Penulis : Vanzaka Musyafa
Kamis 24 Oktober 2019
Atorcator.Com - Mumpung suasana hari santri masih terasa. Saya mau bercerita sedikit seputar dawuh-dawuh ustadz saya. Tepatnya ngaji subuh di hari selasa 22 oktober 2019.
Yang pertama, beliau bertanya kepada para santri seperti ini ; "Seng turu-turu iki santri tenan opo ora ?" (yang tidur-tidur ini santri benaran apa tidak ?) dengan nada canda. Namun, dawuh tersebut bersubstansi. Saya mengira seperti itu karena pada saat itu banyak santri yang tidur. Dan ruh dari pada santri yang benar-benar santri salah satunya adalah ngaji menghargai ustadznya yang sedang berbicara di depan. Artinya tidak tidur.
Kemudian beliau bertanya lagi ; "sebenarnya mau ndak, ngaji pagi ini yang bertepatan dengan hari santri nasional ?" Seperti biasa ketika ada hari-hari tertentu biasanya pengajian diliburkan, ya libur sendiri.
Ustadz Anwar itu memiliki ciri khas sendiri ketika mengajar ngaji, yaitu dengan bahasa jawa yang khas. Meski di antara santri-santri itu ada yang dari luar jawa. Namun, ketika ngaji dengan beliau, seakan-akan mereka paham dengan apa yang beliau sampaikan.
Beliau sedikit membuka cerita/sejarah hari santri. Hari bersatunya rakyat Indonesia dari berbagai suku, ras, agama dan budaya. Hari peringatan revolusi jihad melawan penjajah. Barang siapa mati di medan perang tersebut maka mati syahid ! (kurang lebih seperti itu dawuh KH. Hasyim Asy'ari)
Kelahiran hari santri ini baru saja diresmikan pada tahun 2015 oleh bapak Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko widodo.
Keterlambatan lahirnya peringatan hari santri nasional tersebut bukan tanpa alasan. Dawuh beliau, adalah melainkan ada faktor yang mempengaruhi yaitu oknum yang tidak suka dengan adanya kaum sarungan.
Dulu (kata beliau) "pernah ada kejadian pada waktu ujian nasional. Ada sebuah pertanyaan ; Siapakah tokok pahlawan revolusi jihad ? Jawaban dari pertanyaan itu adalah KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyyah. Entah itu jawaban yang disengaja atau tidak.
Kiprah santri itu sangat ditunggu-tungu dalam menghadapi generasi 4.0. Dengan karakter pendidikannya yaitu pertama mandiri/kamandirian ; dimana santri mencuci sendiri, merapikan almari sendiri dan lain sebaginnya.
kedua, kokoh dalam memegang prinsip agama. sebagaimana ulama-ulama ahli fiqih. Perbendaan pendapat di antara mereka tetap berwarna dengan rasa saling menghormati satu sama lain.
Ketiga, jiwa berjuang ; berjuang bangun pagi, di saat mentari belum terbit. Melawan dinginnya udara dan air. Memperjuangkan shalat subuh sebagai identitas muslim sejati, mukmin di akhir zaman.
Santri juga identik dengan sederhana/kesederhanaan. Makan yang tidak sering berlauk enak dan mengenakkan. Betah, kerasan di asrama yang Fasilitasnya jauh di bawah hotel meski sekelas penginapan. Dan identik pula dengan kamar berwarna darah tinggi (serangga kasur).
Yang terakhir adalah Nasionalisme. Kesadaran untuk mencintai bangsa dan negara. berangkat dari kemandirian, keteguhan memegang prinsip agama, berjiwa pejuang dan kesederhanaan, maka tumbuhlah jiwa nasionalisme. Sifat dan sikap sadar diri dan posisinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Selamat Hari Santri Nasional. Semoga dengan simbol ini menjadi alat penguat pemersatu bangsa dan abad renaiscense kedua, sebagai wujud tumbuhnya generasi baru yang siap mewarisi bangsa dan negara untuk mewujudkan keadilan, persatuan dan kemanan NKRI tercinta ini.
Kamis 24 Oktober 2019
khazanah |
Yang pertama, beliau bertanya kepada para santri seperti ini ; "Seng turu-turu iki santri tenan opo ora ?" (yang tidur-tidur ini santri benaran apa tidak ?) dengan nada canda. Namun, dawuh tersebut bersubstansi. Saya mengira seperti itu karena pada saat itu banyak santri yang tidur. Dan ruh dari pada santri yang benar-benar santri salah satunya adalah ngaji menghargai ustadznya yang sedang berbicara di depan. Artinya tidak tidur.
Kemudian beliau bertanya lagi ; "sebenarnya mau ndak, ngaji pagi ini yang bertepatan dengan hari santri nasional ?" Seperti biasa ketika ada hari-hari tertentu biasanya pengajian diliburkan, ya libur sendiri.
Ustadz Anwar itu memiliki ciri khas sendiri ketika mengajar ngaji, yaitu dengan bahasa jawa yang khas. Meski di antara santri-santri itu ada yang dari luar jawa. Namun, ketika ngaji dengan beliau, seakan-akan mereka paham dengan apa yang beliau sampaikan.
Beliau sedikit membuka cerita/sejarah hari santri. Hari bersatunya rakyat Indonesia dari berbagai suku, ras, agama dan budaya. Hari peringatan revolusi jihad melawan penjajah. Barang siapa mati di medan perang tersebut maka mati syahid ! (kurang lebih seperti itu dawuh KH. Hasyim Asy'ari)
Kelahiran hari santri ini baru saja diresmikan pada tahun 2015 oleh bapak Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko widodo.
Keterlambatan lahirnya peringatan hari santri nasional tersebut bukan tanpa alasan. Dawuh beliau, adalah melainkan ada faktor yang mempengaruhi yaitu oknum yang tidak suka dengan adanya kaum sarungan.
Dulu (kata beliau) "pernah ada kejadian pada waktu ujian nasional. Ada sebuah pertanyaan ; Siapakah tokok pahlawan revolusi jihad ? Jawaban dari pertanyaan itu adalah KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyyah. Entah itu jawaban yang disengaja atau tidak.
Kiprah santri itu sangat ditunggu-tungu dalam menghadapi generasi 4.0. Dengan karakter pendidikannya yaitu pertama mandiri/kamandirian ; dimana santri mencuci sendiri, merapikan almari sendiri dan lain sebaginnya.
kedua, kokoh dalam memegang prinsip agama. sebagaimana ulama-ulama ahli fiqih. Perbendaan pendapat di antara mereka tetap berwarna dengan rasa saling menghormati satu sama lain.
Ketiga, jiwa berjuang ; berjuang bangun pagi, di saat mentari belum terbit. Melawan dinginnya udara dan air. Memperjuangkan shalat subuh sebagai identitas muslim sejati, mukmin di akhir zaman.
Santri juga identik dengan sederhana/kesederhanaan. Makan yang tidak sering berlauk enak dan mengenakkan. Betah, kerasan di asrama yang Fasilitasnya jauh di bawah hotel meski sekelas penginapan. Dan identik pula dengan kamar berwarna darah tinggi (serangga kasur).
Yang terakhir adalah Nasionalisme. Kesadaran untuk mencintai bangsa dan negara. berangkat dari kemandirian, keteguhan memegang prinsip agama, berjiwa pejuang dan kesederhanaan, maka tumbuhlah jiwa nasionalisme. Sifat dan sikap sadar diri dan posisinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Selamat Hari Santri Nasional. Semoga dengan simbol ini menjadi alat penguat pemersatu bangsa dan abad renaiscense kedua, sebagai wujud tumbuhnya generasi baru yang siap mewarisi bangsa dan negara untuk mewujudkan keadilan, persatuan dan kemanan NKRI tercinta ini.