Oleh: Prof. Rochmat Wahab
Atorcator.Com - Fitrah keunikan manusia mengarahkan setiap individu untuk mengkonstruk kepentingan. Kepentingan yang biasa dalam kehidupan kita, relatif masih bisa diatur. Namun menguatnya kepentingan berpotensi timbulnya konflik yang cenderung merugikan, dengan segala variasi konflik. Konflik terjadi itu biasa dalam kehidupan. Konflik secara sepintas memang bisa untungkan pihak yang memenangkan, namun hakikatnya apapun bentuk konflik, akhirnya juga merugikan semua. Artinya bahwa kemenangan yang diperoleh dari konflik adalah kemenangan semu, yang boleh jadi kelompok saat ini menang, tetapi pada saat yang lain bisa kalah. Karena konflik itu cenderung bisa merugikan semua, maka cepat atau lambat harus segera diupayakan ada resolusi konflik.
Ketika konflik itu bisa
diselesaikan secara efektif, maka dampak positifnya adalah diperolehnya dua
keuntungan, yaitu pencapaian tujuan yang memuaskan dan penguatan hubungan
antara kedua pihak yang berhadapan dan terlibat konflik. Dalam konteks tahun
politik yang menampilkan dua kubu yang berjuang merebut simpati pemilih yang
sama-sama fanatiknya, memiliki potensi kuat terjadi konflik di kemudian hari
yang sangat membahayakan bagi keutuhan bangsa dalam bingkai NKRI. Karena itu
perlu sekali diantisipasi sejumlah alternatif resolusi konflik yang berbasis
nilai-nilai pancasila, di samping mengadopsi nilai-religius dan membangun
respek terhadap keragaman.
Kini ada tanda-tanda nyata bahwa
antar ummat beragama bahkan antar ummat seagama yang berada di dua kubu yang
berbeda sengaja dibuat berhadap-hadapan dengan grand design-nya. Maka ummat
beragama, terutama yang beragama Islam wajib berhati-hati untuk menjaga
idealisme dan atau kepentingan, sehingga tidak menjadi korban dengan biaya
sosial yang sangat tinggi. Untuk itu perlu mengingat, QS Al Hujurat:10, yang
berbunyi “innamal mu-minuuna ikhwatun fa-ashlihuu baina akhawaikum,
wattaqullaaha la’allakum turhamuun”, yang artinya “Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu (yang berselisih) dan bertawakkallah kepada Allah agar kamu mendapat
rahmat. Memahami terjadinya perbedaan kubu adalah sangat penting, namun
yang jauh penting adalah kesiapan antara keduanya untuk melakukan ishlah atau
resolusi konflik.
Baca juga: Jangan-jangan Sudah Tak Lagi Pancasila Kok Buku PKI Harus Dirazia
Berkenaan dengan konflik yang
terjadi di dunia kerja, Sonya Krakoff (2019) menformulasikan lima strategi
Resolusi Konflik yang perlu dipertimbangkan, (1) Jangan hindari konflik, (2)
Klarifikasi apa yang menjadi persoalan, (3) Libatkan pihak-pihak secara
bersama-sama untuk bicara, (4) Identifikasi suatu solusi, dan (5) Teruskan dengan
memantau implementasi, jika masih ada masalah lakukan lagi cari solusi yang
bisa diterima keduanya. Strategi ini dapat ditransformasikan dalam berbagai
situasi konflik, apakah pada skala kecil, menengah atau besar. Semoga dengan
kecerdasan, kreativitas dan komitmen moral yang kita miliki, kita dapat lakukan
resolusi konflik dengan hasil yang terbaik yang bisa memberikan kepuasan bagi
semua.
Setelah memperhatikan kondisi
objektif bangsa dan umat kita yang sangat heterogen, baik latar belakang,
kondisi saat ini dan cita-citanya, maka potensi konflik tidak bisa dihindari.
Untuk itu perlu secara personal, kolektif atau institusional kembangkan
pemahaman dan strategi tentang resolusi konflik, sehingga bisa dicegah adanya
konflik yang bisa mengancam eksistensi hidup kita. Kita semua harus menjadi
subjek untuk setiap konflik yang kemungkinan terjadi. Semoga kita hidup dalam kerukunan dan kedamaian. Jika konflik itu dimunculkan untuk
suatu tujuan kebaikan, maka perlu kehati-hatian, sehingga tidak kontraproduktif.
Kebersamaan, saling pengertian dan kedamaian harus menjadi kebutuhan hidup kita
semua untuk mencapai cita-cita yang besar, terbangunnya bangsa dan umat yang
bermartabat. (RW-YOG,20/02/19), pkl. 06.50.
Sumber Foto: Nasional-Tempo