada murid-muridnya sembari meneteskan air mata
menunjukkan kenangan yang berarti. (Mas’ud, 2004:108).
Kedua ulama
tersebut baik Syekh Nawawi Banten maupun Syekh Mahfud At-Tirmisi sama-sama
mengakui bahwa Kiai Hasyim Asy’ari adalah salah satu diantara murid terbaiknya.
Selengkapnya bisa dibaca di Nu_Online
- R. Ahmad Nur Kholis adalah seorang pendidik yang tinggal di Malang, Jawa Timur