Ilustrasi Foto (Ahmad Husain Fahasbu sowan ke Kiai Afifuddin Muhajir di Universitas Jember satu tahu silam) |
Penulis: Ahmad Husain Fahasbu
Atorcator.Com - Kiai Jamal Makmur Asmani, salah seorang santri senior kiai
Sahal yang menulis buku tentang pemikiran beliau mengirim pesan pendek kepada
saya. Dalam pesannya, ia berkata, "Salam takzim untuk Kiai Afifuddin
Muhajir, penerus kiai Sahal, ditunggu karangan beliau tentang usul fikih".
Bagi saya, pesan pendek itu mengandung kesan yang amat dalam,
utamanya tentang Kiai Sahal dan Kiai Afif. Publik mengenal kedua kiai NU ini
sebagai maestro usul fikih kebanggaan NU. Sepeninggal Kiai Sahal, publik
menyebut-nyebut Kiai Afif sebagai penerusnya. Bahkan hal itu diakui sendiri
oleh Mas Jamal, penulis buku pemikiran tentang Kiai Sahal.
Tak ada yang meragukan kepakaran Kiai Sahal dalam bidang usul
fikih. Ia berhasil menulis kitab Thariqah al-Husul Syarh Ghayah al-Wusul karya
Zakariya al-Anshari, sebuah kitab usul fikih genre mutakallimin yang dikenal
sulit karena bahasanya yang amat padat dan singkat. Tapi itu tidak berlaku
kepada kiai Sahal. Bahkan ia berhasil menulis hasyiyah untuk kitab Ghayah
al-Wusul ini. Dahsyatnya kitab ini ditulis ketika beliau menjadi santri Kiai
Zubair ibn Dahlan, ayahanda Kiai Maimoen Zubair Sarang Jawa Tengah.
Karya kiai sahal bukan hanya itu, ia juga menulis buku yang
berjudul al-Bayan al-Mulamma' an alfadzi al-Luma' yang merupakan syarh atau
komentar terhadap al-Luma karya al-Syairazi yang berisi pembahasan mengenai
usul fikih. Dan beberapa buku berbahasa arab, Indonesia dan jawa.
Sementara itu Kiai Afifuddin Muhajir telah menulis kitab Fath
al-Mujib al-Qarib yang merupakan syarah (komentar) terhadap kitab taqrib
karangan Abi Syujak. Ada yang bertanya, apa karangan kiai Afif dalam bidang
usul fikih? Sampai saat ini tidak ada. Namun ini tidak menegasikan kemampuannya
dalam bidang usul fikih. Dalam karya-karyanya seperti al-Ahkam al-Syar'iyah
bayna al-Tsabat wa al-Tatawwur, Fiqh Tata Negara, Membangun Nalar Islam
moderat, Fikih menggugat pemilihan langsung dan tulisan-tulisan beliau yang lain
tersebar teori-teori usul fikih yang amat kaya.
Di tangan Kiai Afif inilah usul fikih tidak hanya menjadi
ilmu hafalan tetapi juga menjadi ilmu terapan. Yang bisa digunakan untuk
membedah setiap persoalan yang bermunculan.
Hal ini juga diakui oleh Dr. Abdul Moqsith Ghazali, salah
satu santri kiai Afif yang kini menjabat sebagai wakil ketua LBM PBNU sekaligus
dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia menuturkan, Kiai Afif berbicara
tentang negara Pancasila, Islam Nusantara dan persoalan-persoalan krusial lain
menggunakan perspektif usul fikih.
Pembaca mungkin masih ingat hebohnya ide Islam Nusantara yang
dipromosikan PBNU. Saya ingat betul saat itu makalah pertama yang secara utuh
membidik Islam Nusantara menurut usul fikih adalah makalah kiai Afif yang bertajuk
Islam Nusantara untuk peradaban Indonesia dan dunia. Makalah ini disampaikan
pada seminar nasional di Makassar. Kemudian Ahmad Baso, penulis produktif NU
menjadikan makalah kiai Afif ini sebagai pengantar bukunya soal Islam
Nusantara.
Ketika Muktamar NU ke-33 di Jombang Kiai Afif menjadi ketua
sidang komisi Bahstul Masail Maudhuiyah yang salah satu bahasannya adalah
metode istibath al-Ahkam dalam lingkungan Nahdlatul Ulama. Dalam Forum
ini dibahas bagaimana cara menyelesaikan kasus-kasus yang tak tercover dalam
nash Alquran mapun al-Sunnah. (Untuk hasil sidang utamanya terkait metode
istinbath al-Ahkam dalam lingkungan NU bisa dicari sendiri di Internet.)
Menurut sekretaris pribadi Kiai Afif salah satu penyebab kenapa sampai sekarang beliau belum menulis kitab usul fikih. Ini karena beliau khawatir karyanya kelak tidak manfaat. Bukan malah memudahkan tapi menyulitkan, itu kekhawatirannya. Pada titik ini, kiai Afif bukan tipikal kiai yang penting nulis tapi nulis yang penting. Kiai Afif tidak menjadikan menulis sebagai tujuan utama tetapi bagaimana manfaat dari sebuah tulisan.
Padahal, pengalaman saya pribadi ketika mengaji kitab Jam'ul
Jawami' kepada beliau, konten kitab yang berat dan super sulit menjadi amat
mudah bahkan tak jarang beliau memberi tawaran redaksi/ibarat yang lebih akrab
dengan kami para santri. Ini bukan hanya dirasakan saya tetapi banyak
teman-teman lintas angkatan. (bagi man teman yang berminat minta file rekaman
pengajian kiai Afif bisa menghubungi saya atau teman2 saya)
Dari segi proses akademik, Kiai Sahal dan Kiai Afif adalah
produk asli pesantren Indonesia. Beliau tak pernah belajar ke Timur (arab)
apalagi ke barat. Kiai Sahal belajar di Pesantren Maslakul Huda Kajen,
Pesantren Bendo Pare asuhan Kiai Muhajir dan pesantren Sarang asuhan Kiai
Zubair ibn Dahlan.
Sementara Kiai Afif sejak umur delapan tahun belajar di
Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo asuhan KHR. As'ad Syamsul Arifin.
Hubungan Kiai As'ad dengan Kiai Afif begitu dekat sebab asrama tempat kiai Afif
tinggal adalah asrama tepas, asrama khusus santri yang mengabdi kepada keluarga
kiai. Sejak baru mondok Kiai Afif mengaji sekaligus mengabdi kepada keluarga
Kiai As'ad. Kiai lain yang banyak berjasa bagi karir akademik kiai Afif adalah
Kiai Dhofir Munawawwar ayahanda Kiai Ahmad Azaim Ibrahimy.
Ada peristiwa besar dalam kehidupan Kiai Afif yaitu ketika
Kiai As'ad meng-endors keilmuan Kiai Afif. Itu bermula ketika Kiai Ach. Fawaid
As'ad meminta izin untuk mondok ke pesantren dimana ayahandanya dulu mondok.
Namun apalah daya berapa kali Kiai Fawaid minta izin berulang kali Kiai As'ad
tidak memberi izin. Kiai As'ad mengatakan dengan tegas "untuk urusan
keilmuan di sini sudah ada pakarnya, yaitu Khofi (Khofi adalah nama kecil Kiai
Afifuddin Muhajir), habiskan ilmunya Khofi, sudah cukup".
Sejak saat itulah Kiai Fawaid As'ad ngaji secara privat kepada Kiai Afifuddin Muhajir. Rekomendasi dari Kiai As'ad ini tak bisa dipandang sebelah mata. Mengingat beliau tak akan mudah memberi "sertifikasi" kepada seseroang kecuali orang tersebut memang memiliki kualifikasi yang baik dalam hal keilmuan, spritual dan segala hal.
Dalam banyak even, Kiai As'ad sering melibatkan kiai Afif
muda. Misalnya ketika Munas dan Muktamar NU di Sukorejo. Teks deklarasi
hubungan Islam dan Pancasila yang beredar saat ini merupakan hasil tulisan
tangan Kiai Afif yang didekte langsung oleh Kiai As'ad dan kiai yang lain.
Pada waktu pendirian Ma'had Aly, Kiai Afif adalah satu kiai yang
ditunjuk untuk menjadi tim pendirian. Tim itu berisi Kiai Hasan Basri Lc, Kiai
Abdul Wahid Zaini, Kiai Nadhir Muhammad, Kiai dan Kiai Yusuf Muhammad. Sampai
saat ini beliau aktif sebagai Masyayikh dan pengajar usul fikih di lembaga
warisan Kiai As'ad tersebut.
Dari segi penampilan, Kiai Sahal dan Kiai Afif sama-sama
bernampilan biasa, pakai sarung, batik dan kopyah atau songkok. Ia tak suka
menggunakan aksesoris kiai seperti serban, imamah, jubah atau tasbih panjang.
Banyak cerita yang beredar tidak sedikit orang salah paham. Mereka mencium
tangan khadamnya ketimbang kedua kiai NU itu. Karena secara penampilan keduanya
sangat sederhana.
Kiai Sahal dan Kiai Afif juga tipikal kiai yang tak suka
banyak bicara. Beliau berdua dikenal irit bicara termasuk soal fatwa. Alkisah
ada satu rombongan sowan ke kediaman Kiai Sahal, setelah diterima dengan ramah
mereka menyampaikan maksud kunjungannya, yaitu ingin minta fatwa soal kasus
Syiah, setelah mendengar itu Kiai Sahal masuk ke ruangan pribadinya dan tak
keluar lagi. Akhirnya rombongan pulang tanpa membawa fatwa. Kiai Afif pun
demikian suatu saat ada sejumlah orang minta fatwa beliau soal LDII setelah
menyimak pertanyaan mereka, kiai Afif menjawab dengan halus dan nada yang khas,
"saya tak tahu! ".
Hari ini 20 Mei, Kiai Afifuddin Muhajir, kiai kebanggaan kita
itu ulang tahun. Mari doakan agar beliau sehat, panjang umur dan bisa menulis
kitab-kitab yang memudahkan, utamanya dalam bidang usul fikih. Dan untuk Kiai
Sahal semoga Allah mengampuni segala khilafnya dan menerima segala amal
baiknya.
Salam baik
- Ahmad Husain Fahasbu santri PP. Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, santri yang tak tertarik mencium bau surga dari Jakarta.