Penulis: Dr. Nurbani Yusuf
Kamis 5 Desember 2019
Mana lebih utama, ilmu atau adab? Hampir semua ulama bersepakat menjawab: adab lebih utama—berkata Syekh Abdul Qadir Al Jailani: ‘Aku lebih menghargai orang yang beradab, daripada orang yang berilmu. Jika hanya berilmu, iblis pun lebih tinggi ilmunya daripada manusia”.
Imam Syafii bercerita : ‘Aku sangat berhati-hati membuka lembaran kitab di hadapan guruku (Imam Malik pengarang kitab Muwattha') khawatir bunyi kitabku terdengar oleh beliau dan mengganggunya’.
Imam Rabi' murid Imam Syafii bercerita juga : Aku tidak punya kekuatan mengangkat wadah air ketika aku haus jika guruku (Imam Syafii) melihatku
Dalam sebuah majelis, Imam Malik ditanya santrinya —Apakah menyelai jari tangan dan jari kaki saat berwudhu adalah sunah ? Imam Malik menjawab pendek : Tidak. Sementara Al Atha’ salah seorang muridnya telah mendengar hadits bahwa menyelai jari tangan dan jari kaki adalah sunah. Tapi al Atha’ murid Imam Malik tidak memilih mendebat gurunya—ia menunggu sepi hingga semua teman-nya pulang untuk menyampaikan kepada Imam Malik gurunya tentang menyelai jari saat berwudhu adalah sunah. Al Atha’ tidak menyelisihi gurunya dan apalagi menyampaikan di depan publik meski telah memiliki hujjah yang lebih sahih. Al Atha’ mendahulukan adab.
Hudratus Syaikh Hasyim Asya’ari menulis dalam kitab adabul alim wal mu ta’alim; "I'lam an-nadzilaka li ustadzika id-zuka. Wa tawadhu' akaluhu rif 'atuka. Wa khidmatakalahu wa barakatun-laka --"
Mengertilah bahwa: Andhap asharmu kerendah-hatian-mu kepada gurumu di situlah letak kemuliaanmu. Khidmadmu kepada Kyai-mu di situlah letak keberkahanmu. Kebanggaanmu kepada dosenmu di situlah letak keluhuranmu.
Ini bukan feodal tapi adab. Ini bukan sikap otorotatif tapi kesantunan. Para murid berdiri saat guru datang dan tidak duduk sebelum gurunya duduk ini bukan sikap deskriminatif, tapi kerendahan hati dan tawadhu .. lantas apa yang kita ajarkan sekarang ..
Orang berlmu tuna moral jauh lebih bahaya —bedakan prilaku dan adab Ken Arok yang membunuh Mpu Gandring gurunya, karena keris setengah jadi tak sesuai pesanan. Dengan al Atha murid Imam Malik terhadap gurunya.
Imam Malik bin Anas lahir tahun 711 Masehi atau tepatnya tahun 93 Hijriah. Sementara Mpu Gandring berada di kisaran Ken Arok yang lahir tahun 1182 Masehi menurut catatan dalam pararaton. Bisa dibandingkan perbedaan keduanya dalam kurun 500 tahun yang jauh berbeda.
Di tahun itu Imam Malik bin Anas sudah membukukan kodifikasi hadits, kitab sunan, men-syarah hadits, mendalami kalam, fiqh, tafsir dan sastra yang hingga hari ini masih menjadi referensi para mahasiswa menyusun tesis ataupun desertasi. Bedakan dengan Mpu Gandring dan Ken Arok muridnya meski terbilang lebih mutaakhir.
Bukan ilmu yang pertama kali dibanggakan. Para ulama terdahulu belajar adab. Rendah hati dan tawadhu untuk menerima pengajaran dari gurunya. Inilah kewajiban para murid sebelum belajar ilmu. Tak ada ruang bagi yang sombong. Iblis di usir dari surga juga karena sombongnya. Betapa mengerikan bila ilmu ditangan para tuna moral dan tuna adab..
Imam Ahmad berkata: ‘Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu. Imam Mubarak berkata: ‘Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
Guru para Failasuf, Socrates dengan rendah hati berkata: 'aku tidak tahu apa-apa'. Berbanding terbalik dengan para Sofiis yang merasa tahu semuanya (kemeruh dan kesampingkan adab). Failasuf adalah guru. Penggembala atau pencerah. Dia membimbing ke jalan benar dan jalan baik. Bukan pencela dan pengkritik yang membuat onar.
Buya HAMKA tiba-tiba berqunut subuh karena makmumnya adalah Kyai Idham Chalid—Mereka semua kerap berbeda tapi tetap santun dan tawadhu. Kedalaman ilmu agama membuat keduanya arif dan bijak menyikapi setiap perbedaan
Al Iyyadh salah seorang penganjur salaf berkata: ‘dahulukan adab bila terjadi perbedaan tentang masalah furu’. Para alim lebih mengedepankan akhlaq ketimbang berdebat tentang perbedaan dan ikhtilaf penyebab perpecahan—
@nurbaniyusuf
Komunitas Padhang Makhsyar
Kamis 5 Desember 2019
Ilustrasi: NU-online |
Mana lebih utama, ilmu atau adab? Hampir semua ulama bersepakat menjawab: adab lebih utama—berkata Syekh Abdul Qadir Al Jailani: ‘Aku lebih menghargai orang yang beradab, daripada orang yang berilmu. Jika hanya berilmu, iblis pun lebih tinggi ilmunya daripada manusia”.
Imam Syafii bercerita : ‘Aku sangat berhati-hati membuka lembaran kitab di hadapan guruku (Imam Malik pengarang kitab Muwattha') khawatir bunyi kitabku terdengar oleh beliau dan mengganggunya’.
Imam Rabi' murid Imam Syafii bercerita juga : Aku tidak punya kekuatan mengangkat wadah air ketika aku haus jika guruku (Imam Syafii) melihatku
Dalam sebuah majelis, Imam Malik ditanya santrinya —Apakah menyelai jari tangan dan jari kaki saat berwudhu adalah sunah ? Imam Malik menjawab pendek : Tidak. Sementara Al Atha’ salah seorang muridnya telah mendengar hadits bahwa menyelai jari tangan dan jari kaki adalah sunah. Tapi al Atha’ murid Imam Malik tidak memilih mendebat gurunya—ia menunggu sepi hingga semua teman-nya pulang untuk menyampaikan kepada Imam Malik gurunya tentang menyelai jari saat berwudhu adalah sunah. Al Atha’ tidak menyelisihi gurunya dan apalagi menyampaikan di depan publik meski telah memiliki hujjah yang lebih sahih. Al Atha’ mendahulukan adab.
Hudratus Syaikh Hasyim Asya’ari menulis dalam kitab adabul alim wal mu ta’alim; "I'lam an-nadzilaka li ustadzika id-zuka. Wa tawadhu' akaluhu rif 'atuka. Wa khidmatakalahu wa barakatun-laka --"
Mengertilah bahwa: Andhap asharmu kerendah-hatian-mu kepada gurumu di situlah letak kemuliaanmu. Khidmadmu kepada Kyai-mu di situlah letak keberkahanmu. Kebanggaanmu kepada dosenmu di situlah letak keluhuranmu.
Ini bukan feodal tapi adab. Ini bukan sikap otorotatif tapi kesantunan. Para murid berdiri saat guru datang dan tidak duduk sebelum gurunya duduk ini bukan sikap deskriminatif, tapi kerendahan hati dan tawadhu .. lantas apa yang kita ajarkan sekarang ..
Orang berlmu tuna moral jauh lebih bahaya —bedakan prilaku dan adab Ken Arok yang membunuh Mpu Gandring gurunya, karena keris setengah jadi tak sesuai pesanan. Dengan al Atha murid Imam Malik terhadap gurunya.
Imam Malik bin Anas lahir tahun 711 Masehi atau tepatnya tahun 93 Hijriah. Sementara Mpu Gandring berada di kisaran Ken Arok yang lahir tahun 1182 Masehi menurut catatan dalam pararaton. Bisa dibandingkan perbedaan keduanya dalam kurun 500 tahun yang jauh berbeda.
Di tahun itu Imam Malik bin Anas sudah membukukan kodifikasi hadits, kitab sunan, men-syarah hadits, mendalami kalam, fiqh, tafsir dan sastra yang hingga hari ini masih menjadi referensi para mahasiswa menyusun tesis ataupun desertasi. Bedakan dengan Mpu Gandring dan Ken Arok muridnya meski terbilang lebih mutaakhir.
Bukan ilmu yang pertama kali dibanggakan. Para ulama terdahulu belajar adab. Rendah hati dan tawadhu untuk menerima pengajaran dari gurunya. Inilah kewajiban para murid sebelum belajar ilmu. Tak ada ruang bagi yang sombong. Iblis di usir dari surga juga karena sombongnya. Betapa mengerikan bila ilmu ditangan para tuna moral dan tuna adab..
Imam Ahmad berkata: ‘Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu. Imam Mubarak berkata: ‘Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
Guru para Failasuf, Socrates dengan rendah hati berkata: 'aku tidak tahu apa-apa'. Berbanding terbalik dengan para Sofiis yang merasa tahu semuanya (kemeruh dan kesampingkan adab). Failasuf adalah guru. Penggembala atau pencerah. Dia membimbing ke jalan benar dan jalan baik. Bukan pencela dan pengkritik yang membuat onar.
Buya HAMKA tiba-tiba berqunut subuh karena makmumnya adalah Kyai Idham Chalid—Mereka semua kerap berbeda tapi tetap santun dan tawadhu. Kedalaman ilmu agama membuat keduanya arif dan bijak menyikapi setiap perbedaan
Al Iyyadh salah seorang penganjur salaf berkata: ‘dahulukan adab bila terjadi perbedaan tentang masalah furu’. Para alim lebih mengedepankan akhlaq ketimbang berdebat tentang perbedaan dan ikhtilaf penyebab perpecahan—
@nurbaniyusuf
Komunitas Padhang Makhsyar