Kang Husein: "Kiai Gender" - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

15 April 2019

Kang Husein: "Kiai Gender"

 
islamramah
Penulis: Sumanto Al Qurtuby


Atorcator.Com - Saya dan orang lain biasa memanggil Kang Husein untuk KH Husein Muhammad, seorang kiai dan ulama mumpuni dari Cirebon, Jawa Barat, yang lahir pada tahun 1953 ini. Kang Husein adalah Pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid yang didirikan oleh kakeknya tahun 1933. Sebelum mengasuh pesantren warisan kakeknya, Kang Husein lama malang-melintang "ngaji" di Pesantren Lirboyo (Kediri, Jawa Timur), kemudian di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an (Jakarta) dan Al-Azhar (Mesir). 

Sebutan "kang" ini sangat khas di Jawa Barat maupun Jawa Tengah, baik di kalangan santri maupun bukan. Banyak sekali tokoh terkenal nasional dari Jawa Barat yang populer dengan sebutan "kang". Misalnya Kang Jalal, Kang Ibing, Kang Asep, Kang Said, dlsb. Ada lagi Kang Sule alias "Sunda Bule" atau "Susu Lele".

Penggunaan kata "kang" ini cukup kompleks. Kadang ia merujuk ke orang yang lebih tua (di Jawa Tengah kadang disebut "kang mas", gabungan dari "kang" dan "mas" yang juga panggilan untuk orang yang lebih tua). Contohnya Kang Mas Raden Sumanto Hadiwijoyo.😄 Untuk Jawa Barat, kadang disebut "akang". Contoh: "Ah akang aya-aya wae. Kumaha atuh akang jenggotna kok cuma tilu?"😄

Tapi sering juga panggilan "kang" itu ditujukan untuk orang yang belum dikenal atau untuk siapa saja yang tinggal di pesantren, tua-muda, santri senior atau yunior juga disebut "kang". Para kiai dan ulama hebat juga banyak yang dipanggil "kang" seperti Kang Husein yang menjadi "lakon" di postingan ini.

Dibanding kata "ustad", sebutan "kang" terasa lebih egaliter, membumi, bersahaja, dan aduhai.

***

Kang Husein termasuk "kiai/ulama langka" di Indonesia sehingga perlu dilindungi dari kepunahan. Saya sebut "kiai / ulama langka" karena ia sosok ulama yang sangat bersahaja, kontras dengan para "ulama KW" yang suka demo dan mengoleksi mobil-mobil mewah.

Kang Husein juga tergolong ulama langka karena memang cukup jarang seorang ulama (ulama beneran bukan yang odong-odong) yang mempunyai "mindset" dan pemikiran cemerlang serta tidak bias gender sebagaimana Kang Husein.

Tidak seperti kebanyakan para ulama, apalagi para ustad pendatang baru, "khotib mercon", dan penceramah karbitan yang selalu menjadikan perempuan sebagai "obyek" alias "pelengkap penderita" atau "pemuas napsu pria" saja, Kang Husein menempatkan kaum perempuan sejajar dengan kaum lelaki.

Kang Husein adalah sosok ulama mumpuni yang anti terhadap ideologi misoginisme yang bertumpu pada "supremasi laki-laki" (menjadikan laki-laki sebagai "pusat kosmos", "produser wacana", dan "subyek penggerak peradaban dan kebudayaan") serta menempatkan kaum perempuan semata-semata sebagai obyek dan "makhluk kelas dua", hanya setingkat lebih tinggi ketimbang "kaum wadam".   

Dengan kata lain, Kang Husein adalah "kiai feminis" par excellence yang membela hak-hak budaya dan agama kaum perempuan dari serbuan kaum lelaki misoginis. Bagi Kang Husein, Islam adalah agama yang menempatkan laki-laki dan perempuan secara sejajar dalam bidang kebudayaan.

Gagasan-gagasan cemerlang Kang Husein tentang Islam dan perempuan atau Islam dan keadilan / kesetaraan gender itu dituangkan dalam berbagai buku dan tulisan di berbagai media dan jurnal. Sejumlah buku Kang Husein yang menarik untuk disimak, antara lain, "Islam Agama Ramah Perempuan", "Fiqih Perempuan", "Fiqih Seksualitas", dlsb.

Bukan hanya produktif menulis, Kang Husein juga aktif memberi ceramah, diskusi, seminar, workshop tentang isu-isu keperempuanan dan keadilan gender. Ia juga terlibat aktif mendirikan sejumlah lembaga yang bergerak di bidang hak-hak perempuan seperti Rahima, Puan Amal Hayati, dan Fahmina Institute.

***
Karena kiprahnya yang gigih dalam pemberdayaan hak-hak kaum perempuan ini, maka tidak heran kalau Kang Husein menjadi Komisioner Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan dan beberapa kali menerima penghargaan, baik di Indonesia maupun mancanegara, termasuk dari Pemerintah Amerika Serikat.

Beberapa hari lalu, Kang Husein juga mendapat gelar "Doctor Honoris Causa" dari UIN Walisongo, Semarang, di bidang "Tafsir Gender", sebuah gelar kehormatan yang sangat pas untuk Kang Husein. Saya turut mengucapkan selamat "alf mabruk" untuk gelar Doctor Honoris Causa ini.

Kang Husein, mohon maaf saya tidak bisa menghadiri acara penganugerahan Dr HC sampean. Semoga kita bisa bersua lagi di lain waktu. Sejak bertemu di Stasiun KA Gambir beberapa tahun silam, saya belum sempat bertemu Kang Husein lagi, meskipun kadang saling menyapa lewat Facebook.

Jika Anda ingin mengikuti wejangan-wejangan yang bener dari para ulama, maka ikutilah sosok seperti Kang Husein ini dijamin insya Allah penuh berkah, bukan yang model Sugik yang hobi membaca mantra: "picek matane, suwek cangkeme, dobol silite....suuuu asuuuuu"🙊😱 

Jabal Dhahran, Jazirah Arabia