Ilustrasi foto (Awliya) |
Penulis: KH. DR. Miftah el-Banjary, MA
Atorcator.Com - Nama Bal’am bin Ba’ura memang tidak sepupoler nama Fir'aun,
Haman atau Qarun dalam kisah sejarah Nabi Musa di dalam al-Qur'an, namun bagi
para pembaca tafsir sudah sedemikian akrabnya dengan kisahnya yang bisa
disandingkan dengan kisah tiga tokoh diatas.
Bal'am bin Ba'ura merupakan seorang ulama Bani Israel yang
doanya mustajab dan hidup sezaman dengan Nabi Musa alaihissalam. Namun
sayangnya, lantaran tergiur jabatan dan kekayaan, akhirnya dia berpindah haluan
pada kelompok penentang kebenaran.
Menurut Imam Ibnu katsir bahwa Bal'am bin Ba'ura pada awalnya
seorang yang alim dan shaleh dari kalangan Bani Israil. Bal’am mengetahui nama
Allah yang Mahaagung (Ismul A'zham), sehingga bila ia berdoa, doanya melesat
secepat kilat.
Muhammad bin Ishaq bin Yasar menuturkan dari Salim bin
An-Nadhr, ia bercerita bahwa Musa as singgah di tanah Bani Kan’an termasuk
bagian dari tanah Syam, di mana Bal’am berada.
Kaum Bal’am pun mendatangi Bal’am seraya mengatakan, “Wahai
Bal’am, Musa bin Imran telah hadir di tengah Bani Israil, dan kini telah datang
untuk mengusir kami. Sesungguhnya kami adalah kaummu, dan kami tidak memiliki
tempat tinggal, sementara engkau adalah orang yang terkabul doanya. Keluarlah
dan berdoalah kepada Allah agar menimpakan keburukan kepada mereka.”
Bal’am menjawab, “Celakah kalian! Nabi Allah disertai oleh
para malaikat dan orang-orang beriman. Bagaimana mungkin aku pergi untuk
mendoakan keburukan atas mereka, sedangkan kelebihan yang aku miliki ini dari
Allah?”
Mereka mengatakan, “Kami tidak memiliki tempat tinggal.”
Mereka tidak henti-hentinya membujuk dan merendahkan diri di hadapannya untuk
memperdayainya sehingga ia terperdaya. Mereka menjanjikan Bal'am harta
kekayaan, jabatan serta wanita-wanita cantik.
Kemudian Bal'am mengendarai keledainya menuju ke bukit yang
dari puncaknya ia dapat melihat pasukan Bani Israil, yaitu bukit Husban.
Ketika keledai itu berjalan beberapa langkah, keledai itu
menderum. Ia pun turun dan memukulnya. Hingga ketika ia memukulnya dengan
keras, barulah keledai itu berdiri, lalu ia menaikinya.
Ketika ia menyiksa keledainya seperti itu, maka Allah
mengizinkan kepada keledai tersebut untuk berbicara kepadanya sebagai bantahan
kepadanya dengan mengatakan:
“Celaka engkau, wahai Bal’am! Kemana engkau hendak pergi?
Tidakkah engkau melihat para malaikat menolakku dari hadapanku ini? Apakah
engkau pergi kepada Nabi Allah dan kaum mukminin untuk mendoakan keburukan
kepada mereka.”
Namun, ia tidak bergeming, ia terus menerus memukulnya. Allah
membiarkan keledai itu berjalan ketika Bal’am terus memaksanya agar berjalan.
Hingga sampailah di atas bukit Husban, di hadapan pasukan Musa dan Bani Israil,
ia mulai mendoakan atas mereka.
Tidaklah ia mendoakan keburukan kepada mereka, melainkan
Allah memalingkan lisannya sehingga mendoakan keburukan kepada kaumnya.
Tidaklah ia mendoakan kebaikan kepada kaumnya melainkan Allah
memalingkan lisannya sehingga mendoakan kebaikan kepada Bani Israil.
Maka kaumnya mengatakan kepadanya, “Apakah engkau tahu, wahai
Bal’am, apa yang engkau lakukan? Engkau hanyalah mendoakan kebaikan kepada
mereka dan mendoakan keburukan kepada kami?”
Ia menjawab, “Inilah yang tidak aku kuasai. Ini sesuatu yang
telah Allah tentukan.” Kemudian lidahnya menjulur sampai ke dadanya, lalu ia
mengatakan, “Sekarang telah hilang dariku dunia dan akhirat.
Tidak tersisa lagi selain makar dan tipu daya, maka aku akan membuat makar dan tipu daya untuk kalian. Dalam keadaan seperti itu, Bal'am dengan lidah terjulur sampai ke dada, masih tetap berfatwa untuk membuat pasukan Musa hancur tercerai berai: "Hiasailah para wanita dan berikan barang-barang dagangan kepada mereka, kemudian suruhlah mereka pergi ke pasukan untuk menjual barang-barang tersebut.
Perintahkan kepada setiap wanita tersebut untuk tidak
menghalangi dirinya dari laki-laki yang menginginkannya. Sebab jika seorang
pria dari mereka telah berzina, maka itu sudah cukup bagi kalian," Bal'am
Bin Ba'ura memfatwakan dan mereka pun melakukannya.
Ketika para wanita telah masuk di tengah pasukan tersebut,
seorang wanita dari Kan’aniyyun yang bernama Kisbi putri Shur—pemimpin
kaumnya—lewat di hadapan seorang pemuka Bani Israil, yaitu Zamri bin Syalum,
pemuka keturunan Syamun bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim.
Tatkala melihatnya, Zamri tertarik padanya maka ia berdiri
menuju wanita itu lalu menggandengkan tangannya. Kemudian ia mendatangi Musa
dengan membawa wanita itu seraya mengatakan, “Sesungguhnya aku menduga engkau
akan mengatakan: ini haram atasmu dan jauhi dia.”
Musa mengatakan, “Benar, ini haram atasmu. Jangan
mendekatinya.” Ia mengatakan, “Demi Allah, aku tidak menaatimu dalam hal ini.”
lalu ia membawa wanita itu masuk kemahnya lalu menggaulinya, dan Allah
mengirimkan penyakit Tha’un di tengah Bani Israil.
Orang-orang yang mati dari Bani Israil karena penyakit
Tha’un—sejak Zamri berzina dengan wanita itu hingga ia dibunuh oleh Finhash—
dihitung, ternyata 70.000 orang dari mereka telah mati. Ada yang mengatakan,
20.000 orang dalam sesaat di siang hari.
Berdasarkan redaksi Ibnu Ishaq dari Salim Abu Nadhr, bahwa
Bal’am lidahnya terjulur sampai dadanya, sehingga mirip dengan anjing ketika
menjulurkan lidahnya pada dua keadaan, baik ketika dihalau maupun ketika
dibiarkan.
Kisah tergelincir Bal'am oleh bujukan dunia dan menurutkan
hawa nafsunya yang rendah, di perumpamaannya seperti anjing, menurut ayat Allah
Ta’ala QS Al-A’raf / 7: 175-177.
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ
مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا
لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ
فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ
يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ
الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176) سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ
كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ [الأعراف: 175 –
177]
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami
berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang al-Kitab), kemudian dia
melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia
tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga).
Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka
berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami
dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat lalim.” (QS. Al-A’raf, 7:
175-177).
Dalam Nawad Al-Ushul, At-Tarmidzi berkata, “Perumpamaan
Bal’am seperti seekor anjing, tidak seperti hewan buas lainnya, karena anjing
tidak memiliki hati (yakni hatinya mati), dan penjuluran lidahnya itu disebabkan
oleh hatinya yang mati. Berbeda dengan hewan buas lainnya, mereka tidak mati
hatinya, karenanya ia juga tidak mengulurkan lidahnya.”
Imam Al-Qurthubi mengatakan, ulama lain mengatakan,
perumpamaan dalam ayat ini adalah perumpamaan yang paling buruk yang
disandangkan kepada manusia, karena ayat ini mengumpamakan seorang dengan
anjing. Orang tersebut tidak mampu untuk dirubah, seperti halnya anjing yang
tidak dapat dirubah kebiasaan menjulurkan lidahnya.
Selain itu, ada yang mengatakan, tabiat yang dimiliki oleh
hewan anjing biasanya adalah, mereka akan patuh dan tunduk kepada seorang yang
tidak takut kepadanya, dan ia juga akan terdiam seribu bahasa apabila orang
yang tidak takut kepadanya itu telah menjinakkannya.
Lalu hewan yang seperti ini dijadikan perumpamaan oleh Allah
bagi orang yang menerima uang suap untuk merubah suatu hukum agama yang
jelas-jelas telah tertulis di dalam kitab suci.
Ini adalah kisah akhir tentang Bal'am bin Ba'ura; seorang
ulama yang akhirnya kehidupannya terperdaya oleh jabatan, kekuasaan dan
kekayaan, hingga meninggalkan dan menanggalkan kebenaran, berpihak pada
kelompok mereka yang mendukung kezhaliman.
Semoga kita terselamatkan. Dan ketahuilah bahwa sejarah itu
senantiasa berulang. Masih adalah Bal'am bin Ba'ura di masa kini? Anda sendiri
yang bisa menjawabnya!
- KH. DR. Miftah el-Banjary, MA Penulis National Bestseller | Dosen | Pakar Linguistik Arab & Sejarah Peradaban Islam | Lulusan Institute of Arab Studies Cairo Mesir