Penulis: Galih Maulana
Atorcator.Com - Dalam shalat berjama’ah, ada aturan bagaimana posisi antara imam dan makmum, baik ketika makmum itu seorang diri, berdua atau lebih dari itu, baik makmumnya laki-laki atau perempuan, semua itu ada aturannya, kta sebagai umat islam tentu sudah selayaknya mengetahui hal-hal tersebut. Berikut beberapa aturan tentang posisi-posisi makmum dalam shalat berjama’ah;
1. Satu orang makmum laki-laki
Dalam madzhab syafi’i shalat dapat dikatakan berjama’ah ketika dikerjakan minimal oleh dua orang, satu imam dan satu makmum. Imam Nawawi (w 676 H) mengatakan;
قَالَ أَصْحَابُنَا أَقَلُّ الْجَمَاعَةِ اثْنَانِ إمَامٌ وَمَأْمُومٌ فَإِذَا صَلَّى رَجُلٌ بِرَجُلٍ أَوْ بِامْرَأَةٍ أَوْ أَمَتِهِ أَوْ بِنْتِهِ أَوْ غَيْرِهِمْ أَوْ بِغُلَامِهِ أَوْ بِسَيِّدَتِهِ أَوْ بِغَيْرِهِمْ حَصَلَتْ لَهُمَا فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ الَّتِي هِيَ خَمْسٌ أَوْ سَبْعٌ وَعِشْرُونَ دَرَجَةً وَهَذَا لَا خِلَافَ فِيهِ
“Para ulama kamu mengatakan; minimal jama’ah adalah dua orang; imam dan makmum. Apabila seorang lelaki shalat bersama seorang lelaki lain atau bersama seorang perempuan atau bersama budak perempuannya atau bersama anak perempuannya atau selain mereka, atau tuan bersama budaknya, atau budak bersama tuannya atau selain mereka, maka keduanya (imam dan makmum) mendapat fadhilah (keutamaan) shalat berjama’ah, yang mana (keutamaanya tersebut) adalah 25 atau 27 derajat. Dalam masalah ini tidak ada khilaf.”
Apabila seorang laki-laki berjama’ah dengan satu orang laki-laki, maka aturannya adalah makmum tersebut berdiri di sebelah kanan imam dan lebih mundur sedikit. Imam Nawawi mengatakan:
السُّنَّةُ أَنْ يَقِفَ الْمَأْمُومُ الْوَاحِدُ عَنْ يَمِينِ الْإِمَامِ رَجُلًا كَانَ أَوْ صَبِيًّا قَالَ أَصْحَابُنَا وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَتَأَخَّرَ عَنْ مُسَاوَاةِ الْإِمَامِ قَلِيلًا
Dianjurkan lebih mundur sedikit supaya bisa dibedakan mana imam dan mana makmum, imam sebalah kiri dan makmum sebelah kanan, ini standarnya.
Alasan lainnya kenapa makmum lebih mundur dari imam adalah sebagai tindakan preventif agar makmum tidak lebih maju posisinya dari imam, dalam madzhab syafi’i, makmum yang lebih maju dari imam shalatnya tidak sah, kecuali di masjid al-Haram.
2. Dua orang makmum laki-laki
Ketika ada dua makmum dan keduanya laki-laki, maka posisi kedua makmum tersebut adalah di belakang imam. Disebutkan dalam kitab al-Majmu’:
إذَا حَضَرَ إمَامٌ وَمَأْمُومَانِ تَقَدَّمَ الْإِمَامُ واصطفا خلفه سوا كَانَا رَجُلَيْنِ أَوْ صَبِيَّيْنِ أَوْ رَجُلًا وَصَبِيًّا هَذَا مَذْهَبُنَا
Namun ini ketika kedua makmum itu datang bersamaan, berbeda ketika makmum kedua datang belakangan, kebanyakan dari kita mungkin menepuk makmum pertama supaya mundur lalu shalat bersama di belakng imam, padahal yang benar adalah ketika makmum kedua datang, dia shalat di sebelah kiri imam.
فَإِنْ حَضَرَ إمَامٌ وَمَأْمُومٌ وَأَحْرَمَ عَنْ يَمِينِهِ ثُمَّ جَاءَ آخَرُ أَحْرَمَ عَنْ يَسَارِهِ
“Apabila imam dan satu makmum berjama’ah kemudian datang makmum kedua, maka makmum kedua ini bertakbiratul ihram di sebelah kiri imam”
Setelah makmum kedua bertakbiratul ihram di sebelah kiri imam, kedua makmum tersebut mundur mebuat shaf atau imam yang maju, tergantung keadaan, namun apabila keadaan sama-sama memungkinkan, imam bisa maju atau makmum bisa mundur, maka yang afdhal adalah kedua makmum yang mundur.
وَأَيُّهُمَا أَفْضَلُ فِيهِ وَجْهَانِ الصَّحِيحُ الَّذِي قَطَعَ بِهِ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَالْأَكْثَرُونَ تَأَخُّرُهُمَا لِأَنَّ الْإِمَامَ متبوع فلا ينتقل
3. Makmum laki-laki banyak
Ketika jama’ah laki-laki banyak, maka aturannya adalah semuanya berbaris di belakang imam, dan dianjurkan posisi imam itu selalu berada di tengah, artinya ketika shaf sebalah kanan panjang, maka makmum berikutnya yang datang supaya mengambil posisi sebelah kiri.
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُوَسِّطُوا الْإِمَامَ وَيَكْشِفُوهُ مِنْ جَانِبَيْهِ
4. Makmum laki-laki dan anak-anak
Shalat jam’ah yang terdiri dari makmum laki-laki dan anak-anak, maka jam’ah laki-laki posisinya di depan tepat di belakang imam, kemudian setelahnya baru jama’ah anak-anak.
إذَا حَضَرَ كَثِيرُونَ مِنْ الرِّجَالِ وَالصِّبْيَانِ يُقَدَّمُ الرِّجَالُ ثُمَّ الصِّبْيَانُ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ
5. Makmum laki-laki, anak-anak, hermafrodit dan perempuan
Shalat jama’ah yang terdiri dari jama’ah laki-laki, anak-anak, hemafrodit (yaitu orang yang berkelamin ganda) dan perempuan, maka aturannya adalah jama’ah laki-laki di depan, kemudian di belakang mereka anak-anak, kemudian jama’ah hemafrodit baru kemudian jama’ah perempuan.
وَإِنْ حَضَرَ رِجَالٌ وَصِبْيَانٌ وَخَنَاثَى وَنِسَاءٌ تَقَدَّمَ الرِّجَالُ ثُمَّ الصِّبْيَانُ ثُمَّ الْخَنَاثَى ثُمَّ النِّسَاءُ
6. Makmum laki-laki, hermafrodit, satu perempuan dan satu anak kecil
Apabila dalam shalat berjama’ah ada jama’ah laki-laki, satu orang hemafrodit dan satu orang perempuan, maka aturannya adalah jama’ah laki-laki di depan, kemudian dibelakangnya satu orang hemafrodit menyendiri, kemudian di belakangnya satu orang perempuan.
فَإِنْ حَضَرَ رِجَالٌ وَخُنْثَى وَامْرَأَةٌ وَقَفَ الْخُنْثَى خَلْفَ الرِّجَالِ وَحْدَهُ وَالْمَرْأَةُ خَلْفَهُ وَحْدَهَا فَإِنْ كَانَ مَعَهُمْ صَبِيٌّ دَخَلَ فِي صَفِّ الرِّجَالِ
7. Makmum satu anak kecil, satu perempuan dan satu hermafrodit
Shalat jama’ah yang terdiri dari satu imam laki-laki, kemudian makmumnya adalah satu orang anak kecil, satu orang perempuan dan satu orang hermafrodit, maka formatnya adalah anak kecil tersebut berdiri di samping kanan imam, hermafrodit bediri di belakang mereka berdua dan perempuan tersebut berdiri di belakan hermafrodit.
وَإِنْ حَضَرَ إمَامٌ وَصَبِيٌّ وَامْرَأَةٌ وَخُنْثَى وَقَفَ الصَّبِيُّ عَنْ يَمِينِهِ وَالْخُنْثَى خَلْفَهُمَا وَالْمَرْأَةُ خَلْفَهُ
8. Makmum dan imam perempuan
Ketika shalat jama’ah semuanya adalah perempuan, maka aturannya adalah, di shaf pertama, imam sejajar dengan makmum, tidak lebih maju, tetapi posisinya berada di tengah.
أَنَّ النِّسَاءَ الْخُلَّصَ الْعَارِيَّاتِ وَالْكَاسِيَاتِ تَقِفُ إمَامَتُهُنَّ وَسْطَهُنَّ
9. Shaf perempuan paling afdhal di belakang
Ketika shalat jama’ah dihadiri oleh laki-laki dan perempuan, maka aturannya adalah jama’ah laki-laki di depan, yang paling depan adalah yang paling afdhal, dan jama’ah perempuan di belakang jama’ah laki-laki, yang paling belakang adalah yang paling afdhal.
أَمَّا إذَا صَلَّتْ النِّسَاءُ مَعَ الرِّجَالِ جَمَاعَةً وَاحِدَةً وَلَيْسَ بَيْنَهُمَا حَائِلٌ فَأَفْضَلُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا
Namun apabila semua jama’ahnya perempuan atau bersama jama’ah laki-laki yang ada penghalangnya, maka yang afdhal adalah shaf pertama. Syekh Zakaria al-Anshari (w 926 H) dalam kitabnya Asna al-Mathalib mengatakan;
وَأَفْضَلُ الصُّفُوفِ لِلرِّجَالِ وَلَوْ مَعَ غَيْرِهِمْ وَلِلْخَنَاثَى الْخُلَّصِ وَلِلنِّسَاءِ كَذَلِكَ أَوَّلُهَا
10. Apabila menyelisihi aturan-aturan di atas
Apa yang sudah kita bahas di atas semuanya adalah sunah, artinya apabila dilanggar maka tidak berdosa, hukumnya makruh tetapi untuk shalatnya sendiri tetap sah, seagaimana dikatakan oleh imam Nawawi:
قَالَ أَصْحَابُنَا هَذَا كُلُّهُ مُسْتَحَبٌّ وَمُخَالَفَتُهُ مكروه وَلَا تُبْطِلُ الصَّلَاةَ
“Para ulama kami mengatakan: hal-hal di atas semuanya hanya bersifat kesunahan, meneyelisihinya berarti makruh dan shalatnya tidak batal (tetap sah)”
Seperti ketika satu makmum laki-laki shalat disamping kiri imam, maka shalatnya sah tetapi dia melakukan hal yang makruh.
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ فِي الْأُمِّ لَوْ وَقَفَ الْمَأْمُومُ عَنْ يَسَارِ الْإِمَامِ أَوْ خَلْفَهُ كَرِهْتُ ذَلِكَ لَهُمَا وَلَا إعَادَةَ
“Imam Syafi’i mengatakan dalam kitab al-Umm: apabila seorang makmum berdiri di samping kiri imam atau di belakangnya, maka makruh hukumnya atas dua hal tersebut, tetapi shalatnya (sah) tidak perlu diulang”
Atau ketika makmum shalat di posisi yang jauh dari imam, maka hukumnya makruh tetapi shalatnya sah.
أَنْ يَكُونَا فِي مَسْجِدٍ فَيَصِحُّ الِاقْتِدَاءُ سَوَاءٌ قَرُبَتْ الْمَسَافَةُ بَيْنَهُمَا أَمْ بَعُدَتْ لِكِبَرِ الْمَسْجِدِ
Begitu juga apabila laki-laki shalat bersebelahan dengan perempuan, baik keduanya sebagai makmum, atau laki-laki menjadi imam dan di sampingnya perempuan menjadi makmum, maka hal ini makruh tetapi shalatnya sah. Imam Nawawi mengatakan:
إذَا صَلَّى الرَّجُلُ وَبِجَنْبِهِ امْرَأَةٌ لَمْ تَبْطُلْ طلاته وَلَا صَلَاتُهَا سَوَاءٌ كَانَ إمَامًا أَوْ مَأْمُومًا هذا مَذهَبُنا
Inilah penjelasan mengenai aturan-aturan antara imam dan makmum dalam shalat berjama’ah, semoga mendapat pencerahan dan menambah wawasan keislaman kita.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.