Pengalaman Berburu Kinjeng - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

24 Maret 2019

Pengalaman Berburu Kinjeng


Penulis: Abdul Rosyidi

Salah satu hobi saya sewaktu kecil di kampung nan asri, blok Siwalan, Desa Kertasura adalah berburu capung. Orang-orang di daerahku menyebutnya 'kinjeng'. Orang berbahasa Inggris menyebutnya 'dragonfly'.

Bisa dikatakan, hampir setiap hari, terutama saat musim kinjeng, saya paling senang memburunya. Sekadar untuk mainan ataupun untuk kasih makan ayam di rumah.

Dulu masih banyak karang (tanah) yang berpohon lebat, suwung. Tak jarang saya dan kawan-kawan ngrusuk2 untuk sekadar nagrup (menangkap) kinjeng. Kinjeng sering ditemukan sedang hinggap di daun, ranting-ranting, atau dahan pohon. Pohon asem, mangga, jambu, kersem, ketapang, bambu, padi, kangkung, rumput ilalang, hingga gayam.

Karakter kinjeng karang suwung adalah suka tidur. Lebih mudah ditangkap. Tapi harus hati-hati juga, sebab kalo berisik sedikit bisa langsung kabur dia.

Berbeda dengan kinjeng karang, kinjeng di lapangan terbuka, sungai, atau hamparan sawah terlihat lebih liar. Kinjeng di tempat terbuka lebih sigap dan terlihat selalu waspada. Ada manusia mendekat saja langsung kabur mereka.

Dari sekian banyak jenis kinjeng saya masih ingat beberapa. Yang paling kecil disebut 'kinjeng dom'. Dom artinya jarum. Kinjeng ini paling kecil ukurannya segede jarum. Makanya disebut kinjeng dom.

Kemudian yang lebih besar dari itu adalah 'kinjeng tik'. Kalau kinjeng dom seperti jarum, kinjeng tik lebih bulat. Warnanya ada yang kuning, hijau, ungu, dan sebagainya.

Lalu ada 'kinjeng bo', atau 'kinjeng kebo'. Warnanya loreng seperti sedang memakai seragam pasukan militer. Ini jenis kinjeng predator yang suka memangsa kinjeng lainnya.
Kemudian ada 'kinjeng bang' atau 'kinjeng abang'. Sesuai namanya, warnanya merah menyala. Sangat cantik.

Kinjeng bang ada dua jenis. Yang di lapangan terbuka berwarna sepenuhnya merah. Sementara yang di karang mempunyai banyak motif atau batik indah di badan dan terutama sayapnya. Motif ini seperti yang terdapat pada sayap kupu2.

Selanjutnya, 'kinjeng tos' yang berwarna kuning. Ini juga ada dua macam. Yang di lapangan berwarna kuning sepenuhnya, tanpa batik. Sementara 'kinjeng tos' yang di karang mempunya motif batik yang cantik.

Ada juga 'kinjeng trum' (tanpa huruf P) yang hidup, terbang dan hinggap berkoloni. Warnanya orange dan berbadan agak besar dari 'kinjeng tos'. Kinjeng jenis ini cukup mudah ditangkap.

Ada juga 'kinjeng terasi'. Kenapa namanya demikian? Karena warnanya hitam legam. Beberapa berwarna agak kebiru-biruan. Yang hidup di karang ukurannya sedikit lebih besar dibanding yang di lapangan atau sawah.

Dari sekian banyak jenis yang paling besar dari spesies kinjeng di daerahku adalah 'kinjeng gaja'. Terlihat dari namanya bukan? Tapi bukan berarti ukurannya sebesar gajah.

Ya, besarnya palingan sebatas kelingking orang dewasa. Matanya besar dan warnanya dominan hijau, terutama yang betina. 'Kinjeng gaja' jantan biasanya ada motif orange di pangkal ekornya.


Tapi dari semua jenis kinjeng, yang paling eksotis, paling cantik, paling sulit ditemukan dan yang paling sulit ditangkap adalah 'kinjeng penganten'.

Ada unsur mistik juga tentang kinjeng ini. Konon katanya, kinjeng yang punya warna cerah dan motif batik warna-warni ini, berkaitan dengan arwah. Dia adalah jelmaan roh-roh orang yang sudah meninggal. Entahlah.

Yang pasti kinjeng menandakan kualitas air di suatu daerah. Kalau daerah tertentu masih banyak kinjeng, berarti kualitas air di sungai, sawah, balong, karang, rawa, dan lain-lainnya masih bagus.
Dalam singkat kata, kinjeng menandakan bagusnya ekosistem suatu daerah. Karena kinjeng hanya akan menetaskan telur dan berkembang biak di dalam air yang kualitasnya bagus.

Penanda ekosistem yang lain adalah ikan sapu-sapu. Namun sebaliknya, ikan sapu-sapu menandakan kualitas air sungai sudah semakin buruk. Semakin banyak ditemukan ikan sapu-sapu, semakin besar kandungan timbal dan logam di satu sungai. Semakin buruk juga ekosistem di suatu daerah.
Sekarang, kinjeng sudah jarang kelihatan. Ikan sapu-sapu justru semakin banyak ditemukan.

Padahal menurut catatan, ada sekitar 700 jenis kinjeng di Indonesia, dan 136 jenis di antaranya bisa ditemukan di Jawa. Berbagai daerah menyebut dengan nama yang berbeda. Saya hanya bisa mengingat beberapa dan menuliskannya di atas.

Kata para pakar, capung di Indonesia sebentar lagi punah. Seperti orang Jepang yang menyadari mereka mulai kehilangan kunang-kunang.[]