![]() |
Jpnn |
Penulis: Ahmad
Mustafit
Atorcator.Com -
Mengenai rambut yang dibawa oleh penyanyi Opick, yang diklaim
sebagai rambut Nabi SAW, langsung saja saya tanggapi.
Pertama, di
dalam Shahih Bukhari, ada hadis riwayat Amr bin al-Harits, bahwa Rasulullah SAW
saat wafatnya tidak meninggalkan dirham, dinar, hamba sahaya, atau apa pun
kecuali keledai putih, pedangnya, dan tanah (Fadak) yang “disedekahkan”. (Hadis
no. 2739). Mengenai kata disedekahkan ini tak perlu dibahas di sini.
Hadis ini
menunjukkan bahwa peninggalan Rasulullah SAW itu tidak banyak.
Apalagi jika
kita mau merujuk Shahih Bukhari saat Rasulullah SAW ditanya, “Ya Rasulallah,
atunazzilu fii daarika bimakkah?—Wahai Rasulullah, apakah Anda akan mampir ke
rumahmu di Makkah?” Rasulullah SAW menjawab, “Wahal taraka lanaa ‘Aqiil min
ribaa’in aw dawrin?—Apakah ‘Aqil masih meninggalkan rumah untuk kami?” Ini
menunjukkan bahwa Rasulullah SAW saat hidup pun tak memiliki apa-apa lagi di
Makkah.
Kedua, banyak
khabar setelah era Sahabat dan Tabi’in, bahkan hingga sekarang, bahwa ada
beberapa peninggalan Nabi SAW yang dipakai untuk bertabarruk. Tetapi, apakah
khabar ini benar? Apakah khabar ini dapat dinisbahkan kepada Rasulullah SAW?
Apakah orang-orang seperti Opick dan Museum Topkapi itu benar-benar memiliki
sanad yang bersambung ke Rasulullah SAW, sehingga berani menyatakan
bahwa—misalnya Opick—apa yang dibawa itu adalah benar-benar rambut Rasulullah
SAW? Yakin tidak berdusta mengatasnamakan Rasulullah SAW? Karena ukuran
berdusta mengatasnamakan Nabi SAW adalah jika sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi SAW itu tidak dapat dibuktikan sanad-nya, diman sanad itu secara akademis
dapat dibuktikan kesahihannya.
Ketiga, ada
kekosongan yang begitu lama mengenai atsar atau peninggalan Nabi SAW melewati
beberapa kurun waktu, baik karena sebab hilang, perang, fitnah, dan seterusnya.
Coba lihat dalam Shahih Bukhari-Muslim riwayat Ibnu Umar, diceritakan bahwa
Nabi SAW memiliki cincin dari perak. Kemudian cincin ini ada di jari Abubakar
(maksudnya diberikan kepadanya), kemudian ada di jari Umar, lalu di jari
Utsman, lalu cincin itu terjatuh di sumur Arīs. Pada cincin itu tertuliskan
kata “Muhammad Rasulullah”,” (Hadis Bukhari no. 5873, Muslim No. 2091). Cincin
ini (yaitu cincin bertuliskan Muhammad Rasulullah) pun sekarang seharusnya
tidak ada lagi yang bisa mengklaim memilikinya.
Ada lagi baju
Burdah dan tongkat Nabi SAW. Tongkat dan baju ini hilang pada akhir Daulah
Abbasiyyah dibakar oleh kaum Tatar saat perang Baghdad tahun 656 H (Lihat Ahmad
Timur Basya, al-Atsar al-Nabawiyyah). Juga dua sandal yang dinisbahkan kepada
Nabi SAW. Sandal ini pun hilang dalam perang Timur Lenk di Damaskus tahun 803
H. (Lihat Ahmad al-Muqri, Fathul Muta’al).
Tak ketinggalan
klaim kepemilikan rambut yang dinisbahkan kepada Nabi SAW oleh beberapa negara,
bahkan sekarang ada orang Indonesia yang mengklaim memiliki rambut Nabi SAW.
Dalam kitab al-Atsar al-Nabawiyyah, Ahmad Basya mengatakan bahwa sangat sulit
menelusuri keshahihan klaim ini. Juga Syaikh Albani menyatakan bahwa
peninggalan Rasulullah SAW, baik baju, rambut, dst, telah tiada. Tidak ada satu
pun klaim kepemilikan peninggalan Rasulullah SAW itu kecuali mereka tidak bisa
membuktikan silsilah-nya secara benar dan kuat (Lihat Albani, al-Tawassulu
Anwa’uhu wa Ahkamuhu).
Ketahuilah,
berdusta mengatasnamakan Rasulullah SAW itu sama dengan mengarang-ngarang
kata-kata lalu dinisbahkan kepada Nabi SAW. Coba saja kita lihat para keturunan
Rasulullah SAW seperti Habib Ali al-Jifri. Beliau memiliki surban peninggalan
Nabi SAW. Surban ini silsilahnya dapat dipertanggungjawabkan keshahihannya.
Begitu pun para ulama sufi, mereka menerima khirqah dari Imam Ali, bahkan dari
Rasulullah SAW, sampai kepada mereka. Seperti Ibnu Imam al-Hafidz bin Shalah
(salah satu imam al-Syafi’iyyah dan imam Muhadditsin di zamannya); beliau
menerima khirqah dari Abul Hasan al-Muayyad bin Muhammad al-Thusi, dari Abu
al-As’ad Hubaturrahman al-Qusyairi, dari kakeknya Abul Qasim, dari Abu Ali
al-Daqqaq, dari Abu al-Qasim Ibrahim bin Muhammad, dari Abubakar al-Syibli,
dari al-Junaid, dari al-Sirri, dari Ma’ruf al-Karkhi, dari Dawud al-Tha’i, dari
Habib al-Ajami, dari al-Hasan al-Bashri, dari Ali bin Abi Thalib, dari Nabi
SAW. Demikian juga al-Khirqah yang dimiliki oleh Junaid al-Baghdadi, Sirri
al-Saqathi, Ma’ruf al-Kahrkhi, dan seterusnya. Pemberian khirqah ini pun
berkaitan dengan kepantasan si penerima dalam menerima ijazah ilmu dari Nabi
SAW ini.
Bukan dalam
urusan peninggalan fisik yang tak ada kaitan apa-apa dengan kelayakan ilmu dan
akhlak. Maka, mungkin Anda pernah mengetahui sebuah pohon, dimana Rasulullah
SAW pernah membaiat Sahabat-Sahabatnya di bawahnya, ditebang oleh Umar bin
Khaththab karena orang-orang telah menyalahgunakannya.
Gampangannya
ngomong begini: Yang perlu dilestarikan dari Nabi SAW adalah ilmu dan
akhlaq-nya, bukan pengkultusan sesuatu yang di-“klaim” sebagai peninggalan Nabi
SAW, padahal tidak pernah bisa dibuktikan silsilah sanadnya. Jika pun harus ada
peninggalan fisik Nabi SAW yang mau kita jadikan bahan tabarrukan, maka sesuatu
itu haruslah memiliki sanad yang dapat dibuktikan kebenarannya.
Jika silsilah sanad
sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi SAW tidak bisa dibuktikan, maka takutlah
seseorang yang mengklaim-nya dengan tawaran dari Nabi SAW ini: Falyatabawwa’
maq’adahu mina al-naar, silakan pilih tempat duduk yang enak di neraka. Dan
saya tak pernah mempercayai apa pun yang disandarkan kepada Nabi SAW tanpa
sanad yang betul.
Sekian.
Sumber: Facebook Ahmad Mustafit