Ilustrasi Foto |
Penulis: Rudi S
Kamri
Atorcator.Com - Saya tidak tahu apa yang Tuhan pikirkan melihat ulah manusia yang
seringkali dengan pongah menyalahgunakan agama untuk kepentingan pragmatis
kekuasaan. Ada lagi kelompok orang yang sering menggunakan agama untuk
melegalisasi kekerasan. Coba lihat orang-orang yang teriak takbir - kalimat
agung memuji kebesaran Allah SWT - tapi digunakan oleh mereka untuk memberikan
semangat dalam melakukan ujaran kebencian dan tindakan anarki. Seolah mereka
melakukan perbuatan jahat dan ujaran kebencian atas nama Tuhan. Kalian waras?
Fenomena ini
menggejala dan merajalela di Indonesia akhir-akhir ini. Contohnya dalam Pilpres
2019. Agama dijadikan tameng untuk mendelegetimasi hasil pilihan rakyat. Agama
telah dijadikan kedok dan alat untuk memenuhi syahwat kekuasaan mereka. Mereka
dengan santai membuat fitnah dan menembakkan tuduhan palsu bahwa Pemilu curang,
wafatnya petugas KPPS karena diracun, KPU merekayasa hasil perhitungan suara
dan lain-lain. Tanpa data dan hanya berbekal omongan atau postingan palsu si A
atau si B serta merta mereka melupakan ajaran Tuhan untuk tidak boleh membuat
fitnah.
Tapi jujur saya
justru kasihan dengan orang- orang yang teriak-teriak kesetanan di jalanan itu.
Mereka hanya remah rengginang yang diperlukan saat Sang Majikan lapar yang
terlalu. Namun pada saat Sang Tuan puas kekenyangan, mereka akan dilepeh dan
dimuntahkan. Mereka telah dicuci otaknya dengan narasi kebencian. Akal sehat
mereka telah didoktrin bahwa kebohongan diputar balik menjadi kebenaran. Mereka
jadi beringas ganas. Teriak kuat mengucap takbir. Tapi perintah Allah SWT untuk
menahan hawa nafsu pada saat puasa Ramadhan mereka abaikan.
Rakyat jelata
itu hanya korban. Korban dari kebiadaban para penjahat kemanusiaan yang
haus tahta dan harta. Sebagian dari mereka bersorban dan berbaju ala timur
tengah (bukan islami). Mereka membakar amarah dengan cara seperti layaknya
sedang berkotbah. Menukil ayat-ayat perang sambil meradang. Tapi perintah Tuhan
yang melarang berbohong dan mengadu domba sesama manusia mereka lupakan
seketika.
Keluhuran agama
telah dihancurkan oleh nafsu angkara ingin berkuasa. Mereka acapkali memamerkan
simbol agama dan sering mangabaikan perintah Tuhan. Dan karena itu menurut saya
mereka beragama tapi sejatinya tidak bertuhan. Mereka mengaku beragama tapi sebenarnya
tidak beriman. Nurani yang harusnya diisi dengan kebersihan hati, mereka kotori
dengan nafsu amarah dan kebencian. Profesi ulama atau ustadz yang seharusnya
mulia, mereka rendahkan dengan preferensi pilihan politik. Dan lain sebagainya.
Kita semua
seharusnya menyadari bahwa dimensi tentang ketuhanan dan kemanusiaan sejatinya
terpadu dalam satu paket ajaran luhur agama. Tidak boleh dipisahkan. Tapi
realitanya mereka sering sengaja melupakan.
Kalau ternyata
sering mengabaikan perintah Allah, Anda masih tetap merasa manusiakah?
Mikiiir!!!
Salam SATU
Indonesia