Penulis: Ninoy N Karundeng
Senin 30 September 2019
Atorcator.Com - Abdul Basith. Dosen IPB. Pembuat onar, rusuh dan teror namanya teroris! Tetangga saya itu sudah lama aktif bergerak. Untuk kegiatan masjid-masjid di Tangerang, Bogor, Bekasi, dan lainnya. Rumah satunya lagi di Bogor. Dia dipanggil Profesor oleh para pengikutnya di kampung-kampung.
Top. Marketop. Tak ada bandingannya. Sok alim. Sok sholeh. Muka kadang dihias jenggot tentu. Kedok bermental teroris. Ternyata. Bom molotov ditemukan di rumahnya. Yang mau ngebom pakai bom molotov kalau bukan mental teroris apalagi? Ya khilafah. Ya ISIS.
Maka Abdul Basith itu ditangkap Densus 88. Detasemen Khusus penangan TERORISME. Ngincer kegiatan para teroris. Lainnya Sugiono atau Laode, Yudhi Febrian, Aliudin, Okto Siswantoro, dan H Sony Santoso. Mereka berencana melakukan teror. Pakai bom. Untuk membakar Jakarta. Kerusuhan.
Reaksi muncul. Rektor IPB cuci tangan. IPB menyatakan tidak ada kaitannya Basith dengan kegiatan akademik IPB. Ya begitulah ngeles. Mengingkari fakta dia aktif bergerak di IPB. Bahwa ada manusia gelandangan Khilafah di IPB.
Gue kasih tahu ya Arif Satria. Lu Rektor itu ibarat Bapak yang buang anak. Ketika anaknya menjadi tersangka terorisme. Oh anak saya benar tinggal di rumah saya. Namun, anak saya tidak ada kaitannya dengan kegiatan rumah kami. Kami tidak bertanggung jawab.
Namun, Rektor IPB Arif Satria buru-buru menemui Abdul Basith. Buat apa? Ya mau senada dengan narasi awal. Tidak ada kaitan antara kegiatan membuat rusuh, terorisme Basith dengan IPB. IPB hanya mencetak Felix. Mencetak para bigot – yang salah satunya si otak sengkleh pendukung Khilafah. Abdul Basith.
Dan lebih asyik lagi. Rektor IPB pura-pura menyatakan prihatin. Padahal jelas perbuatan sangkaan terorisme rancangan membuat kerusuhan chaos adalah kejahatan melawan negara. Tidak sedikit pun Rektor IPB mengecam. Malah prihatin. Arti prihatin adalah kesedihan dan simpati.
Apakah memang kekuatan, mental khilafah begitu menakutkan di IPB bagi siapa pun? Bahkan Rektor IPB pun tidak berani mengecam aksi teror Basith? Tidak berani mengeluarkan pernyataan keras? Pecat misalnya.
Ya apa karena fakta dia bisa tersingkir kalau sangar terhadap HTI dan khilafah – yang diduga sangat kuat berakar di IPB? Buktinya? Jelas. Dosen itu malang-melintang membina mahasiswa. Aktif di masjid. Kampus sana-sini. Bahkan di Tangerang, Bekasi, Bogor.
Dan akhirnya, Abdul Basith maksimal merencanakan chaos. Kerusuhan. Dengan bom molotov. Edan. Dan Rektor IPB cuma prihatin? Normatif.
(Maka menjadi sangat confirmed sinyalemen kaitannya pertemuan-pertemuan antara tanggal 12-23 September 2019 lalu yang menunjukkan koordinasi sel-sel teror dan para penjahat negara.)
Mulut Rektor IPB 11-12 dengan Humas IPB. Juga congor yang disampaikan oleh istrinya. Himbauan simpati dan keprihatinan. Ini otak rada-rada edan. Perencana teror. Chaos. Kok minta belas kasihan. Otak playing victim. Minta dikasihani. Seolah perbuatan suaminya adalah perbuatan baik. Musibah. Padahal yang dilakukan adalah dugaan rancangan kejahatan.
Kegilaan ala Rektor IPB, Humas IPB, dan istri Abdul Basith, lalu nanti muncul alumni IPB berkoar membela atau cuci tangan mirip Rektor IPB, adalah gambaran kegilaan akademis. Mereka sepakat berkoor sama nada, sama irama, satu tarikan napas.
Khilafah sudah merasuk dalam jantung universitas-univerisitas – salah satu bukti ya dicokoknya Abdul Basith ini. So, bukti mana lagi yang akan kau dustakan, Rektor IPB? Kok mulutmu cuma prihatin dan tidak mengecam? (Penulis: Ninoy N Karundeng).
Senin 30 September 2019
Sindo-news |
Atorcator.Com - Abdul Basith. Dosen IPB. Pembuat onar, rusuh dan teror namanya teroris! Tetangga saya itu sudah lama aktif bergerak. Untuk kegiatan masjid-masjid di Tangerang, Bogor, Bekasi, dan lainnya. Rumah satunya lagi di Bogor. Dia dipanggil Profesor oleh para pengikutnya di kampung-kampung.
Top. Marketop. Tak ada bandingannya. Sok alim. Sok sholeh. Muka kadang dihias jenggot tentu. Kedok bermental teroris. Ternyata. Bom molotov ditemukan di rumahnya. Yang mau ngebom pakai bom molotov kalau bukan mental teroris apalagi? Ya khilafah. Ya ISIS.
Maka Abdul Basith itu ditangkap Densus 88. Detasemen Khusus penangan TERORISME. Ngincer kegiatan para teroris. Lainnya Sugiono atau Laode, Yudhi Febrian, Aliudin, Okto Siswantoro, dan H Sony Santoso. Mereka berencana melakukan teror. Pakai bom. Untuk membakar Jakarta. Kerusuhan.
Reaksi muncul. Rektor IPB cuci tangan. IPB menyatakan tidak ada kaitannya Basith dengan kegiatan akademik IPB. Ya begitulah ngeles. Mengingkari fakta dia aktif bergerak di IPB. Bahwa ada manusia gelandangan Khilafah di IPB.
Gue kasih tahu ya Arif Satria. Lu Rektor itu ibarat Bapak yang buang anak. Ketika anaknya menjadi tersangka terorisme. Oh anak saya benar tinggal di rumah saya. Namun, anak saya tidak ada kaitannya dengan kegiatan rumah kami. Kami tidak bertanggung jawab.
Namun, Rektor IPB Arif Satria buru-buru menemui Abdul Basith. Buat apa? Ya mau senada dengan narasi awal. Tidak ada kaitan antara kegiatan membuat rusuh, terorisme Basith dengan IPB. IPB hanya mencetak Felix. Mencetak para bigot – yang salah satunya si otak sengkleh pendukung Khilafah. Abdul Basith.
Dan lebih asyik lagi. Rektor IPB pura-pura menyatakan prihatin. Padahal jelas perbuatan sangkaan terorisme rancangan membuat kerusuhan chaos adalah kejahatan melawan negara. Tidak sedikit pun Rektor IPB mengecam. Malah prihatin. Arti prihatin adalah kesedihan dan simpati.
Apakah memang kekuatan, mental khilafah begitu menakutkan di IPB bagi siapa pun? Bahkan Rektor IPB pun tidak berani mengecam aksi teror Basith? Tidak berani mengeluarkan pernyataan keras? Pecat misalnya.
Ya apa karena fakta dia bisa tersingkir kalau sangar terhadap HTI dan khilafah – yang diduga sangat kuat berakar di IPB? Buktinya? Jelas. Dosen itu malang-melintang membina mahasiswa. Aktif di masjid. Kampus sana-sini. Bahkan di Tangerang, Bekasi, Bogor.
Dan akhirnya, Abdul Basith maksimal merencanakan chaos. Kerusuhan. Dengan bom molotov. Edan. Dan Rektor IPB cuma prihatin? Normatif.
(Maka menjadi sangat confirmed sinyalemen kaitannya pertemuan-pertemuan antara tanggal 12-23 September 2019 lalu yang menunjukkan koordinasi sel-sel teror dan para penjahat negara.)
Mulut Rektor IPB 11-12 dengan Humas IPB. Juga congor yang disampaikan oleh istrinya. Himbauan simpati dan keprihatinan. Ini otak rada-rada edan. Perencana teror. Chaos. Kok minta belas kasihan. Otak playing victim. Minta dikasihani. Seolah perbuatan suaminya adalah perbuatan baik. Musibah. Padahal yang dilakukan adalah dugaan rancangan kejahatan.
Kegilaan ala Rektor IPB, Humas IPB, dan istri Abdul Basith, lalu nanti muncul alumni IPB berkoar membela atau cuci tangan mirip Rektor IPB, adalah gambaran kegilaan akademis. Mereka sepakat berkoor sama nada, sama irama, satu tarikan napas.
Khilafah sudah merasuk dalam jantung universitas-univerisitas – salah satu bukti ya dicokoknya Abdul Basith ini. So, bukti mana lagi yang akan kau dustakan, Rektor IPB? Kok mulutmu cuma prihatin dan tidak mengecam? (Penulis: Ninoy N Karundeng).