Memahami Ramadlan Perspektif Al Qur'an - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Minggu, Mei 05, 2019

Memahami Ramadlan Perspektif Al Qur'an

 
NU.or.id
Penulis: Prof. Rochmat Wahab

Atorcator.Com - Ibadah Puasa Ramadlan 1440 H insya Allah akan segera kita awali. Salah satu persiapan penting adalah mengetahui tentang hal ihwal atau ilmu Puasa Ramadlan. Dengan mengetahui hal-hal yang terkait dengan Puasa Ramadlan, insya Allah kita bisa ittiba’, terhindar dari taqlid, ikut-ikutan yang tidak tahu dalil naqlinya, yang bisa menjadikan puasa kita sia-sia, sehingga puasa kita sesuai dengan syari’ah-Nya. Bagi yang sudah mengetahui, diharapkan tulisan ini memberikan penguatan dan penyegaran, sebaliknya bagi kurang lengkap tahunya, semoga tulisan ini menambah pengayaan ilmu tentang puasa Ramadlan. 

Yang selalu kita ikuti dalam pengajian menjelang Ramadlan, bahkan selama Ramadlan adlam QS Al Baqarah:183-184., yang artinya “Hai orang-orang beriman diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana puasa-puasa orang-orang sebelum kamu, dalam hitungan tertentu agar kamu bertaqwa”. Dari dua ayat ini, ada sejumlah poin penting yang bisa dibahas satu persatu. Pertama, bahwa ayat ini yang menganjurkan puasa, semata-mata untuk orang beriman, yang meyakini akan 6 rukun iman, dan sudah mengkirarkan dan beridentitas Islam, dengan memenuhi syaratnya, yaitu muslim, berakal, baligh, kuasa (mampu melakukan), dan tidak berhaid atau bernifas.

Kedua, puasa dalam arti syariah adalah mencegah diri dari berbagai hal tertentu pada waktu yang tertentu. Yaitu dari terbit fajar shidiq hingga terbenam matahari, sesuai dengan firman Allah swt, pada QS Al Baqarah:187, yang artinya “…Dibolehkan kamu makan dan minum sehingga terbit fajar shadiq, kemudian teruskanlah puasa hingga malam hari…”. Mengapa puasa ini diwajibkan, karena sungguh banyak hikmah puasa. Namun pada kali ini dapat disimpulkan dua hikmah, yaitu untuk memperoleh kemenangan jasmaniyah dan ruhaniyah di dunia dan akhirat dan menghindarkan kerugian duniawiyah dan ukhrowiyah.

Ketiga, puasa yang diwajibkan kepada ummat islam bukanlah sesuatu yang baru, namun puasa itu juga diwajibkan oleh agama-agama lain, yang sifat dan caranya berbeda. Misalnya bangsa Mesir purbakala, ada yang berpuasa tujuh hari kadang-kadang sampai  tujuh minggu. Di India ada satu golongan yang berpuasa sepuluh hari, kadang-kadang 15 hari, di mana mereka selama itu siang dan malam tidak boleh merasai makanan sedikit pun, kecuali beberapa tetes air. Orang Tibet berpuasa duapuluh empat jam berturut-turut, tidak boleh merasa apapun, sehingga menelan air liur pun tidak dibolehkan. Sedangkan Islam diwajibkan berpuasa dalam hitungan tertentu (ayyaamam ma’duudah), pada bulan Ramadlan, bisa 29 hari atau 30 hari.
Sedangkan berdasarkan hadts Rasulullah saw, bahwa di antara satu dari lima rukun Islam  adalah shaumu Ramadlaana, bukan shauma fii syahri ramadlaana. Karena itulah siapapun yang meninggalkan puasa di bulan ramadlan karena nifas, haid, sakit yang menyusahkan, perjalanan jauh, tua rapuh, atau mengandung atau menyusukan apabila dirasakan membahayakan dirinya atau anaknya, maka harus mengganti di hari lain untuk melengkapinya.

Keempat, bahwa tujuan puasa ramadlan itu tattaquun (la’allakum tattaquun), bukan muttaquun. Bahwa sehabis ummat Islam menunaikan puasa ramadlan, mereka harus terus menjaga taqwa dengan mengamalkan perintah-perintahnya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya, secara terus menerus, sebagai konsekuensi dari ungkapan fi’il mudzaari’ (ing-form atau continuous progress tense). Jadi tidak cukup ummat Islam berpuasa ramadlan terus menjadi orang yang bertaqwa, melainkan ketaqwaan itu harus dijaga secara berkenjutan, sehingga taqwanya menjadi meningkat kualitasnya.

Demikianlah sekedar sedikit catatan di antara banyak yang berkenaan dengan Puasa Ramadlan, semoga dapat bermanfaat untuk menguatkan dan menambah pengertian dan pemahaman tentang puasa Ramadlan, sehingga kiat bisa meningkatkan amal  ibadah wajib dan sunnah selama bulan Ramadlan 1440 H. Mengakhiri tulisan ini, perkenankanlah saya menghaturkan permohonan maaf atas segala kehilafan lahir dan batin, semoga Allah swt mengampuni kita. Juga selamat menunaikan Ibadah Shiyam Ramadlan 1440 H, semoga Allah swt melindungi, membimbing dan meridloi, sehingga taqwa kita meningkat dari tahun lalu. Aamiin.


(Rochmat Wahab, Yogyakarta, 05/05/2019, Ahad, pk. 07.33).