Sejak Sekolah Menengah Atas saya telah membaca tentang beberapa biografi
tokoh-tokoh besar baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Tokoh luar negeri saya membaca biografinya Karl Marx, sedangkan dalam negeri
saya membaca biografi dua tokoh besar; Gus Dur dan Bung Karno.
Saya
melihat ada beberapa kemiripan yang menarik dari tokoh-tokoh di atas, bahwa
mereka-mereka itu memiliki minat yang sangat tinggi terhadap membaca buku dan
memiliki kecakapan yang sangat mumpuni dalam berdiskusi. Bukan hanya itu,
mereka juga memiliki kemampuan yang tidak perlu di ragukan lagi dalam hal
tulis-menulis.
Yang
lebih menarik lagi adalah Gus Dur. Dua buku yang menceritakan
gaya hidup beliau, Otobiografi Gusdur karya Gerg Barton dan Peci Miring karya Aguk
Irawan. Diungkapan bahwa ketika beliau menjalani karir pendidikannya selalu dengan biasa-biasa saja. Tidak pernah diceritakan bahwa beliau amat
sangat intens belajar atau mengerjakan tugas. Yang beliau lakukan hanya membaca, membaca, dan nonton film. Apalagi ketika masa beliau menjalani
studi Strata Satunya di Mesir.
Bung
Karno juga demikian, beliau pernah dipenjara di Suka Miskin selama dua tahun. Dengan
kondisi kamar lapas yang sempit serta pengap beliau menghabiskan waktunya untuk
membaca. Berbeda
dari kedua tokoh tersebut adalah kondisi mahasiswa saat ini. Kondisi mahasiswa saat ini sangat memprihatinkan sekali, kisanak!.
Ini menjadi
sebuah hal yang sangat miris sekali bagi penulis, sebab awalnya, ketika penulis
masih berada di Sekolah Menengah Atas, penulis mengira bahwa dunia perkuliahan itu
sangat mengasikkan. Bagaimana tidak! Di sana kebebasan berpendapat tebuka lebar,
para mahasiswa tidak terikat oleh buku-buku, mata pelajaran yang cukup menyebalkan
itu. Tapi kenyataan yang ada tidak sesuai dengan perkiraan penulis.
Iya betul! Sungguh
memprihatinkan. Ketika penulis memasuki dunia perkuliahan, ternyata dugaan itu
hanya menjadi semacam hal utopis untuk bisa diwujudkan. Nampaknya teman-teman
penulis lebih menggandrungi warung-warung kopi dengan koneksi WI-FI lancar
sehingga ketika memutar video atau menyerang musuh tidak tersendat daripada
saling berdiskusi tentang suatu topik atau buku.
Ketika
ditanya mengapa tidak membaca buku untuk bahan makalah, mereka malah menjawab “tenang,
selama control c dan control v masih bisa digunakan, aman kok” atau ketika
mereka aku ajak untuk berdiskusi mereka akan memberikan tanggapan “pendapat
orang itu berbeda-beda kamu nggak usah memaksa orang lain untuk sepakat atas
pendapatmu”.
Baca juga: Antara Mahasiswa Kupu-kupu dan Mahasiswa Kura-kura
Tampaknya
mereka-mereka ini hanya menjadi hamba-hamba tugas yang hanya ingin mendapatkan
nilai IPK yang memuaskan yang tanpa mereka sadari jika dengan cara yang semacam
itu saja yang mereka lakukan akan berdampak negatif pada diri mereka sendiri
dan orang lain. Sebab mereka hanya akan menjadi semacam yang digambarkan oleh Alquran sebagai keledai yang membawa buku di punggungnya. Artinya sia-sia dan
rugi.
Bukankah
para mahasiswa ini kelak yang akan menjadi
pengganti orang-orang tua saat ini?
Sumber Foto: Geotimes
Baca juga: Halah Ngomong Aja Kok Nggaya......
Baca juga: Benih Heroik mahasiswa PAI 2A 2017