Foto: Regional Kompas |
Khofifah indar parawansa adalah
tokoh kartini masa kini, perempuan pejuang yang tak kenal lelah. Profesi yang
ia tekuni sebagai politikus tak pernah menyurutkan semangat untuk tetap berkhidmat
kepada Nahdhatul Ulama. Sebagai tokoh visionir yang konsisten terjun ke dunia
politik dan aktivis nahdhatul ulama mengantarkan dirinya menjadi orang nomor
satu sejawa timur setelah banyak melewati beberapa rintangan dan tantangan. Perempuan
yang tepatnya sudah berada dalam posisi zona nyaman sebagai menteri presiden
yang berbeda tentu bagi dia masih banyak tugas yang lebih strategis untuk
mengabdikan dirinya kepada republik ini, termasuk mencalonkan diri sebagai
gubernur jawa timur tiga kali berturut-turut.
Kekalahan dua kali berturut-turut
dalam proses yang cukup panjang itu, saya rasa beliau sudah tidak mau lagi
mencalonkan diri sebagai gubernur jawa timur demi menghindari hattrick
kekalahan. Namun karena ini adalah sebuah panggilan hati nurani dan masyarakata
sekitar, beliau tetap berjuang sampai tiga kali berturut-turut. Menurut hemat
saya, apa yang dilakukan ibu nomor satu jawa timur saat ini tak banyak
dilakukan oleh para calon kandidat lain dan sampai saat ini saya belum
menemukan sosok yang berkali-kali maju bahkan tiga kali berturut-turut, apalagi
seorang perempuan tanpa suami.
Tokoh seperti khofifah indar
parawansa memiliki spirit demokrasi yang kosmopolitan, terbukti dengan majunya
beliau berkali-kali, tak pernah menyerah dan berputus asa. Ini bukan lagi soal
ambisium, melihat rekam jejak dan prestasi ibu muslimat ini memang banyak menadapatkan
apresiasi, baik apresiasi tingkat nasional maupun internasional mulai jadi
menteri prsiden Abdurrahman Wahid dan presiden Joko Widodo. Maju dalam
kontestasi pemilihan gubernur yang lumayan besar wilayah kekuasaannya tentu
harus benar-benar memiliki kesiapan yang cukup matang, baik kesiapan dhohir
maupun batin. Bagi ibu khofifah indar parawansa perhelatan politik jawa timur
sudah bisa dibilang di atas daun bukan lagi naik daun.
Kemenangan ini merupakan akumulasi
hasil dari perjuangan beliau sepuluh tahun sebelumnya. Melihat kompetisi pilgub
jawa timur memang tidak sekreatif daerah-daerah lain, calonnya itu itu saja. Dan
ini menandakan bahwa jawa timur didominasi oleh satu golongan yang sangat kuat militan
yaitu Nahdhatul Ulama. Apakah golongan yang lain sudah tidak punya tempat di
jawa timur seperti Muhammadiyah? Tidak, semua memiliki tempat yang sama di republik
ini, namun hanya kesempatannya yang berbeda, negara ini adalah negara majemuk. Tidak
boleh ada diskriminasi di republik. Boleh jadi sepuluh tahun yang akan dating justru
dari kelompaok Muhammadiyah yang menjadi pemimpin di jawa timur.
Khofifah Indar Parawansa merupakan
tokoh pemimpin yang sangat peduli terhadap kepentingan bangsa tanpa dibatasi
sekat-sekat sektoral, baik agama, etnis, maupun emosional kelompok yang bisa
menafikan keberadaan yang lain (die politik). Di posisikan sebagai
menteri sosial oleh dua presiden republik Indonesia karena memang memilki
potensi besar dalam mengelola dan menjaga kerukunan. Sebagai komplementer yang
bisa memperkuat sendi-sendi kehidupan bernegara. Dari sekian masalah sosial
yang terjadi di Indonesia, beliau sangat reaktif dan turun lapangan.
Perempuan kosmopolitan ini, memang
sudah saatnya memimpin jawa timur. Kesunahan melakukan sesuatu sampai tiga kali
ini sudah mampu dijalani oleh sosok penyandang aktivis muslimat Nahdhatul
ulama. Kemampuan cara berpikir posistif dalam menyikapi era globalisasi
termasuk demokrasi yang sarat kompetisi ini sudah banyak dilalui dan dilakukan
oleh beliau. Sehingga proses pendewasaan dalam menjalani pilkada sudah sampai
pada ujung tombak. Sebagai kelompok Nahdhiyyin, saya sangat bangga memiliki gubernur
yang basicnya masih NU, ibu warga jawa timur sekaligus ibu Muslimat NU jawa
timur.
Mari kita sama-sama menjaga suasana
pasca pilkada ini tetap kondusif, aman, tentram dan damai. Tentu yang menjadi
hal paling fundamental pasca pilkada kali ini adalah sikap legowo. Keikhlasan dalam
menerima keadaan psikologis maupun sosiologis. Sikap tulus ini ditunjukkan
melalui kesediaan dan keberanian mengendalikan emosi ketika di posisi beruntung
ataupun buntung. Filosofi jawa, yen kalah orak ngamuk yen menang orak umuk,
adalah pelajaran berharga bagi siapapun yang terlibat dalam pemilu.
Mari kita sama-sama bangun jawa
timur lebih maju dan bersaing. Pasca pilkada seyogyanya kita harus bersatu tak ada
lagi pilihan politik yang saling sikut menyikut satu sama lain. Kearifan dalam
mengelola egosentris baik yang berkaitan dengan etnisitas, ideologi keagamaan,
maupun politik sangatlah penting usai pilkada ini. Setiap kekalahan dan
kemenangan tidak dimaknai sebagai ancaman ataupun peluang sebagai balas dendam,
tetapi sebagai kesadaran transcendental yang menggerakkan hati si pemenang
untuk merangkul yang kalah dan yang kalah menghormati yang menang. Dengan cara
ini proses demokrasi bisa mengantarkan kita ke kehidupan bernegara, beragama,
berbangsa, dan bermasyarakat yang beradab dan kosmopolit.
Wallahu A’lam Bisshowab
Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang