Benarkah Bahasa Daerah Sendiri Lebih Puas Dibuat Bahan Ejekan? - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Minggu, Mei 06, 2018

Benarkah Bahasa Daerah Sendiri Lebih Puas Dibuat Bahan Ejekan?

Suku bangsa Indonesia

Saya asli Madura, pulau yang dikenal dengan produksi garam. tepatnya kota sumenep. Kota paling ujung pulau Madura. Sumenep merupakan kota yang dikenal dengan bahasa yang paling santun diantara kota yang lain, kota Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Kota yang dikenal dengan cuaca iklim yang adem dan sejuk alias subtropis. Saya mengatakan seperti ini bukan berarti karena saya orang sumenep. Ini berdasarkan pengakuan dari orang-orang yang bukan orang Madura, dan beberapa dosen saya pernah mengatakan demikian. Artinya ini bukan kata saya, tapi kata orang lain yang pernah nyampe kesana. Jadi saya rasa penilaian ini sudah objektif. Hahahaha. Namun bukan ini yang akan saya bahas. Lebih dari itu setiap daerah memiliki bahasa masing-masing, tak terkecuali orang madura, Jawa dan lain-lain.

Menyoal percakapan orang Madura vs orang Jawa, orang madura vs sunda, orang vs batak saya ambil orang Madura sebagai pemain tunggal karena pemain utamanya orang madura, dan penulis pun orang madura. Sebenarnya komunikasi mereka tidak terhambat, bahkan tidak ada yang saling mengkalaim dirinyalah yang harus diikuti bahasanya. Semua bersikap respek dan toleran dalam membangun komunikasi, bahasa kebangsaan kita menjadi jalan tengah untuk membangun komunikasi. Sehingga tercipta suasana kekeluargaan yang harmonis dan tenteram.

Upaya untuk saling memahami bahasa daerah diantara mereka sebenarnya ada. Namun kadang harus butuh waktu lama, karena bahasa tidak melulu soal hafalnya kata-perkata, tapi soal pemakaian diksi yang benar. Sehingga sering saya ditertawakan oleh orang Jawa ketika saya berusaha belajar berbicara bahasa Jawa namun dari sisi logat dan peletakan diksi yang kurang benar. Begitu juga orang Jawa ketika ia mau belajar berbicara bahasa Madura, tak jarang ia juga mendapatkan gelak tawa dari orang Madura.

Dalam situasi yang sudah terbangun komunikasi yang baik, kadang muncul bahasa yang tidak bisa dibahasa Indonesiakan dengan tepat. Mungkin ini karena memang tidak ada di kamus bahasa Indonesia atau karena kemiskinan kosakata bahasa Indonesia. Tak terkecuali bahasa jawa dan madura. Sehingga dalam soal misu dan mengolok-olok lebih enak dan lebih puas dengan bahasa daerah masing-masing. Iya tidak? Dalam keadaan jengkel pun lebih enak misu dengan bahasa daerahnya masing-masing. (Ingat lho ya, saya tidak mengajarkan anda misu). Ini bicara fakta dan realita yang ada.

Untung peristiwa semacam ini masih terjadi di dunia virtual, jikalau hal ini terjadi di dunia nyata, mungkin saya akan tertawa tujuh hari tujuh malam. Lebih-lebih jika lawan bicaranya orang sunda dan batak tambah renyah dan pontang-panting ketawa saya. Yah mungkin orang luar juga mengira demikian, jika orang madura misu dengan bahasa daerahnya, dia juga akan ketawa. Yang aneh, ketika pengalaman ini terjadi, bahasa yang mereka gunakan sebagai olok-olok diartikan sebagai pujian, sebenarnya bukan aneh sih tapi keberuntungan besar buat mereka yang  masih berpikir positif walaupun aslinya negatif. Semestinya cari tahu, itu pujian apa cacian, biar anda tidak gampang dibodohi oleh orang, karena jujur saja, jika sudah tau itu cacian rasanya pengin balas dendam dengan bahasa daerah juga.

Bahasa daerah ketika dipakai untuk mengolok-olok saudara yang di luar daerahnya itu tidak akan menimbulkan reaksi apa-apa dari lawan bicaranya. Namanya juga gak paham bahasa kita kok. Tapi tetap, jika hal ini dibiarkan terjadi maka semakin banyak korban berjatuhan karena diframing oleh bahasa yang tidak dikenal. Jika sudah demikian, apa perlu kita menguasai bahasa daerah yang ada di nusantara ini? Jika tidak keberatan silahkan, itu akan lebih baik. Lebih-lebih belajar bahasa madura yang banyak menarik perhatian, menarik gebetan. Jadi kata mas Kim Al-Ghazali, bagi sampean mbak-mbak muslimah yang masih jomblo dan ingin punya pria setia, segeralah cari orang Madura. Karena selain sebagian besar dari mereka adalah santri, pria Madura juga menawarkan sensasi liar lewat ramuan obat kuat yang terkenal itu, lho. Satu hal lagi: para pria Madura itu rajin menabung demi mewujudkan cita-citanya untuk naik haji. Etssssssss kembali ke laptop lagi yuk.

Kalau menurut saya lebih baik menggaris bawahi saja tentang bahasa yang termasuk dalam kategori mengolok-olok di dalam bahasa daerah mereka masing-masing setelah mendapatkan pengalaman seperti ini. Bagaimana cara mengetahui itu? Perbanyak berteman dengan orang yang beda bahasa daerahnya, sebagai bentuk kekayaan bahasa.

Karena jika sudah kaya dan mengusai beberapa bahasa lebih-lebih bahasa daerah di nusantara ini. Maka hubungan dan komunikasi yang baik akan terbangun dan terjamin.

Intinya tetap bersatu, dan Bhinneka Tunggal Ika

Wallahu a'lam bisshowab

Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang