Foto: molor.com |
Setiap ada kegiatan maka disitu biasanya diadakan rapat, perkumpulan untuk membahas kegiatan itu. Ada sebuah kebiasaan yang membuat orang-orang bosen dan geleng-geleng kepala, yaitu ketika ada sebuah rapat dan perkumpulan maka bisa dipastikan ada kemoloran yang panjang, menunda-nunda waktu. sehingga menghambat jalannya rapat tersebut. Ini bukan hal yang baru hampir bisa dikatakan kebiasaan orang Indonesia pada umumnya. Walaupun tidak semuanya, namun hal ini sudah menjadi identitas warga Indonesia dalam setiap kegiatan dan rapat.
Ketika waktu sudah dibuang-buang akibat sering menunda-nunda pekerjaan maka bisa dipastikan perkerjaan itu akan terbengkalai. Sangat rugi sekali, jika pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan dengan tepat waktu, malah terbuang sia-sia. Waktu tidak bisa ulang lagi, tak seperti ibarat jarum jam yang mudah diubah sesuai kemauan
Indonesia yang menganut paham ideologi Pancasila, tak seharusnya kebiasaan seperti ini terus dilestarikan, ideologi kita sudah sangat jelas mengajarkan kedisiplinan dan tepat waktu. Tapi kenapa hal semacam ini terus terjadi kehidupan kita sehari-hari. Akankah nenek moyang kita juga seperti itu dulu? Terlepas iya atau tidak, mestinya ini jangan dijadikan kebiasaan, menunda bukan hanya membuat jenuh menunggu kapan ini dimulai, tetapi juga membuat bosan kapan ini selesai.
Bangsa yang kenal dengan bangsa yang bermartabat, terhormat, dan menjadi sasaran kaum penjajah demi merebut kekuasaan, mestinya moralitas yang berkaitan dengan kedisiplinan harus terus dirawat dan dijaga. Bukan hanya orang yang sering menundukkan kepala ia bisa disebut orang yang bermoral dan beretika, tetapi kedisiplinan dan tidak molor itu merupakan cerminan dari akhlak. Bukan hanya orang yang memasang muka manis didepan sesamanya yang dianggap paling berwibawa tapi kedisiplinan dan tidak molor pun merupakan cermin dari kewibawaan seseorang.
Yang sangat merugikan itu ketika paradigma seperti ini dijadikan landasan dalam menghadiri sebuah undangan. Selain merugikan tuan rumah yang mengundang, para undangan yang hadir tepat waktu pasti juga merasakan kerugian bahkan rasa jengkel pun ada.
Pernah suatu saat ada seseorang mengundang kiai untuk ceramah di sebuah majelis. Karena orang itu menganggap kebiasaan molor ini sudah mendarah daging di desanya. Akhirnya orang itu mengundang 1 jam sebelum acara benar-benar dimulai. Tapi apa yang terjadi, kiai tersebut dikenal dengan kiai yang disiplin dalam hal apapun, kalau di undang jam segini beliau berangkat sebelum jam itu, dengan harapan nanti sampainya pas dengan jam yang telah ditentukan, atau bahkan masih bisa istirahat untuk menghilangkan rasa penat. Dengan kedisiplinan itu. Akhirnya kiai itu berangkat sebelum jam yang ditentukan itu. What happened? Orang yang mengundang masih tidur. Kebetulan acara itu pagi. Tempat penyambutan kiai itu belum juga disiapkan, makanan pun belum juga siap disajikan. Suasana sudah mulai gaduh dan kocar-kacir.
Berangkat dari ini semua, kedisiplinan itu sangat penting sekali. Kita bisa mengambil pelajaran berharga bahwa disamping kedisiplinan dan ketidakmoloran juga penting, menghargai tamu yang dianggap molor juga jauh lebih penting sebab tidak semuanya orang betah dengan kebiasaan molor.
Hal seperti ini biasanya terjadi di pedesaan, tak terkecuali di perkotaan, awalnya saya menyangka hanya kebiasaan orang desa yang bisa melakukan seperti ini, ternyata setelah sekian lama saya berada di perkotaan tidak beda jauh dengan pedesaan. Kemoloran seseorang dalam menghadiri acara itu sejatinya bukan faktor bawaan tetapi faktor kebiasaan yang mana generasi ke generasi berikutnya terus saja dilakukan, tak ada perubahan yang signifikan terhadap kebiasaan ini.
Sebenarnya siapa yang membuat kebiasaan molor ini terjadi didalam sebuah acara? Biasanya ketika ada undangan acara, orang yang mengundang sengaja mengelabui para undangan. Biasanya ia mengundang dengan jadwal satu jam sebelumnya, seperti yang saya singgung diatas. Namun hal itu sudah bisa ditebak oleh sebagian orang. ini sama halnya pembohongan publik. Dan hal ini membuat orang yang diundang berspekulasi bahwa acara pasti jam segini dimulai. Sehingga ini mengundang kebiasaan yang buruk.
Kita ini terlalu banyak bermain dengan waktu, sehingga lupa bahwa waktu adalah seperti pedang. jika tidak digunakan sebaik mungkin maka berpotensi akan menyayat kita pelan-pelan. Akan banyak penyesalan dikemudian hari. Mungkin sekarang seperti biasa-biasa saja. Perasaan menyesal tak ada yang di depan mesti ada dibelakang. Maka waktu itu sangatlah berharga dalam hidup ini, jangan sampai waktu membunuh kita. Seharusnya waktu itu membuat kita banyak berkreasi dan berinovasi.
Menunda waktu yang semestinya kita lakukan sekarang tapi ditunda besok, sejatinya tetap kita akan melakukan. Alangkah baiknya jika segera dilakukan, tanpa berpikir masih banyak waktu. Tak sadar bahwa umur kita bisa dicabut sekarang dengan tiba-tiba, tanpa diduga-duga.
Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang