Kilas Balik Sejarah Sholat 5 Waktu - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

08 September 2019

Kilas Balik Sejarah Sholat 5 Waktu

Penulis: Abdul Adzim
Ahad 8 September 2019

Atorcator.Com - Sebagaimana diketahui dalam kitab-kitab sejarah Islam dan fikih, Nabi Muhammad ﷺ mendapat perintah untuk mendirikan shalat lima waktu dimulai saat beliau melaksanakan Isra dan Mi’raj pada 27 Rajab tahun 11 kenabian atau dua tahun sebelum hijrah ke Madinah yang terekam dalam hadits Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim:

فَرَّضَ اللهُ على أُمَّتِى لَيْلَةَ الإِسْرَاءِ خَمْسِيْنَ صَلاَةً فَلَمْ أَزَلْ أُرَاجِعُهُ وأَسْأَلهُُ ُالتَّخْفِيْفَ حَتّى جَعَلَهَا خَمْسًا فِىْ كُلِّ يَوْمٍ ولَيْلَةٍ

“Allah ﷻ pada malam Isra’ mewajibkabkan atas umatku lima puluh shalat, kemudian aku terus-menerus kembali kepada Allah ﷻ dan memohon keringan sehingga Allah ﷻ menjadikannya menjadi lima shalat sehari semalam.”

Syaikh al-Bajuriy mempunyai nama lengkap Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad asy-Syafi'i al-Bajuriy (1784 M/1198 H-1860 M/1276H) dalam kitabnya Hasyiah al-Bajuriy ala Ibni Qasim menjelaskan: Pada mulanya shalat yang diwajibkan pada waktu Isro' Mi'roj sebanyak 50 shalat dengan rincian setiap waktu sholat (Dhuhur, Ashar, Magrib, Isya' dan Shubuh) 10 sholat (10x5=50) dan sholat yang pertama kali dilakukan dalam Islam adalah sholat dhuhur bukan sholat subuh pada hari Isra' karena pada saat subuh dihari itu Rasulullah ﷺ belum diajari ilmu tentang tata cara pelaksanaan sholat. Hal ini diperkuat oleh sebuah hadist Nabi yang menyatakan: “Malaikat Jibril ra turun kemudian mengajari Rasulullah ﷺ waktu-waktu shalat lengkap dengan tata caranya yang dimulai dengan sholat Dhuhur".

Syaikh asy-Syarqowiy dengan nama lengkap Abdullah bin Hijazi bin Ibrahim asy-Syarqowi (1737M/1150 H-1812M/1227 H) dalam kitab Hasyiyah as-Syarqowiy ala Thuhfati ath-Thulabnya menambahkan: Bahwa dalam setiap 10 sholat tersebut terdiri 2 raka'at hingga kalau dijumlah seluruhnya menjadi 100 raka'at. Kemudian Rasulullah ﷺ memohon dispensasi (pengurnganan) pada Allah ﷻ melalui pelantara Nabi Musa as sampai berbolak balik sembilan kali dan disetiap permintaan dikurangi 5 sholat sehingga akhirnya kewajiban shalat menjadi 5 waktu dalam sehari semalam (10x5=50-9x5=45=5). Lalu ada penambahan 3 rakaat pada sholat Maghrib dan 4 rakaat dalam sholat rub'iyah (Dhuhur,  Ashar dan Isya'). Sedangkan menurut ulama yang lain dari awal ada dispensasi (pengurangan) sudah begitu adanya tanpa ada penambahan atau pengurangan lagi.

Dari peristiwa ini, ada pertanyaan menarik yang patut dijadikan renungan. Kenapa Nabi Musa as yang menjadi pelantara pengurang ketetapan shalat? Kok bukan Nabi Ibrahim as. Bukankah Nabi Ibrahim as yang lebih utama untuk menjadi pelantara dibanding Nabi Musa as? Jawabannya karena Nabi Ibrahim as posisinya sebagai kholillullah (kekasih Allah) dan sifat seorang kakasih adalah pasrah, sedangkan Nabi Musa as posisinya sebagai kalimullah (orang yang difirmankan Allah ﷻ) atau orang yang diajak bicara dan sifat seorang diajak berbica adalah berdiskusi dan berargumentasi.

Masih menurut Syaikh asy-Syarqowi bahwa yang dimaksud dari dispensasi (pengurangan) di sana adalah pengurangan dalam jumlah sholatnya bukan kefarduannya sehingga meski hitungan sholatnya berkurang dari 50 menjadi 5 sholatan tidak mengurangi pahala 50 sholat yang dikerjakan dengan hanya 5 sholatan karena pahala 5 sholatan dilipat gandakan menjadi 10 kebaikan dan diantara hikmah dari perolehan dispensasi (pengurangan) tersebut adalah sebagai pembuktian Allah ﷻ pada para malaikat-Nya tentang kemulian baginda Muhammad dengan terkabulnya syafaat Beliau. Wallahu A'lamu

🔎Refrensi:
•Hasyiyah asy-Syarqowi ala Thuhfatu at-Thullab, Daru al-Kutub al-Ilmiyah. Juz. 1, hal. 336
•Hasyiyah al-Bajuriy ala Ibnu Qasim, al-Hidayah. Juz. 1, hal. 118
•Hasyiyah I'anatu al-Thalibin ala Hilli al-Fadhu Fathu al-Mu'in Juz, 1. Hal, 36-37
• Syarhu al-Maulidi an-Nabawi al-Musamma al-Kaukabu al-Anwar ala 'Aqdi al-Jauhar fi Malidi an-Nabi al-Azhar. Book Publisher. Hal. 441-442

Abdul Adzim Lahir di Surabaya. Domisili Bangkalan Madura. Alumni Pondok Pesantren Sidogir. Aktif mengajara di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.