Saat seseorang mengambil
keputusan, ia sejatinya sedang menyelam ke dalam arus sangat deras yang akan
membawanya ke tempat-tempat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Mau
bukti?
Carilah seekor semut
pekerja-petarung (bukan semut pemalas!) yang akan bekerja lalu silahkan Anda
letakkan batu bata di depannya! Apa yang akan dilakukan semut itu?
Tanpa menunggu lama, segera semut
pekerja tadi berjalan di atas, dari bawah dan bahkan ia juga mencoba menembus
batu bata itu manakala Anda terus menghadang langkahnya. Sampai kapan semut itu
mencoba dan berusaha? Sampai mati.
Oleh karenanya kerap kali kita
jumpai kawanan semut mati ketika sedang bekerja dan mencari makan. Inilah tekad
petarung!
Sebagian besar manusia menyerah
lantaran dihadang satu-dua kendala, dihalang tiga-empat rintangan. Begitu
cengeng dan keropos mentalitas kita, teramat rapuh dan ringkih karakteristik
kebanyakan kita. Hal ini nampak sekali dalam cara kita bemedos dan berselancar
di dunia maya. cengeng, baperan, gampang kepo, nyinyir, lalu sebar hoax,
kampungan!
Padahal, kabar baiknya, untuk
mencapai posisi puncak, Anda tidak perlu terlalu pintar. Nah, jika Anda mau
berusaha belajar sabar, sembari menunggu agak lama, semua orang (termasuk yang
pintar dan tuna pustaka) akan pergi.
Baca juga: Revolusi Medsos Menurut D. Zawawi Imron
Para pendaki gunung Everest yang
dengan lantang mengatakan, "Saya akan kerahkan kemampuan terbaik"
atau "Saya akan berusaha semaksimal mungkin" justru akan pulang dan
turun lebih cepat jauh sebelum mencapai puncak atau bahkan separuh jalan.
Tetapi, ketahuilah bahwa puncak tertinggi di dunia itu akan menyerah kepada
seseorang yang bertekad, "saya akan menaklukannya!"
Prinsip ini juga berlaku dalam
ranah dan skala yang lain, dalam bisnis, kompetisi dan bahkan ihwal percintaan
dan asmara. Jangan lupa, kehidupan hanya memberi penghargaan pada usaha, bukan
alasan. Dunia tidak pernah berhutang budi pada kita! Maka, jangan pernah
mengunggu dunia memberi keajaiban dan imbalan, sebab keajaiban itu ada di
"kepala" dan "dada" kita!
Tidak ada bambu yang bisa
melubangi dirinya sendiri untuk menjadi seruling, tidak ada bambu yang mampu
menyusun merekat diri mereka sendiri untuk menjadi rakit. Begitu pula manusia.
Jika ingin maju, ia harus
membentuk A-TEAM (attitude team) yang mendukung dirinya untuk maju, baik
lingkungan, teman, keluarga, dan buku-buku yang membentuk kepribadian dan
pandangan positif.
Baca juga: Dakwah Politik yang Menjanjikan Surga
Dan yang paling penting adalah
apa saja yang berkecamuk di kepala dan bergejolak di dada selama 2018 ini harus
bagaimana di 2019 nanti?
Lantas, bagaimana dengan
caci-maki, ujaran kebencian, sebaran dan serbuan berita bohong, hujatan,
cemooh, serta segala jenis rintangan yang kadang justru datang dari orang-orang
terdekat? Saat kayu habis, api pun padam. Toh, nanti mereka lelah sendiri,
tunggu saja. Anda tidak hidup untuk mereka, tapi untuk diri Anda sendiri. Well,
inilah komitmen pergantian tahun.
Wallhu a’lam
Penulis Ach Dhofir Zuhry adalah Ketua STF AL-FARABI dan Pengasuh Pesantren Luhur Baitul Hikmah Kepanjen Malang
Sumber Foto: Bincangsyariaah.com
Selengkapnya di sini
Baca juga: Memahami Makna Pujian dan Cacian